Ali Mazi Ingin Menjabat Gubernur Sultra Lagi

Ali Mazi memendam impian bisa kembali memimpin Sulawesi Tenggara (Sultra). Buktinya, selang sehari setelah dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat, mantan terdakwa korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton Rp 1,9 triliun tersebut meminta agar Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mencabut status nonaktif jabatan dirinya sebagai gubernur Sultra.

Saya minta hak-hak sebagai gubernur (aktif) dikembalikan lagi. Kalau tetap dinonaktifkan, saya bisa-bisa tercatat di Muri sebagai gubernur nonaktif terlama di Indonesia, kata Ali yang ditemui di kawasan Senayan kemarin.

Menurut dia, penyerahan jabatan gubernur kepada Plt Gubernur Yusran A. Silondae bersifat sementara, yakni selama dirinya duduk sebagai terdakwa dalam kasus Hilton. Nah, begitu persidangan selesai dan palu hakim membebaskan dirinya, praktis jabatan gubernur harus diaktifkan kembali. Saya kan sudah dinyatakan tidak bersalah, tegas pria berperawakan tambun tersebut.

Ali menegaskan, dirinya segera menemui pejabat di Depdagri untuk mengklarifikasi status jabatan nonaktifnya. Saya hanya butuh sebuah surat keterangan bahwa saya boleh lagi memimpin Sultra, jelasnya.

Menurut dia, pihaknya tidak perlu menunggu keluarnya putusan berkekuatan hukum tetap atas permintaan pengaktifan jabatan gubernur. Sebab, dalam putusan PN Jakarta Pusat disebutkan, putusan bebas murni membawa konsekuensi merehabilitasi nama baiknya dan pengembalian hak-hak yang hilang akibat kasus tersebut. Proses kasasinya silakan berjalan. Sebaliknya, saya juga harus memperoleh hak-hak yang hilang akibat proses hukum, ungkap mantan pengacara PT Indobuildco tersebut.

Ali menjajaki upaya hukum melalui PTUN, jika Depdagri mengabaikan pengaktifkan kembali jabatannya. Pemerintah pusat seharusnya menghormati putusan pengadilan yang membebaskan dirinya. Depdagri juga tidak bisa mengabaikan fakta MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan bahwa peristiwa perpanjangan HGB tidak berkaitan dengan jabatan gubernur, jelasnya.

Di tempat terpisah, Sekretaris JAM Pidana Khusus (Sesjampidsus) Kemas Yahya Rahman menuturkan, kejaksaan tetap mempertanyakan putusan bebas Ali Mazi dan Pontjo Sutowo. Sebab, majelis hakim mengabaikan semua fakta adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian negara. Itu jelas aneh. Apalagi, proses permohonan hak atas tanahnya menyalahi prosedur, tegasnya.(agm/ein)

Sumber: Jawa Pos, 14 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan