Anggaran DPR ke Luar Negeri Naik Jadi Rp 32 Miliar
Ribuan massa yang tergabung dalam Komite Perjuangan Rakyat Bersama (KPRB) berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Surabaya. Mereka menolak pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Surabaya. Dalam aksinya, massa merusak ruangan Ketua DPRD Kota Surabaya.
Peristiwa terjadi ketika massa bermaksud bertemu dengan anggota Dewan. Mereka hendak menyampaikan aspirasi berkaitan pelanggaran pilkada untuk memilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.
Siang itu mereka mencoba masuk ke gedung Dewan, tetapi dihadang aparat kepolisian. Koordinator KPRB Taufik Hidayat hanya berorasi di luar gedung.
Di tengah orasi, lima pengunjuk rasa berhasil masuk dan mencari Ketua DPRD Kota Surabaya Musyafak Rouf. Upaya mereka terhadang anggota dewan lainnya. ''Tenang, Pak, ketua tidak ada di tempat,'' kata staf ketua Dewan.
Gagal bertemu Musyafak, akhirnya mereka merusak fasilitas di ruangan anggota Dewan. Telepon, komputer, dan arsip-arsip di dalam ruangan diobrak-abrik. Akibat keributan ini, kaca meja ruang tunggu pecah.
Sementara itu, rapat Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Kota Surabaya yang rencananya membahas hasil penetapan pilkada gagal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. Dari 15 anggota panmus, ternyata hanya empat orang yang hadir.
Sementara itu, di tengah ramainya penolakan hasil pilkada di beberapa daerah, KPU Kalimantan Selatan dijadwalkan mengumumkan penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel periode 2005-2010 hari ini.
Ketua KPU Kalsel Syahrani Ambo Oga, kemarin, mengatakan pengumuman penetapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih ini merupakan rangkaian kegiatan pilkada. Dengan diumumkannya pasangan pemenang pilkada ini, maka pasangan terpilih menjadi pemenang pilkada, katanya.
Mendagri turun tangan
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Departemen Dalam Negeri (Depagri) Ujang Sudirman mengatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Ma'ruf akan turun tangan bila DPRD tidak mengesahkan hasil pilkada. DPRD tidak berhak membatalkan hasil pilkada yang telah digelar KPUD.
Kalau DPRD tidak melakukan itu, justru DPRD yang melanggar undang-undang, ujarnya, di Depdagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut Ujang, ketentuan tersebut sudah diatur dalam surat edaran Mendagri No 120/1559/SJ tanggal 27 Juni 2005. Seharusnya, DPRD mengusulkan pengangkatan kepala daerah selambat-lambatnya tiga hari setelah KPUD menetapkan hasil pilkada.
'Pembangkangan' DPRD ini terjadi di sejumlah tempat, antara lain di Banyuwangi (Jawa Timur), Padang Pariaman (Sumbar), dan Tana Toraja (Sulawesi Selatan).
Ujang menjelaskan jenjang penetapan hasil pilkada. Pertama, KPUD menetapkan hasil pilkada. Lalu KPUD melaporkan kepada DPRD, lantas DPRD menyampaikan kepada gubernur. Gubernurlah yang melaporkan hasil pilkada ke Presiden melalui Mendagri.
Namun, di sejumlah daerah, hal itu tidak terjadi. Bahkan di Tana Toraja, DPRD setempat membatalkan hasil penetapan kepala daerah oleh KPUD. Padahal dalam aturannya, KPUD hanya menyampaikan kepada DPRD, bukan meminta persetujuan, terang Ujang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti mengatakan Undang-Undang (UU) No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur pilkada harus direvisi, karena UU itu melahirkan masalah baru dalam pelaksanaan pilkada.
Mengapa hasil pilkada yang dilaksanakan KPUD masih harus dibahas lagi di DPRD, bahkan sampai dibatalkan segala. Padahal fungsi DPRD hanya menerimanya untuk diteruskan ke pemerintah. Ini tidak logis, kata Ramlan kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Dalam kesempatan itu Ramlan menyayangkan bunyi aturan dalam UU No 32/2004 yang menyebutkan bahwa KPUD harus menyerahkan hasil pilkada ke DPRD untuk diteruskan ke pemerintah. (Msc/IN/FL/HS/DY/HM/CR-52/P-5)
Sumber: Koran Tempo, 13 juli 2005