Adik Widjanarko Juga Dipenjara; Kasus Gratifikasi Impor Beras
Adik mantan Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, Widjokongko Puspoyo, dijebloskan ke Rutan Kejaksaan Agung. Penahanan dilakukan setelah Widjo -panggilan Widjokongko- menjalani pemeriksaan 11 jam sebagai tersangka kasus gratifikasi (penerimaan hadiah) terkait impor beras asal Vietnam pada 2002-2005.
Widjo keluar dari ruang pemeriksaan di lantai III Gedung Bundar sekitar pukul 19.45. Dia dikawal ketat oleh petugas keamanan dalam (Kamdal) Kejagung. Widjo didampingi pengacara Bonaran Situmeang dan Teguh Samudra.
Widjo yang mengenakan setelan kemeja putih dipadu dasi merah itu memilih bungkam ketika dicecar wartawan. Para wartawan terus mengejar hingga mantan direktur keuangan PT Jamsostek itu masuk ke Toyota Kijang bernopol B 7032 BS. Dua jaksa, Andi Darmawangsa dan Kuntadi, mengantar Widjo ke rutan.
Plt JAM Pidana Khusus (Pidsus) Hendarman Supandji mengatakan, jaksa agung menyetujui usul tim penyidik untuk menahan Widjo. Penahanan didasarkan pasal 21 KUHP yang memenuhi persyaratan objektif dan subjektif, kata Hendarman ketika ditanya alasan penahanan kemarin.
Dalam pasal tersebut, tersangka dapat ditahan untuk menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan pidana, dan melarikan diri. Selama tahap penyidikan, Widjo ditahan 20 hari.
Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi menambahkan, Widjo sengaja tidak dikumpulkan dengan Widjan -panggilan Widjanarko- agar tidak terjadi kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengganggu proses penyidikan. Karena itu, Widjo ditahan di Rutan Kejagung, jelas Salman. Widjan sebelumnya dititipkan sebagai tahanan di Lapas Cipinang terkait kasus korupsi impor sapi fiktif dari Australia Rp 11 miliar.
Ditanya peran Widjo dalam kasus impor beras, Hendarman menolak menyebutkan. Lihat saja nanti dalam persidangan, kata Hendarman. Yang pasti, Widjo dijerat dengan pasal-pasal gratifikasi, yaitu Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 Undang-Undang 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Ancamannya di atas lima tahun penjara.
Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim juga menolak membeberkan. Dia beralasan, peran Widjo belum dapat diungkapkan sebagai strategi penyidikan.
Secara terpisah, pengacara Widjo, Bonaran Situmeang, mempertanyakan alasan penahanan kliennya. Ini tidak betul, tegas Bonaran. Sebab, sejauh ini, Widjo dianggap kooperatif mengikuti proses penyidikan. Bahkan, dia bersedia diperiksa seluruh asetnya, termasuk duit yang tersimpan di beberapa rekeningnya.
Selain itu, lanjut Bonaran, peran Widjo tidak signifikan dalam kasus impor beras. Dalam kasus gratifikasi, menurut dia, biasanya yang menjadi tersangka adalah pegawai negeri sipil (PNS). Dia (Widjo) dijerat pasal 11, pegawai negeri menerima hadiah. Nah, yang kami tanya, apakah Pak Widjo itu PNS atau tidak, ujar Bonaran dengan nada bertanya. Tim pengacara akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan Widjo hari ini.
Soal materi pemeriksaan, Bonaran mengatakan, kliennya ditanya seputar perannya memfasilitasi pinjaman Winda Nindyati, anak Widjan, senilai USD 3 juta kepada PT Ardent Bridge Investment (ABI). Ini hanya pinjaman, kata Bonaran. Sebelumnya, PT ABI yang dipimpin Widjo disebut-sebut menerima aliran dana USD 1,555 juta dari rekanan Bulog dalam impor beras, Vietnam Southern Food Corporation (VSFC).
Tersangka Baru
Selain Widjo dan Widjan, tim penyidik menyiapkan calon tersangka terkait kasus korupsi baru di Bulog yang saat ini disidik kejaksaan. Hendarman mengatakan telah menugasi Salim untuk membuat surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut. Dia menolak menyebut kasusnya, tetapi terkait pengembangan kasus pengadaan alat pengering gabah di Jember, Jawa Timur.
Ditanya siapa calon tersangkanya, Hendarman menolak menjawab. Demikian pula ketika ditanya apakah melibatkan pejabat aktif Bulog atau berasal dari Bank Bukopin. Siapa dia (tersangkanya), lihat saja nanti, jawab Hendarman. Yang pasti, Kejagung menangani kasus tersebut karena locus delicti (lokasi kejadian perkara)-nya melibatkan pejabat di Jakarta, meski objek perkaranya di Jember.
Menurut Hendarman, Kejagung telah meminta Kepala Kejati Jawa Timur Marwan Effendy untuk membuat pendapat hukum (legal opinion) adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.
Salim menambahkan, penetapan calon tersangka terkait penyidikan kasus pengadaan mesin pengering padi yang dibiayai salah satu bank yang berpusat di Jakarta.
Ditanya apakah melibatkan pejabat Bank Bukopin, Salim menolak menjawab. Lihat saja nanti, kata Salim. Tim penyidik baru akan membuat sprindik dan mengumumkan calon tersangkanya pagi ini.
Sementara itu, Widjan terancam terseret kasus kelima. Widjan disebut-sebut terlibat dalam kasus pengadaan alat pengering gabah senilai Rp 62 miliar. Pengadaan itu tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan pada 2004.
Selain Widjanarko, kasus tersebut juga melibatkan Dirut Utama PT Agung Pratama Lestari (APL) Gunawan. Widjan dan Gunawan merupakan pihak yang menandatangani kontrak pengadaan alat pengering gabah di beberapa wilayah di Pulau Jawa, Bali, dan Sulsel.
Tim penyidik Kejati Jawa Timur didampingi Kepala Kejati Jawa Timur Marwan Effendy menggelar ekspose di depan Hendarman dan Salim. Tim penyidik juga memeriksa Widjan di selnya, Lapas Cipinang, terkait kasus tersebut.
Seusai menggelar ekspose, Marwan mengatakan, Widjan dan Gunawan terlibat dalam penandatanganan kontrak pengadaan alat pengering gabah tersebut. Kasus itu awalnya ditemukan Kejati Jawa Timur. Kami telah menetapkan beberapa tersangka, bahkan menahannya. Nah, sekarang pengembangannya ditindaklanjuti Kejagung, kata Marwan.
Kejagung menangani kasus tersebut karena locus delicti pencairan dana pengadaannya dilaksanakan di Jakarta, tepatnya di Kantor Pusat Bulog. Sedangkan yang mendanai pengadaan alat pengering tersebut adalah Bank Bukopin.
Menurut Marwan, tim penyidik Kejati Jawa Timur telah menetapkan Mucharor (kepala Kantor Bulog Jember) dan Gunawan (bos PT Agung Pratama Lestari/APL) sebagai tersangka. Dari hasil penyidikan, Mucharor diduga juga terlibat kasus pengadaan alat pengering gabah fiktif dan menerima upeti terkait pengadaan alat tersebut. Dia terima komisi dari Gunawan, jelas Marwan.
Marwan juga mengulas peran Widjan. Dia mengatakan, Widjan sebagai Dirut Perum Bulog menandatangani kontrak kerja dengan PT APL dengan Bulog. Widjan juga terlibat dalam penentuan kuota pengadaan gabah kering, jelas Marwan. Meski demikian, Kejati Jawa Timur belum menentukan Widjan sebagai tersangka, tetapi masih sebatas saksi.
Sebelumnya, Widjan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus impor sapi fiktif dan gratifikasi impor beras. Dia kini mendekam di Lapas Cipinang. Selain dua kasus tersebut, Widjan disebut-sebut terlibat banyak kasus korupsi semasa memimpin Perum Bulog. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 4 Mei 2007