Anggota DPR Ajukan Hak Angket Soal Tanker Pertamina
Sebanyak 23 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan hak angket atau penyelidikan penjualan dua unit kapal tanker jenis very large crude carrier (VLCC) milik Pertamina pada zaman pemerintah Presiden Megawati Soekarnoputri, pertengahan tahun silam. Dua partai pendukung pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Partai Golkar dan Partai Demokrat, melalui fraksinya di DPR, mendominasi pengusul hak angket ini, yakni masing-masing 7 dan 4 orang.
Kasus-kasus dulu yang belum terungkap perlu dibicarakan kembali dan dibahas tuntas, tutur Sutan Bhatoegana, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin. Bersama dua pengusul lainnya, yakni Nizar Dahlan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dan Dede Yusuf dari Fraksi PAN, dia menyerahkan materi usulan hak angket ini kepada Wakil DPR Zaenal Ma'arif.
Usulan ini juga didukung masing-masing dua orang dari Fraksi Partai Kebangkitan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Adapun Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Damai Sejahtera, Fraksi Partai Bintang Reformasi, dan Fraksi PDI Perjuangan masing-masing satu orang pengusul.
Kepada para pengusul, Zaenal berjanji akan mengupayakan usulan itu dibacakan dalam sidang paripurna hari ini. Namun, apabila mengikuti prosedur yang berlaku, seharusnya usulan hak angket setelah dibahas pemimpin DPR, diserahkan kepada Badan Musyawarah, baru kemudian dibacakan dalam sidang paripurna.
Sebelumnya, Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam keputusannya awal bulan ini mendenda Pertamina dan Goldman Sach Rp 19,71 miliar, Frontline Rp 25 miliar, dan Equinox Rp 16,56 miliar. Selain itu, Pertamina harus meminta secara tertulis kepada rapat umum pemegang saham untuk mengambil langkah hukum terhadap direksi yang bersalah. Laporan dan permintaan tertulis itu harus dipublikasikan di lima surat kabar nasional berukuran minimal 1/8 halaman.
Keputusan itu diambil karena KPPU menilai Pertamina bersalah dalam proses penjualan dua unit tanker VLCC, pertengahan tahun lalu. Harga jual dari hasil tender dinilai jauh lebih rendah daripada harga pasar saat itu. Akibatnya, potensi penerimaan negara hilang Rp 180-504 miliar.
Pertamina juga dinilai bersalah karena melanggar UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU menilai, Pertamina, konsultan penjualan Goldman Sach, pemenang tender Frontline, telah melakukan persekongkolan untuk memenangkan Frontline dalam proses tender.
Menurut Nizar, usulan hak angket itu belumlah terlambat, meskipun kasusnya telah lama terjadi. Dia mengaku, para pengusul tidak mengalami kesusahan dalam mengakses data untuk menyusun materi hak angket. Dia dan rekan-rekannya hanya menindaklanjuti hasil temuan KPPU. Apalagi Komisi Pertambangan dan Energi DPR periode 1999-2004 memang menolak penjualan kapal itu. Namun, direksi Pertamina, yang saat itu dipimpin Baihaki Hakim, tetap menjual tanker itu. yuliawati
Sumber: Koran Tempo, 24 Maret 2005