Anggota Dewan Studi Banding ke Rumania
"Selama enam hari, kami studi banding di sana," kata Hajriyanto.
Sebanyak 13 anggota Panitia Kerja dan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara Dewan Perwakilan Rakyat, Sabtu lalu, bertolak ke Rumania dan Turki. Efektivitas studi banding kembali disorot tajam.
Mereka berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, dengan pesawat Qatar Airways pada pukul 23.30 WIB. Ketua Panitia Khusus Hajriyanto Y. Thohari dan wakilnya, Imam Syuja, termasuk di dalamnya. "Selama enam hari, kami studi banding di sana," kata Hajriyanto kepada Tempo sebelum berangkat.
Hajriyanto menjelaskan, sebelum mendarat di Bucharest, ibu kota Rumania, mereka transit di Daha dan Istanbul. Hari ini mereka akan bertemu dengan Parlemen Rumania yang membidangi batas wilayah. "Kami bertemu dua komisi," ujarnya.
Mereka juga akan bertemu dengan Kementerian Rumania Bidang Perbatasan. Pada Rabu mendatang, rombongan akan melihat langsung wilayah perbatasan negara itu dengan bekas negara-negara bagian Soviet.
Keesokan harinya, rombongan bertolak ke Istanbul, Turki. "Karena tidak ada pesawat langsung ke Jakarta, transit di Istanbul sehari," Hajriyanto memberi alasan. Kesempatan ini, "Untuk melihat perbatasan Turki dengan Bulgaria," ujarnya.
Menurut Hajriyanto, studi banding penting terkait dengan pembahasan rancangan undang-undang yang masih alot. Selain itu, undang-undang ini perlu segera diselesaikan karena terkait dengan perjanjian perbatasan dengan negara lain yang belum selesai. "Potensi konflik sangat besar," katanya.
Koordinator Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Arif Nur Alam menilai studi banding itu hanya memboroskan anggaran. "Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas studi banding," katanya kemarin.
Selama ini, kata Arif, hasil studi banding tak jelas. Bahkan tidak pernah ada laporan dari anggota Dewan kepada publik. Selain itu, dana kunjungan dan siapa saja anggota Dewan yang berangkat kerap ditutupi. "Tidak transparan," ujarnya. "Studi banding lebih banyak dimanfaatkan untuk menikmati fasilitas negara."
Arif juga tak sepakat karena sebaiknya fungsi kantor kedutaan Indonesia di luar negeri dimaksimalkan. Data dan informasi tentang sebuah negara dapat diminta ke kedutaan Indonesia. Dwi Riyanto Agustiar
Sumber: Koran Tempo, 15 September 2008