Aktivis Gugat Penghilangan Ayat Tembakau
Pengembalian ayat dianggap tidak cukup.
Kalangan pegiat antitembakau menilai kasus penghilangan ayat soal tembakau pada Undang-Undang Kesehatan merupakan kejahatan sistematis yang direncanakan. Karena itu, mereka mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, ayat tembakau tidak mungkin hilang dengan sendirinya dari naskah Undang-Undang Kesehatan. "Itu pasti disengaja," kata Tulus di Jakarta kemarin.
Para aktivis juga yakin, pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghilangan ayat tersebut bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena telah menggelapkan dokumen negara.
Tanpa pengaduan masyarakat sekalipun, menurut para aktivis, kepolisian sebenarnya bisa langsung mengusut penghilangan ayat tersebut. “Itu termasuk delik umum,” kata Tulus.
Tulus menduga, sejumlah pengusaha punya peran dalam penghilangan ayat tembakau itu. Indikasinya, sebelum undang-undang disahkan, sejumlah pengusaha menyatakan keberatan terhadap ayat tersebut. Menurut mereka, penggolongan tembakau sebagai zat adiktif bakal menjadi pukulan berat bagi petani tembakau. “Cara yang ditempuh (oleh mereka) dengan menggunting ayat,” kata Tulus.
Undang-Undang Kesehatan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pertengahan bulan lalu. Ayat 2 pasal 113 yang mengatur zat adiktif, termasuk tembakau, hilang setelah undang-undang tersebut disahkan.
Ayat yang hilang berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya".
Ketua Komisi Kesehatan DPR periode lalu, Umar Wahid, mengakui telah terjadi salah paham di komisinya. Wacana menghilangkan ayat tembakau dianggap sebagai keputusan komisi.
Namun, penasihat hukum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Tubagus H. Karbyanto, menilai penghilangan ayat tembakau tak mungkin terjadi hanya karena miskomunikasi. "Tidak mungkin tak disengaja, karena saat diketuk (disahkan) masih tiga ayat," kata Tubagus.
Setelah disahkan DPR, sebuah undang-undang diserahkan kepada Sekretariat Negara untuk diteken presiden. Selanjutnya, Sekretariat Negara menyerahkan naskah undang-undang tersebut kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diberi nomor, dicatat dalam lembaran negara, dan diumumkan kepada masyarakat. Karena itu, Tubagus mendesak DPR dan Sekretariat Negara segera membuat klarifikasi soal letak kesalahan dan siapa yang bertanggung jawab. “Tapi jangan sampai mencari-cari kambing hitam,” ujar Tubagus.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan, juga mendesak aparat penegak hukum segera mengungkap pelaku penghilangan ayat tersebut. "Siapa mafia di balik ini harus terungkap," kata dia.
Kalaupun ayat tersebut dikembalikan, kalangan aktivis antitembakau tetap akan memperkarakan kasus ini. Soalnya, menurut mereka, kejahatan serupa berpotensi terjadi pada undang-undang lainnya. “Penghilangan ayat merupakan pengkhianatan kepada rakyat,” kata Tulus.Aqida Swamurti
Sumber: Koran Tempo, 13 Oktober 2009