Alih Fungsi Hutan Lindung di Bintan Diminta Dibatalkan
Pejabat-pejabat yang ikut memberi rekomendasi harus diusut.
Pejabat-pejabat yang ikut memberi rekomendasi harus diusut.
Sejumlah kalangan mendesak Departemen Kehutanan membatalkan proses alih fungsi hutan lindung seluas 6,8 ribu hektare di Pulau Bintan.
Proses alih fungsi ini diduga terkait dengan praktek suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Al-Amin Nasution, dan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Azirwan.
Manajer Kampanye Kehutanan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Rully Syumanda mengatakan pemberian izin alih fungsi yang saat ini masih digodok Departemen Kehutanan harus dihentikan. Sebab, praktek suap itu menunjukkan adanya proses yang bermasalah. Departemen Kehutanan harus membatalkannya, katanya kepada Tempo kemarin.
Selain itu, dia melanjutkan, temuan praktek suap itu bisa dijadikan pintu masuk untuk mengungkap lebih dalam kasus tersebut. Artinya, Pejabat-pejabat yang ikut memberi rekomendasi harus diusut, kata Rully.
Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi juga mendesak pengusutan hingga tuntas kasus ini. Dia mensinyalir sudah lama praktek suap berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan lindung tercium. Kasus Al-Amin ini hanya salah satu bukti, kata Elfian.
Kasus ini sekaligus membuktikan bahwa lembaga legislatif tidak mampu menjadi benteng bagi penyelamat lingkungan.
Anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Suswono, mengaku tidak mengetahui adanya transaksi suap dalam rekomendasi pelepasan hutan lindung. Menurut dia, rekomendasi pelepasan lahan itu diberikan Komisi Kehutanan DPR kepada Menteri Kehutanan M.S. Kaban pada rapat kerja yang berlangsung 8 Maret lalu.
Tapi saya tidak tahu apakah tertangkap tangannya salah satu anggota Komisi beberapa jam kemudian adalah bagian dari proses itu, katanya.
Suswono memastikan rekomendasi dari komisinya untuk pelepasan kawasan hutan lindung telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dia menambahkan, rekomendasi yang diberikan komisinya berdasarkan kajian tim terpadu yang independen.
Soal permintaan pembatalan itu, Suswono mengatakan sepenuhnya bergantung pada Departemen Kehutanan sebagai pihak yang akan menerbitkan keputusan pelepasan lahan. Silakan Menteri Kehutanan melihat lagi, katanya.
Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Departemen Kehutanan Dwi Sudharto memastikan pelepasan kawasan hutan untuk menjadi wilayah pembangunan Ibu Kota Bandar Seri Bintan sudah sesuai dengan prosedur. Itu lebih kecil dari yang diminta oleh Bupati Bintan seluas 8.399,24 hektare, katanya.
Angka tersebut, kata Dwi, berdasarkan hasil pengkajian tim terpadu yang terdiri atas gabungan berbagai ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Departemen Kehutanan, dan perguruan tinggi.
Kendati sudah ada rekomendasi DPR, menurut Dwi, tidak serta-merta lahan tersebut bisa beralih fungsi. Ibarat orang lari 100 meter, itu baru 10 meter, katanya. Sebab, masih ada proses penting lainnya, seperti pengukuran dan pemotretan. ARTI EKAWATI I TAUFIK KAMIL I SETRI YASRA
Sumber: Koran Tempo, 10 April 2008