Aburizal Siap Diperiksa Komisi Antikorupsi

Jusuf Kalla menolak berkomentar.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengaku siap diperiksa kekayaannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataannya ini terkait dengan perbedaan jumlah kekayaannya antara yang dilaporkannya ke Komisi dan temuan majalah Forbes Asia, yang menempatkannya sebagai orang terkaya keenam di Indonesia. Saya siap saja, kata Aburizal seusai sidang kabinet di kantor presiden kemarin.

Aburizal mengaku harta yang dimilikinya memang sesuai dengan yang dilaporkan ke Komisi, yakni Rp 1,329 triliun. Ia justru mempertanyakan keabsahan data Forbes yang menyebutkan dia memiliki kekayaan sekitar Rp 10,2 triliun. Urusan apa saya dipanggil? Yang harus dipanggil Forbes, bukan saya, katanya.

Aburizal mengaku tidak pernah dihubungi Forbes Asia. Dia juga tak tahu sumber data yang digunakan Forbes untuk menentukan jumlah kekayaannya. Dia bahkan menyatakan jumlah kekayaan yang dilaporkan Forbes salah. Oh, saya mengharapkan sebesar itu, kalau bisa, kata Aburizal sambil tertawa.

Menanggapi berita Forbes yang akan muncul 18 September nanti, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Sjahruddin Rasul mengatakan kepada Tempo dua hari lalu akan mengecek dan mengklarifikasi perbedaan itu. Namun, kemarin Aburizal mengaku belum dihubungi Komisi.

Meski mengaku akan menjadikan laporan Forbes sebagai masukan, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Muhammad Sigit mengatakan Aburizal belum bisa dipastikan memberikan data yang tidak benar. Bisa saja Forbes yang tidak benar, katanya.

Selain Aburizal, Wakil Presiden Jusuf Kalla masuk daftar orang terkaya versi Forbes Asia. Kalla menempati peringkat ke-36 dengan kekayaan US$ 15 juta (sekitar Rp 135 miliar). Pada 2004, menjelang pemilihan presiden, Kalla melapor ke Komisi bahwa harta kekayaannya Rp 122 miliar. Hingga kemarin, Kalla menolak mengomentari berita Forbes itu.

Data kekayaan Kalla terbaru belum diketahui, sehingga tak bisa begitu saja dibandingkan dengan data Forbes. Sigit pun belum bisa memberikan data kekayaan Kalla pada 2005, Karena ada masalah teknis. Sigit enggan menjelaskan masalah teknis yang dimaksud. Dia hanya meminta waktu tiga hari untuk bisa memberikan data kekayaan Kalla.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Jika pejabat memberikan data yang tidak benar, dia bisa terkena sanksi administratif. Kalau bohong dan mengarah ke tindak pidana korupsi, akan diselidiki, ujar Sigit.

Jika sudah ada indikasi tindak pidana korupsi, Komisi tidak akan mengumumkannya, untuk kepentingan penyelidikan. Kami diam-diam akan melakukan penyelidikan. OKTAMANDJAYA | TITO SIANIPAR | TARTO

Sumber: Koran tempo, 8 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan