Abdullah Puteh Diperiksa KPK Selama 12 Jam [14/07/04]
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (14/7). Puteh diperiksa selama 12 jam dalam perkara korupsi atas proses pengadaan helikopter MI-2 buatan Rostov, Rusia. Pagi harinya, Presiden Direktur PT Putra Pobiagan Mandiri Bram Manoppo, perusahaan pengadaan helikopter, juga diperiksa di KPK.
Puteh hadir di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, sejak pukul 05.30 meski pemeriksaan baru dilakukan KPK pukul 09.00. Puteh didampingi pengacara OC Kaligis dan tiga anggota stafnya. Meski pemeriksaan selesai pukul 20.00, Puteh baru keluar dari Gedung KPK pukul 20.55. Puteh tampaknya lebih takut bertemu pers ketimbang KPK.
Kalau pada dua kali pemeriksaan sebelumnya Puteh sempat mencari pintu alternatif untuk menghindari wartawan, semalam seluruh pintu di Gedung KPK dijaga wartawan.
Puteh yang diperiksa di lantai tiga beberapa kali mengintip dari jendela Gedung KPK lantai dua untuk melihat situasi. Karena wartawan ada di seluruh pintu, akhirnya Puteh memilih keluar dari pintu utama, didampingi enam ajudannya. Wartawan pun berkerumun di tangga, tetapi Puteh tidak mau menjawab pertanyaan.
Para ajudannya berusaha mengenyahkan wartawan dari Puteh. Seorang reporter ANteve, Muhammad Soeharto Assegaff, terdengar berteriak ketika kepalanya dipukul seorang ajudan Puteh. Akibatnya, dahi kanan Soeharto berdarah. Heh, jangan begini dong caranya, katanya sambil protes. Kabel mikrofonnya juga putus ditarik ajudan Puteh.
Puteh akhirnya meninggalkan Gedung KPK tanpa melayani wartawan. Kaligis yang keluar pada pukul 18.00 menyatakan, pemeriksaan KPK masih berkisar pada kewenangan, yakni apakah ada persetujuan DPRD Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) atau tidak, serta adanya Surat Keterangan Menteri Keuangan untuk perlakuan khusus terhadap daerah konflik. Menurut Kaligis, ada 40 pertanyaan penyidik. Sekarang ini masih pada pengumpulan dokumen, penganggaran pembelian, persetujuan DPRD, dan soal SK Menkeu, ujarnya.
Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas dalam jumpa pers sore harinya mengatakan, pemeriksaan Puteh yang dilakukan tiga penyidik KPK berjalan lancar karena Puteh cukup kooperatif.
Mengenai penon-aktifan, Erry mengatakan hingga kini KPK masih belum menerima pemberitahuan dari Presiden Megawati Soekarnoputri.
Penjelasan Bram Manoppo
Presiden Direktur PT Putra Pobiagan Mandiri Bram Manoppo seusai pemeriksaan mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya merupakan agen tunggal Rostov di Indonesia. Harga yang ditawarkan kepada Pemerintah Provinsi NAD adalah harga paling murah dengan patokan harga Rusia.
Ditanya apakah perusahaannya terpilih lewat penunjukan langsung, Manoppo mengaku tidak menaruh perhatian pada ada tidaknya tender. Yang penting, harga kami adalah harga terbaik, kata Manoppo yang sudah empat kali diperiksa.
Manoppo membantah helikopter yang dibeli Pemprov NAD jauh lebih mahal. Sebab helikopter itu dilengkapi VIP Room, tahan peluru, dekorasi, dan radio komunikasi. Dengan penambahan ini, harganya hampir 800.000 dollar AS.
Ditanya mengapa harga yang ditawarkan 1,25 juta dollar AS, Manoppo menjawab, Kita orang bisnis. Kita ke Rusia saja bolak-balik. Coba berapa biaya pajak dan ongkos sana sini? tanya Manoppo.
Gunakan momentum
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat kemarin membuat pernyataan bersama. Isinya mendesak Presiden Megawati menjadikan proses hukum Puteh sebagai momentum untuk membuktikan komitmen memberantas korupsi, dengan menyikapi dengan cepat permintaan KPK memberhentikan sementara Puteh sebagai Gubernur NAD dan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD).
Mereka adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Konsorsium Reformai Hukum Nasional (KRHN), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia-Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-FH UI), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeiP), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Perkumpulan Demos, Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi (SAMAK) Aceh, dan Transparency Internasional Indonesia (TII)
Para LSM ini menilai, lambatnya sikap Megawati menanggapi permintaan KPK, menujukkan lemahnya komitmen Megawati dalam memberantas korupsi. Tidak ada alasan bagi Megawati menunda permintaan KPK. Sikap itu, kontradiktif dengan pernyataannya dalam kampanye yang siap menonaktifkan Puteh. Kita curiga, ada persekongkolan elite dalam kasus ini, ujar Koordinator ICW Teten Masduki.
Ketua MaPPI Asep Rahmat Fajar dan Ketua KRHN Firmansyah Arifin juga meminta KPK agar tidak ragu-ragu , lebih mengoptimalkan segala tugas dan kewenangan yang dimilikinya. Kalau Megawati tidak menon-aktifkan Puteh, KPK tidak boleh berhenti di situ, tegas Teten.
Ketua Pelaksana Harian PB Nahdlatul Ulama Masdar F Mas'oedi juga menyatakan dukungan terhadap langkah KPK meminta Presiden Megawati menonaktifkan Puteh. Perintah KPK itu berdasarkan undang-undang yang secara jelas dan tegas memberikan kewenangan untuk itu.
Megawati harus memenuhi permintaan itu, terlebih dalam berbagai kesempatan, termasuk kampanye, Megawati menegaskan komitmen memberantas korupsi. Masyarakat menanti apakah janji kampanye itu akan dilaksanakan atau hanya retorika kosong, katanya.
Presiden bukan atasan
Sebaliknya, mantan Kepala Kejati DKI Jakarta, Lukman Bachmid menilai KPK sudah menggunakan kewenangan, dengan meminta presiden selaku atasan Puteh untuk memberhentikan sementara Puteh.
Namun sebenarnya ada pertanyaan yang belum terjawab. Apakah benar presiden itu atasan langsung dari gubernur. Kalau menteri, karena presiden yang mengangkat, maka tidak masalah kalau dia diberhentikan presiden, tetapi kalau gubernur apa bisa, ujarnya.
Bachmid menegaskan, pemberhentian gubernur ada mekanismenya. Gubernur dipilih DPRD. Jadi kalau presiden memberhentikan Puteh, maka Puteh bisa ajukan Peradilan Tata Usaha Negara. Makanya, kalau presiden hati-hati bersikap, saya kira itu logis, paparnya.
Tidak mendesak
Ketua Komisi II DPR Teras Narang mengatakan belum dinonaktifkannya Puteh merupakan sikap hati-hati presiden dalam mengambil keputusan. Penonaktifan itu pun tidak mendesak, lanjut Teras, karena sampai sekarang pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter MI-2 itu masih tetap dijalankan KPK meski Puteh masih menjabat Gubernur.
Tidak ada yang aneh. Wajar jika Megawati memanggil KPK untuk meminta penjelasan soal permintaan penonaktifan Puteh karena selain sebagai gubernur, Puteh juga memegang penguasa darurat sipil di NAD, katanya.
Ketika ditanya presiden lambat mengambil keputusan, Teras mengatakan hukum tidak bisa diuber-uber, proses pemeriksaan kasus korupsi harus ada saksi dan hingga kini KPK pun masih lancar memeriksa Puteh. DPR pun, tidak bisa memberikan rekomendasi karena KPK sudah bekerja.
Sikap Teras ini berbeda dengan pernyataannya sendiri Senin lalu (11/7). Lewat jumpa pers, waktu itu Teras mendukung penonaktifan Puteh dan menyatakan tak ada benturan hukum jika KPK hendak menon-aktifkan pejabat yang ditetapkan menjadi tersangka.
Sementara Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno mengatakan masih menunggu keputusan presiden mengenai penonaktifan Puteh. Pihak Depdagri tidak dilibatkan dalam pertemuan KPK dan presiden. (SIE/SON/vin/bdm)
Sumber: Kompas, 14 Juli 2004