9 Alasan Menolak Seleksi Pimpinan KPK
Pernyataan Pers
- Hati-Hati Kepentingan Politik dan Pelemahan KPK-
Presiden secara resmi menunjuk Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, untuk membentuk panitia seleksi (pansel) ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemerintah beralasan seleksi ini dilakukan menyusul penolakan Komisi III DPR terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pelaksana Tugas Pimpinan KPK. Perppu ini merupakan dasar pengangkatan Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai pelaksana tugas ketua KPK.
Ada beberapa hal yang penting untuk disikapi dari rencana seleksi pimpinan KPK tersebut.
1.KPK tidak mengalami kekosongan kepimimpinan
Bunyi pasal 33 UU KPK, tentang kekosongan pimpinan masih menimbulkan penafsiran. Pasal 33 ayat 1 menyebutkan “Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia” Apakah benar ada kekosongan pimpinan? Dengan masih adanya 4 orang pimpinan KPK yang dapat menjalankan tugas dan fungsi KPK maka tidak dapat diartikan terjadi sebagai terjadi kekosongan hukum.
2. KPK tidak pernah dilibatkan dalam rencana seleksi pimpinan KPK
Pemerintah tidak pernah melibatkan atau mempertimbangkan aspirasi dari pimpinan ataupun internal KPK dalam rencana seleksi pimpinan KPK. Pertanyaan apakah KPK butuh pengganti Antasari/Tumpak ataukah cukup dengan pimpinan KPK yang ada? tidak pernah disampaikan kepada internal KPK sebagai pihak yang memiliki kepentingan. Dengan demikian Pemerintah telah berupaya memaksakan kehendak terhadap sesuatu yang sesunggunhnya tidak dibutuhkan oleh KPK. Apalagi KPK melalui Juru Bicaranya sempat ditegaskan, orang baru justru bisa melemahkan KPK saat ini.
3. Pemborosan Anggaran
Proses seleksi pimpinan KPK yang dilakukan pada tahun 2007 lalu, telah menghabiskan biaya sedikitnya Rp 2 miliar rupiah. Dengan biaya yang sangat besar tersebut merupakan pemborosan jika pemerintah tetap ngotot hanya sekedar mencari seorang pimpinan KPK. Apalagi ditahun 2011 nanti juga akan dilaksanakan kembali proses seleksi pimpinan KPK. Lebih baik dana sebesar ini digunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat.
4.KPK tetap efektif dibawah 4 (Empat) orang pimpinan KPK
Empat pimpinan KPK yang ada sekarang sudah cukup untuk melanjutkan dan menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tidak perlu dicari orang untuk mengisi posisi yang kosong. Apalagi masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini akan habis tahun depan.
Kinerja KPK dengan hanya empat orang pimpinan juga tetap efektif dalam upaya pemberantasan korupsi. Tahun 2009, KPK berhasil menuntut 67 terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor. Sejak Mei 2009- saat Antasari Azhar ditahan- hingga Maret 2009, KPK telah menetapkan 53 orang sebagai tersangka oleh KPK yang terdiri dari mantan menteri, kepala daerah, anggota DPR, pejabat public dan pejabat BUMN. Terakhir upaya penangkapan Hakim PT TUN menunjukkan efektivitas dari KPK meskipun hanya dipimpin oleh 4 orang pimpinan KPK.
5. Pembentukan pansel mencurigakan, waspadai kepentingan politik tersembunyi
Rencana pemerintah melakukan proses seleksi pimpinan KPK pengganti Tumpak sangat mencurigakan. Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab ada kasus besar yang melibatkan pemerintah yang sedang ditangani lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Sehingga muncul kecurigaan ada kepentingan politik untuk menempatkan orang yang dipercaya di KPK hingga dapat mengamankan kepentingan tertentu khususnya dalam penangangan kasus skandal Bank Century.
Selain pemerintah, sejumlah partai politik yang ada di DPR juga berpotensi memanfaatkan pemilihan pimpinan KPK tersebut untuk memasukkan orang titipan untuk mengamankan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota maupun kader partai politik tertentu. Salah satu kasus yang relevan adalah kasus korupsi “berjamaah” anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Miranda Gultom.
Tingginya tingkat dan persepsi publik tentang korupsi di DPR membuat masyarakat ragu, jika proses seleksi (fit and proper test) pimpinan KPK dilakukan oleh DPR akan menghasilkan pimpinan KPK sebagaimana yang diharapkan (memiliki integritas yang tinggi, kemampuan/kualitas diatas rata-rata dan keberanian luar biasa dalam memberantas korupsi serta tidak punya interest politik). Bukan tidak mungkin, arena percaturan dan ”jual beli” posisi kembali terjadi
Pada sisi lain juga timbul pertanyaan mengapa pemerintah begitu peduli terhadap KPK? Kenapa pemerintah juga tidak melaksanakan proses seleksi serupa untuk Lembaga Perlindungan Saksi, Komisi Yudisial, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Padahal ketiga lembaga ini juga mengalami nasib yang sama dengan KPK dimana formasi pimpinannya juga tidak lengkap akibat anggota atau komisionersnya diberhentikannnya karena dugaan kasus korupsi atau penyimpangan lainnya.
6. Rencana proses seleksi sistem kilat, melawan undang-undang.
UU KPK jelas menyebutkan adanya prosedur yang panjang dalam melakukan proses seleksi pimpinan. Pasal 33 ayat (2) menyebutkan ” Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31” . Merujuk pasal-pasal tersebut setidaknya proses seleksi butuh waktu kurang lebih 6 bulan. Selain itu tidak ada pengeculian seleksi ini dapat disimpangi atau dipersingkat. Ide-ide percepatan akan berdampak pada hasil seleksi menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan.
7. Pimpinan KPK dipilih tidak mewakili atau harus berasal dari institusi tertentu
Munculnya ide atau wacana bahwa calon pimpinan KPK -pengganti Tumpak - harus berasal dari kejaksaan adalah ide yang keliru. Penjelasan UU KPK secara tegas menyebutkan bahwa pimpinan KPK terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Unsur pemerintah tidak dapat dipersempit dengan hanya dengan institusi kejaksaan. Dengan dasar bahwa institusi KPK adalah bersifat independent maka orang-orang yang terpilih bukan mewakili kepentingan pemerintah tetapi dipilih karena kualitas dan kemampuannya.
8. Seleksi Pimpinan KPK yang tidak akuntabel merupakan salah satu upaya pelemahan KPK
ICW mencatat ada tigabelas jurus melemahkan KPK. Salah satu cara yaitu melalui proses seleksi pimpinan KPK. Proses seleksi pimpinan yang tidak akuntabel dan pada akhirnya memilih orang yang tidak tepat dan membawa misi koruptor justru menjadi pemicu pelemahan KPK secara perlahan-lahan. Secara intitusi KPK masih tetap eksis, namun tidak memiliki daya guna ketika menghadapi kasus-kasus korupsi kelas kakap apalagi yang memiliki latar belakang politik/kekuasaan. Kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan proses seleksi pimpinan KPK yang partisipatif, transparan dan akuntabel.
9. Waspadai pimpinan model ”Kuda Troya”
Bukan kali ini saja, pemerintah dinilai sangat terobsesi memilih pimpinan KPK, dan mengatur KPK. Pasca Antasari Azhar menjadi tersangka, dan kemudian Bibit-Chandra, seperti sudah disiapkan, Presiden langsung memperbesar kewenangannya untuk MENUNJUK pimpinan KPK sementara. Kewenangan tersebut bahkan diatur setingkat aturan darurat, seperti Perppu. Pimpinan tersebut ditunjuk jika pimpinan kurang dari 3, artinya Presiden bisa menunjuk pimpinan yang punya hak sama dengan pimpinan tetap secara dominan (3 orang). Kali ini, setelah perppu ”kuda troya” ditolak DPR, ada upaya percepatan pembentukan Pansel untuk menunjuk 1 orang pimipinan KPK. Bukan tidak mungkin kali ini, upaya yang sama untuk menempatkan ”Kuda Troya” kembali dilakukan.
Demikianlah sembilan alasan menolak pembentukan panitia seleksi pimpinan KPK.
Jakarta, 4 April 2010
INDONESIA CORRUPTION WATCH