Ada Aparat Cenderung Main Penjara
Penjara masih menjadi penyelesaian hukum yang utama di negeri ini. Orang yang terlibat dalam masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan dengan mediasi cenderung langsung ditahan. Akibatnya, narapidana di Indonesia melebihi kapasitas penjara. Selain itu, ada narapidana yang harus sudah bebas, tetapi tetap dipenjara.
”Aparat biasanya yang penting tangkap dulu (tahan dan baru diproses). Padahal, tidak boleh begitu,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Patrialis Akbar dalam acara pe- resmian Pusat Pelayanan Hukum dan HAM (Law and Human Rights Center) Provinsi Bali, Jumat (29/4) di Denpasar.
Patrialis mengatakan, wajar apabila kemudian penjara di Indonesia sangat melebihi kapasitas. Saat ini ada sekitar 135.000 narapidana, sedangkan kapasitas penjara hanya 90.000 narapidana, atau ada sekitar 45.000 narapidana yang melebihi kapasitas. Dari kelebihan itu, Kementerian Hukum dan HAM baru dapat menangani sebanyak 10.000 narapidana.
”Sebagai contoh, ada penjara yang berkapasitas 350 orang, tetapi dihuni 1.300 orang,” kata Patrialis. Penghuni penjara yang ada beberapa di antaranya merupakan anak-anak di bawah umur yang seharusnya belum dipenjarakan.
Selain itu, narapidana pun bisa menghuni penjara melebihi masa hukumannya. Patrialis mencontohkan, di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, ada warga negara asing yang masih menghuni penjara meski hukumannya habis tiga tahun sebelumnya.
”Pihak LP beralasan belum menerima turunan putusan, dan setelah kami cek, betul napi itu sudah harus bebas tiga tahun lalu,” kata Patrialis. (DEN/ANA)
Sumber: Kompas, 30 April 2011