54 Badan Publik Tolak Buka Data Anggaran
Dari lima lembaga penegak hukum, hanya KPK yang terbuka.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengungkapkan, hanya 15 badan publik yang memberikan dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), di antara 69 badan publik yang dimintai informasi tersebut.
Koordinator Research and Development Fitra, M. Maulana, mengatakan lembaganya meminta dokumen DIPA untuk menguji kepatuhan badan publik terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Permohonan informasi dilakukan sejak Juni hingga November 2010.
"Setelah enam bulan Undang-Undang KIP berlaku, implementasinya masih buruk," kata Maulana dalam seminar publik bertajuk “Kamuflase Keterbukaan Informasi Anggaran Publik” di Jakarta kemarin.
Fitra mengajukan permohonan informasi DIPA kepada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan institusi penegakan hukum.
Dari 69 badan publik yang diuji, 41 badan sama sekali tidak menanggapi permintaan Fitra. Sebanyak 13 badan publik memberi respons, tapi tidak memberikan dokumen DIPA. Hanya 15 badan publik yang merespons sekaligus memberikan informasi. "Mereka itu lembaga publik. Rakyat berhak tahu pengelolaan anggaran mereka,” kata Maulana.
Dari kelompok lembaga penegak hukum, menurut Maulana, hanya Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyerahkan data DIPA. Sedangkan Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi tidak memberikan data yang diminta Fitra. "Jangan heran kalau publik terus beranggapan negatif terhadap kinerja mereka," kata Maulana.
Menurut Undang-Undang KIP, semua badan publik harus merespons permintaan informasi paling lambat 17 hari. Faktanya, “Lebih banyak badan publik yang diam saja," kata Maulana. "Mereka belum siap melaksanakan keterbukaan.”
Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, menambahkan, ada semacam ketakutan badan publik untuk membuka informasi DIPA. Dalihnya, mereka khawatir data tersebut disalahgunakan. "Kami hanya meminta satu dokumen saja sulit. Publik di sini dianggap orang asing," ujar Uchok.
Tahun depan, menurut Uchok, Fitra akan kembali meminta badan publik membuka dokumen dan realisasi penyerapan anggaran badan publik. Kalau mereka tidak mau, “Kita akan bawa ke pengadilan," ujar Uchok.
Menurut Undang-Undang KIP, peminta informasi publik yang tidak puas atas respons badan publik bisa mempersengketakan badan itu ke Komisi Informasi. Bila tidak puas atas putusan Komisi Informasi, pemohon informasi bisa menggugat badan publik ke pengadilan.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Eva Kusuma Sundari, mengatakan ada permasalahan serius dalam urusan keterbukaan lembaga publik. "Di internal DPR pun begitu," kata dia. RIRIN AGUSTIA
Sumber: Koran Tempo, 2 Desember 2010