Ahli: Rekaman Telepon Urip Asli

Ahli akustik Institut Teknologi Bandung, Joko Sarwono, memastikan rekaman pembicaraan yang diperdengarkan dalam persidangan merupakan suara asli jaksa Urip Tri Gunawan

Pembuktian ini dilakukan dengan membandingkan sampel rekaman suara Urip saat pemeriksaan penyidikan selama delapan jam dengan hasil rekaman pembicaraan telepon Urip dan Artalyta Suryani, terdakwa pemberi suap US$ 600 ribu. "Sampel yang diambil berupa tekanan suara 15 kata yang sama dari Saudara Urip," ujar Joko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.

Menurut Joko, memang ada perbedaan frekuensi antara rekaman suara pada saat penyidikan yang diambil melalui video dan rekaman suara yang diambil saat pembicaraan di telepon. Namun, peneliti sudah mengantisipasi faktor di luar rekaman, seperti emosi yang dapat mempengaruhi frekuensi suara orang yang diteliti. Caranya dengan menurunkan frekuensi dua suara menjadi satu frekuensi yang sama.

"Dalam rekaman pembicaraan telepon, frekuensi suaranya 8.000. Sedangkan di video, 48 ribu. Bagaimana cara membandingkannya?" kata ketua majelis hakim Teguh Hariyanto kepada Joko. Dia menjawab, dengan menurunkan jumlah frekuensi menjadi sama, atau disebut metode down sampling.

Saksi ahli lain yang dihadirkan juga membenarkan keaslian sadapan telepon Urip. Menurut General Manager IT dan Revenue Operation Telkomsel, Rahmat Budianto, pembicaraan disadap melalui call detail record (CDR) dari masing-masing nomor kartu telepon dan sinyal di beberapa wilayah base transporter system. "Hasil CDR menyatakan bahwa nomor 081337130300 atas nama Urip dan nomor 08111906179 serta nomor 081162001 atas nama Artalyta," ujarnya.

Urip memprotes pernyataan Rahmat. Dia menanyakan bagaimana bisa teknologi menerjemahkan kata-kata yang diucapkannya saat berbicara di telepon dengan yang ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP). "Apakah teknologi bisa menerjemahkan salah satu pembicaraan saya dengan teman yang menyatakan kata-kata cepek menjadi seratus juta rupiah dalam BAP? Apakah ini fakta?" kata Urip. CHETA NILAWATY

Sumber: Koran Tempo, 8 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan