Ada Anggaran Mencurigakan di Kementerian
BPK Berikan Opini Disclaimer pada Kemenkes-BNPB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer atau tidak menyatakan pendapat (TMP) pada laporan keuangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun anggaran 2009. Tidak hanya itu, BPK juga mencurigai adanya penyalahgunaan anggaran yang cukup besar di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Anggota BPK Rizal Djalil mengungkapkan, ada beberapa catatan dalam hasil audit laporan keuangan Kemenkes tahun lalu. Di antaranya, penggunaan anggaran Rp 1,2 triliun yang dicairkan untuk pembelian aset. ''Baik aset bergerak maupun tidak bergerak,'' ujarnya saat menyampaikan laporan di kantor Kemenko Kesra, Jakarta, kemarin (28/6).
Menurut dia, keabsahan anggaran tersebut tidak diyakini atau diragukan. Tidak hanya itu, BPK juga menemukan pengelolaan dana hibah Rp 500 miliar yang tidak sesuai mekanisme. Yang terakhir, BPK mencatat anggaran pengadaan obat dari Kemenkes senilai Rp 231 miliar yang juga meragukan. ''Katanya, obat tersebut disimpan di gudang rekanan,'' ucap Rizal.
Mantan anggota DPR itu menambahkan, tengara penyalahgunaan juga ditemukan pada Kemendiknas. Menurut dia, Kemendiknas tidak paham terhadap tahun anggaran. Meski tahun anggaran sudah tutup, Kemendiknas masih menyimpan uang Rp 80 miliar di bank. ''(Kasus) itu terjadi di Jawa Timur,'' ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, anggaran tersebut digunakan sesuai program kegiatan yang direncanakan. Namun, hingga akhir tahun, Kemendiknas tetap saja menyimpan di bank. ''Seharusnya semua dana sudah cair sebelum 31 Desember,'' paparnya.
Untuk menentukan ada atau tidaknya korupsi dalam laporan keuangan institusi di bawah koordinasi Kemenko Kesra, kata Rizal, BPK perlu menginvestigasi lebih dulu. Menurut dia, pemberian opini akan menjadi evaluasi terhadap laporan keuangan di tingkat lembaga/kementerian.
Jika ditemukan indikasi korupsi, ungkap dia, BPK akan melapor ke KPK agar ditindaklanjuti. Opini tersebut didasarkan ketentuan tertentu. Termasuk, kesesuaian penyajian, standar kepatutan UU, kecukupan pengungkapan laporan, serta efektivitas hasil laporan. ''Bukan sesuatu yang dirapatkan. Bergantung apa yang dibuat saja,'' terangnya.
BPK memberikan opini TMP kepada dua di antara 15 lembaga di bawah koordinasi Kemenko Kesra. Yakni, Kemenkes dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Enam lembaga/kementerian lain mendapat opini WDP (wajar dengan pengecualian). Tujuh lainnya mendapat opini WTP (wajar tanpa pengecualian), termasuk Kemenko Kesra, BKKBN, dan BPOM.
Mendiknas M. Nuh berjanji mengecek langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi Jatim. Hingga kemarin, pihaknya belum mengetahui program yang belum direalisasikan sehingga tersisa anggaran Rp 80 miliar di bank. ''Kami belum bisa mengatakan itu korupsi. Harus kami selidiki dulu,'' jelasnya. (nuq/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 29 Juni 2010
-------------
AUDIT BPK
Tak Jelas, Dana Ratusan Miliar di Kementerian Kesehatan
Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini berupa ”tidak memberikan pendapat” terhadap laporan keuangan Kementerian Kesehatan untuk tahun anggaran 2009. BPK menilai, pengelolaan dana ratusan miliar rupiah di Kementerian Kesehatan tidak jelas. Selain itu, BPK juga tidak dapat meyakini keabsahan pengelolaan aset senilai Rp 1,2 triliun di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Hal itu diungkapkan Anggota BPK Rizal Djalil seusai menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK untuk Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) di Jakarta, Senin (28/6). LHP diserahkan Rizal Djalil kepada Menteri Koordinator Kesra Agung Laksono.
Dari 15 lembaga dan Kementerian Koordinator Kesra, ada satu kementerian dan satu lembaga yang mendapat opini ”tidak memberikan pendapat” atau disclaimer dari BPK. ”Hanya dua yang disclaimer atau TMP (tidak memberikan opini). TMP itu, tingkat opini yang, menurut kami, jelek,” kata Rizal.
Kedua lembaga itu adalah Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan Kementerian Kesehatan mendapat opini TMP. Pertama, ”Khusus Kementerian Kesehatan, ada aset senilai Rp 1,2 triliun yang BPK tidak yakini keabsahannya,” kata Rizal.
Kedua, lanjut Rizal, terkait pengelolaan dana hibah senilai Rp 514 miliar di Kementerian Kesehatan yang tidak sesuai dengan mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketiga, pengadaan obat senilai Rp 213 miliar di Kementerian Kesehatan.
”BPK tidak dapat meyakini keberadaan obat tersebut karena disimpan di gudang rekanan,” kata Rizal. Selain itu, ada banyak rekomendasi dari BPK yang tidak ditindaklanjuti Kementerian Kesehatan sehingga kementerian itu mendapat opini TMP.
Terhadap Kementerian Koordinator Kesra sendiri, menurut Rizal, BPK menilai Kementerian Koordinator Kesra cukup baik dengan opini ”wajar tanpa pengecualian” (WTP). Ia menambahkan, opini WTP yang disampaikan BPK tidak menjamin tidak ada atau tidak terjadinya penyimpangan keuangan negara.
Audit investigasi
Terkait penilaian disclaimer terhadap Kementerian Kesehatan, Rizal menjelaskan, untuk menentukan ada atau tidak ada korupsi, BPK harus melakukan audit investigasi.
”Yang sekarang dilakukan adalah audit atau pemeriksaan terhadap laporan keuangan untuk memberikan opini,” katanya.
Sementara itu, Agung Laksono menyayangkan pengelolaan dana di Kementerian Kesehatan yang mendapat opini disclaimer dari BPK. Ia menambahkan, BPK memang perlu memberikan bimbingan atau pembinaan dalam membuat laporan keuangan kepada kementerian teknis.
Akan tetapi, lanjut Agung, jika ada indikasi penyimpangan atau tindak pidana, penyimpangan tentu harus tetap diusut. ”Kalau ada indikasi pidana, harus diproses,” katanya. (FER)
Sumber: Kompas, 29 Juni 2010