Anggoro Buron KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Anggoro Wijaya, rekanan Departemen Kehutanan, sebagai buron kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu dari 1986 hingga 2010. "KPK tetapkan status buron terhadap AW sejak ditetapkan sebagai tersangka," kata Ketua KPK Bibit Samad Riyanto di gedung KPK kemarin.
KPK sudah bekerja sama dengan Imigrasi dan Interpol guna mencarinya. Anggoro adalah Direktur PT Masaro Radiokom, penyuplai tunggal merek Motorola. Anggoro dua kali dipanggil sebagai tersangka, tapi tak memenuhi tanpa penjelasan ketidakhadirannya. KPK bahkan menetapkan panggil paksa, tapi Anggoro tak datang.
Ia menjadi tersangka penyuap empat anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, Fachri Andi Leluasa, dan Azwar Chesputra, dalam pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 3 Juli 2009
{mospagebreak title=Dua Kali Mangkir, Anggoro Buron}
Dua Kali Mangkir, Anggoro Buron
Dirut PT Masaro Tersangka Suap SKRT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Wijoyo ke daftar buron. Tersangka suap pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) itu mangkir dua kali dari pemanggilan penyidik.
Menurut Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, penetapan Anggoro sebagai buron tersebut dilakukan kemarin. ''Sudah resmi buron,'' ungkap Bibit di gedung KPK kemarin.
KPK kali ini mengupayakan perburuan terhadap Anggoro. ''Sekarang penetapan dulu. Soal menghubungi Interpol dan polisi akan dilakukan,'' jelas Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin.
Anggoro ditetapkan sebagai tersangka sejak 19 Juni lalu. Penyidik menduga, Anggoro terlibat kasus suap dalam proyek SKRT di Departemen Perhubungan. Dia diduga melanggar pasal 5 ayat (1) atau pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peran Anggoro dalam kasus tersebut diketahui saat sidang mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal. Dalam sidang itu, Yusuf didakwa menerima Rp 125 juta dan USD 220 ribu. Uang tersebut sebagai imbalan atas membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan.
Selain kepada Yusuf, uang tersebut diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR. Yaitu, Fachri Andi Leluasa senilai SGD 30 ribu, Azwar Chesputera 30 ribu dolar Singapura, Hilman Indra 140 ribu dolar Singapura, Muchtarudin 40 ribu dolar Singapura, dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta.
Saat ini Azwar, Fachri, dan Hilman telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap dalam alih fungsi hutan lindung dalam pembangunan Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan. Namun, langkah KPK untuk memeriksa Anggoro bertepuk sebelah tangan. Dua surat panggilan yang dilayangkan kepada dia tak ditanggapi. Anggoro tak kelihatan batang hidungnya tanpa pemberitahuan.
Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Imigrasi Muchdor mengungkapkan bahwa Anggoro dicekal sejak Agustus tahun lalu. ''Cekal untuk dia (Anggoro) masih berlaku hingga Agustus tahun ini. Nanti bisa diperbarui," jelasnya.
Dengan pencekalan itu, Muchdor yakin bahwa Anggoro tak bisa kabur ke luar negeri. ''Saya yakin, tidak bisa melewati pintu-pintu resmi keluar Indonesia,'' ungkap Muchdor. (git/fal/iro)
Sumber: Jawa Pos, 3 Juli 2009