Ali Mazi - Pontjo Bebas, Jaksa Kasasi; Kasus Korupsi HGB Hotel Hilton
Dua terdakwa kasus dugaan korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton divonis bebas. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan, Ali Mazi dan Pontjo Sutowo tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum seperti dakwaan primer jaksa.
Para pendukung dan keluarga kedua terdakwa langsung histeris mendengar putusan majelis hakim yang dipimpin Andriyani Nurdin tersebut. Ali Mazi maupun Pontjo tampak terharu ketika beberapa pendukungnya mengucapkan selamat kepada mereka.
Saya puas dengan keputusan hakim. Allah Mahaadil, alhamdulillah, ucap Ali Mazi usai sidang kemarin.
Selain memvonis bebas, hakim memerintahkan agar hak-hak kedua terdakwa dipulihkan. Sesuai putusan itu, otomatis jabatan gubernur Sultra tak lepas dari genggamannya.
Senyum juga terlihat dari wajah Pontjo. Alhamdulillah, ucap direktur PT Indobuildco itu.
Menurut anggota majelis hakim Heru Purnomo, Ali Mazi sebagai pihak yang diberi kuasa oleh PT Indobuildco untuk memperpanjang HGB No 26 dan 27/Gelora, lokasi berdirinya Hotel Hilton, dalam melaksanakan tugas tidak melawan hukum.
Heru menambahkan, Ali Mazi telah melayangkan surat kepada Mensesneg cq kepala Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) -saat itu dijabat Ali Rahman. Ali Mazi yang dalam kapasitasnya sebagi advokat selalu mewakili kliennya dalam negosiasi dengan pihak BPGS. Meskipun, pada 10 Januari 2000, kedua terdakwa langsung mengajukan perpanjangan HGB ke Badan Pertanahan Nasional tanpa sepengetahuan BPGS.
Padahal, sesuai Keppres No 4 tahun 1984 tentang BPGS, tanah tempat Hotel Hilton itu dikembalikan ke negara dengan status hak pengelolaan lahan (HPL) yang dipegang BPGS. Konsekuensinya, pengajuan atau perpanjangan HGB harus seizin pemilik HPL.
Karena Ali Mazi sebagai pemegang kuasa tak dipersalahkan, si pemberi kuasa secara otomastis juga dibebaskan dari dakwaan primer karena dianggap tak memenuhi unsur melawan hukum. Tidak adanya negosiasi harus dilihat sebagai ketidaksepahaman antara BPGS dan PT Indobuildco, bukan bentuk iktikad tidak baik dari terdakwa, ujar Heru, diikuti sorak sorai pengunjung sidang.
Apalagi, tambah dia, JPU (jaksa penuntut umum) tak bisa membuktikan dalam persidangan bahwa terdakwa memengaruhi pejabat BPN untuk menyetujui perpanjangan HGB tersebut. Dalam pertimbangannya, majelis hakim tak merasa perlu untuk mempertimbangkan unsur yang lain, yakni memperkaya diri sendiri atau koorporasi dan merugikan keuangan negara.
Unsur melakukan perbuatan secara melawan hukum merupakan delik inti dalam dakwaan primer sehingga tak perlu dipertimbangkan unsur yang lain, ujarnya dalam persidangan yang digelar di lantai II Gedung PN Jakpus tersebut.
Demikian pula dakwaan subsider, yakni pasal 3 UU Antikorupsi. Majelis hakim hanya mempertimbangkan delik inti, yaitu menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Heru menambahkan, pasal tersebut merujuk kepada pejabat atau penyelenggara negara. Terdakwa sebagai advokat tidak termasuk dalam kategori pejabat atau penyelenggara negara, maka tidak memenuhi unsur dakwaan subsider, ujarnya.
Demikian pula Pontjo, yang kedudukannya sebagai pengusaha. Majelis hakim sepakat atas pembelaan dari kuasa hukum terdakwa I (Ali Mazi) dan terdakwa II (Pontjo) yang mengatakan bahwa unsur menyalahgunakan kewenangan dalam dakwaan subsider tidak terpenuhi, tambah Heru. Sebelum membacakan vonis itu, ketua majelis meminta dua terdakwa untuk berdiri saat putusan dibacakan.
Jaksa Kasasi
Menanggapi putusan majelis hakim, JPU langsung menyatakan kasasi. Tanpa mengurangi rasa hormat atas putusan majelis, kami menyatakan kasasi, ujar Koordinator JPU Ali Mukartono.
Menurut anggota majelis hakim Moefri, majelis hakim tak mempertimbangkan impunitas advokat yang diatur dalam 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Selain itu, eksepsi pihak terdakwa yang mempermasalahkan majelis hakim yang memeriksa perkara pidana tanpa menunggu putusan perdata kasus tersebut sampai berkekuatan hukum tetap (in kracht). Tren pre-judice dilakukan untuk mengulur-ulur proses persidangan perkara pidana, ujar Moefri.
Ditemui usai persidangan, Ali Mukartono mengungkapkan bahwa pihaknya menilai pertimbangan hakim tak lengkap. Namun, ketika akan menjelaskan maksudnya, Ali telanjur terseret arus pendukung yang sedang ribut dengan wartawan sampai ke luar ruangan.
Menurut JPU Hedrizal Husin, pihaknya menilai majelis hakim belum melakukan penilaian soal keabsahan HGB tersebut. Tanpa perjanjian atau negosiasi (dengan pihak BPGS, Red), HGB itu tidak sah. Itu yang akan kami ajukan dalam kasasi, tambahnya. JPU jelas menyesali putusan hakim. Pasalnya, dalam tuntutannya, dua terdakwa tersebut dituntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU menilai, dua terdakwa telah memperpanjang HGB tanpa memperoleh izin dari pemilik HPL, yakni BPGS. Hal itu melanggar pasal 4 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Selain itu, kedua terdakwa telah menjaminkan HGB Hotel Hiton No 26 dan No 27 kepada Bangkok Bank untuk mendapatkan pinjaman USD 216 juta. Dari penjaminan tersebut, Pontjo Sutowo bisa mereguk untung. Keuntungan itu terus didapat saat HGB Hilton diperpanjang.
Dari gedung Kejagung, Jaksa Agung Hendarman Supandji kecewa berat atas putusan bebas Ali Mazi dan Pontjo. Dia memerintah tim jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi atas putusan bebas tersebut. Dari laporan yang diterima, beliau (jaksa agung) amat kecewa, kata Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi usai menghadap jaksa agung di ruang kerjanya kemarin.
Salman mengatakan, majelis hakim tidak secara utuh membahas materi tuntutan. Majelis dinilai hanya menyinggung peran Ali Mazi dan Pontjo selaku pemohon hak atas tanah sehingga tidak membahas aspek perbuatan melawan hukum.
Padahal, dalam proses pembuktian, ada syarat-syarat (permohonan hak atas tanah) yang dilanggar para terdakwa, jelas Salman. (ein/agm)
Sumber: Jawa Pos, 13 Juni 2007
--------------
Vonis Bebas untuk Ponco Dipertanyakan
Ada dua kerugian negara yang nyata.
Vonis bebas untuk Pontjo Sutowo dan Ali Mazi dalam sidang dugaan korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin dipertanyakan. Tampaknya proses hukum ini terbalik, kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, kemarin.
Seharusnya, kata Rudy, sebelum memvonis bebas Pontjo dan Ali, hakim terlebih dulu memutuskan nasib dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Robert Lumempauw dan mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Jakarta Pusat Ronny Kusuma Yudhistiro.
Vonis kedua pejabat itu penting untuk memudahkan pembuktian adanya kerugian negara dalam kasus itu karena Robert dan Ronny adalah pejabat negara. Sedangkan dua orang ini (Ali dan Pontjo ) kan orang yang turut serta, ujar Rudy.
Presiden Direktur PT Indobuildco, pengelola Hotel Hilton, Pontjo Sutowo, dan pengacaranya, Ali Mazi, bebas karena dinilai tak melakukan korupsi. Padahal jaksa mendakwa Pontjo dan Ali melakukan korupsi dalam perpanjangan HGB Hilton yang diberikan pada 1973 dan habis pada 2003.
HGB itu diperpanjang oleh BPN pada 2003, meski Sekretariat Negara sebagai pengelola sah lahan itu belum mengeluarkan izin perpanjangan. Pontjo mengagunkan tanah tersebut untuk mendapat kredit dari Bangkok Bank. Inilah yang membuat Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menduga adanya korupsi oleh aparat BPN dan para terdakwa.
Menurut majelis hakim, jaksa tidak menguraikan dan mengungkap upaya kedua terdakwa mempengaruhi pihak BPN guna mengabulkan perpanjangan HGB tersebut. Terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, kata ketua majelis hakim Andriani Nurdin.
Kedua terdakwa menyambut gembira vonis hakim itu. Alhamdulillah, ternyata hukum masih berdiri tegak di negeri ini, ujar Bonaran Situmeang menirukan kliennya, Ali Mazi.
Pontjo hanya mengucapkan, Alhamdulillah. Ia menolak berkomentar lebih panjang.
Namun, jaksa penuntut umum Hendrizal akan mengajukan kasasi. Alasan jaksa, majelis hakim belum masuk materi dakwaan, yakni sah-tidaknya perpanjangan HGB Nomor 26 dan 27 tersebut. Hakim belum mempertimbangkan pokok perkaranya, kata Hendrizal.
Hakim tampaknya juga tidak mempertimbangkan adanya unsur kerugian negara seperti yang pernah disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra di persidangan saat dia masih menjadi Menteri-Sekretaris Negara. Saya bilang ada dua kerugian negara yang nyata, ujar Yusril.
Kerugian itu, menurut Yusril, adalah tidak adanya kontribusi awal dan tahunan kepada negara setelah HGB diberikan kepada Indobuildco. Kedua, kalau nanti Pontjo gagal melunasi utangnya, tanah yang diagunkan itu akan menjadi milik bank. Tanah itu bisa disita dan di situ negara rugi Rp 1,9 triliun, kata Yusril.
Indonesia Corruption Watch (ICW) justru mempertanyakan dakwaan yang dibuat jaksa. Menurut Ketua Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho, dakwaan yang dibuat jaksa kurang kuat.
Kedua terdakwa, kata Emerson, semestinya bisa dijerat dengan pasal berlapis, misalnya dengan dakwaan dugaan penyuapan supaya HGB Nomor 26 dan 27 itu bisa diperpanjang. RINI KUSTIANI | FANNY FEBIANA
_____________________________________________________
Ruwetnya Tanah Senayan
Mestinya hak guna bangunan HGB) Indobuildco milik Pontjo Sutowo untuk Hotel Hilton (sekarang The Sultan) berakhir 2003. Tapi, lewat jalan berbelit, HGB bisa diperpanjang 20 tahun lagi. Perpanjangan HGB ini dipermasalahkan. Sidang bagi Pontjo dan Ali Mazi, Gubernur Sulawesi Tenggara yang dinonaktifkan, agar bisa diadili, berakhir dengan kebebasan mereka kemarin. Vonis lainnya bagi dua pejabat kantor pertanahan masih ditunggu.
Dakwaan
Negara dirugikan Rp 1,936 triliun karena HGB di lahan Hotel Hilton (sekarang bernama The Sultan) diperpanjang oleh Indobuildco.
Tersangka
# Pontjo Sutowo
Direktur Utama Indobuildco
Vonis bebas
# Ali Mazi
Kuasa hukum Indobuildco, Gubernur Sulawesi Tenggara tidak aktif.
Vonis bebas
# Robert J. Lumempow
Kepala Kantor Wilayah Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis
# Ronny Kusuma Yudistiro
Bekas Kepala Kantor Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis
Keputusan Penuh Tanda Tanya
1Terbalik
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, menyebut proses hukum terbalik. Mestinya, Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yudistiro divonis terlebih dulu. Jika keduanya bersalah, Pontjo dan Ali Mazi bisa terkena pasal ikut serta dalam Undang-Undang Antikorupsi.
2. Kerugian Negara
Menurut mantan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, negara dirugikan dua kali. Pertama, tidak adanya uang sewa kepada negara. Kedua, bila nanti Pontjo gagal melunasi utangnya, tanah Senayan yang diagunkan itu akan menjadi milik bank. Negara bisa rugi Rp 1,9 triliun.
Perjalanan Menguasai Tanah
1959-1961
Pemerintah membebaskan tanah Senayan untuk kompleks olahraga. Pengelolaan dilakukan Yayasan Bung Karno, Orde Baru mengubah namanya menjadi Yayasan Gelora Senayan.
1971
Gubernur Jakarta Ali Sadikin memberi HGB di tanah itu selama 30 tahun kepada PT Indobuildco untuk membuat hotel. Indobuildco membayar US$ 1,5 juta kepada pemerintah, dicicil setiap tahun US$ 50 ribu.
1973
Indobuilco membuat sertifikat HGB, berlaku 30 tahun dan kedaluwarsa pada 2003.
1984
Pengelolaan kompleks Senayan ditangani Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelora Senayan.
1999
# 3 Juni
Ali Mazi mendapat kuasa dari Pontjo Sutowo mengurus perpanjangan HGB yang dimiliki Indobuildco.
# 14 Oktober
Muladi sudah membuat surat rekomendasi, tapi berubah pikiran sehingga hanya diarsip.
# 8 November
Ali Mazi, yang dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, menanyakan surat rekomendasi kepada pengganti Muladi, Ali Rahman. Ali Rahman memberi tanggal pada arsip Muladi yang dulu tak dikirim dan memberikannya kepada Ali Mazi.
2002
Ronny Kusuma Yudistiro, pengganti Achmad Ronny, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Robert J. Lumempow agar memberikan perpanjangan HGB kepada Indobuildco selama 20 tahun. Sertifikat HGB pun keluar, meski Sekretariat Negara belum memberi izin.
2006
# September
Kasus perpanjangan HGB Hilton masuk pengadilan.
2007
# 12 Juni
Pengadilan memvonis bebas Pontjo Sutowo dan Ali Mazi. Adapun Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yushistiro belum divonis.
NASKAH: NURKHOIRI | RINI KUSTIANI | SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 13 Juni 2007
----------
Ali Mazi Tak Bisa Langsung Menjabat Gubernur
Pemerintah mesti mengkaji dulu sebelum membuat keputusan, katanya.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara Kadir Ole mengatakan, meski majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas Ali Mazi, tak serta-merta status nonaktifnya sebagai Gubernur Kalimantan Tenggara bisa dicabut. Jaksa masih mengajukan permohonan kasasi, katanya kemarin, sehingga status hukum Ali Mazi tetap terdakwa.
Menurut Nur Alam, anggota Dewan dari Partai Amanat Nasional, pemerintah pusat tak akan secepat itu mengaktifkan kembali Ali Mazi selaku gubernur. Pemerintah mesti mengkaji dulu sebelum membuat keputusan, katanya.
Namun, anggota Dewan dari Partai Golkar, Hermanto, mendesak pemerintah pusat segera mencabut status nonaktif Ali Mazi. Dengan vonis bebas murni, pemerintah pusat harus mencabut status nonaktif Pak Ali Mazi sebagai gubernur, ujarnya.
Menurut dia, desakan segera mengaktifkan kembali Ali Mazi semata-mata untuk mengefektifkan kembali kerja-kerja pemerintahan. Berlarut-larutnya penetapan pejabat bupati di dua kabupaten yang baru dimekarkan, yakni Buton Utara dan Konawe Utara, kata dia, merupakan dua pekerjaan pemerintah daerah yang harus diselesaikan segera.
Pendapat yang sama disampaikan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Hino Hiohanis. Jika tak segera diselesaikan, katanya, Tak tertutup kemungkinan akan terjadi konflik antara kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap sikap anggota Dewan.
Ali Mazi diberhentikan sementara dari jabatan sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 45/SJ/2006 pada November 2006 berkaitan dengan dugaan korupsi kasus perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton. Hakim membebaskannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.
Juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, menyatakan belum melihat hasil putusan bebas itu. Karena itu, menurut dia, Presiden belum bisa memutuskan apakah Ali Mazi akan otomatis memangku jabatannya kembali. Kami tunggu salinan putusannya, kata Andi.
Menurut dia, untuk mengaktifkan kembali jabatan seseorang yang terlibat kasus, biasanya salinan putusan dikirim oleh Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Presiden, kata dia, perlu meminta pertimbangan mereka dulu.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Deny Indrayana, menyatakan pengaktifan Ali Mazi mestinya menunggu kekuatan hukum tetap. Dia tidak bisa langsung aktif, ujar Deny kepada Tempo kemarin.
Menurut Deny, jika jaksa menyatakan kasasi, pengaktifan Ali Mazi harus menunggu hasil sidang berikutnya. Kalau hasil sidang di Mahkamah Agung menyatakan bebas, Ali Mazi baru bisa diaktifkan kembali menjadi gubernur, katanya. DEDY KURNIAWAN | MUHAMMAD NUR ROCHMI
Sumber: Koran Tempo, 13 Juni 2007