Anggota DPR Membolos, RUU Pencucian Uang Tertunda
Ada Upaya Halangi Penyerahan Data PPATK ke KPK
Kinerja DPR benar-benar buruk. Rapat penting yang membahas penetapan RUU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) gagal dilaksanakan gara-gara para wakil rakyat membolos.
Padahal, rapat tersebut inisiatif tim perumus DPR. Sementara itu, dua pejabat instansi yang diundang, Ketua PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan) Yunus Husein dan Jampidsus (Jaksa Muda Pidana Khusus) Amari, sudah hadir di DPR. Sedangkan tim perumus yang berjumlah 15 anggota dewan hanya hadir enam orang.
Rapat tersebut sejatinya dimulai pukul 10.00. Setelah diundur satu jam, anggota DPR yang hadir tetap hanya enam. "Rapat terpaksa ditunda karena tidak memenuhi kuorum," kata Didi Irawadi Syamsudin, anggota tim perumus, usai penundaan rapat kemarin (25/8).
Enam anggota yang hadir diwakili tiga fraksi, yakni Demokrat, PDIP, dan PKB. Demokrat diwakili Didi, Harry Witjaksono, Andi Rahmat, dan Sutjipto. Sementara itu, PDIP dan PKB masing-masing diwakili Dolfie OFP dan Cecep Syaifuddin. Satu anggota PDIP lainnya, Irsal Yunus, berhalangan hadir. Fraksi yang sama sekali tidak mewakilkan anggotanya adalah Fraksi Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura.
Menurut Didi, para anggota dewan yang absen beralasan memiliki kesibukan lain. Dia merasa aneh terhadap alasan itu. Sebab, kebutuhan untuk menyelesaikan RUU TPPU sangat mendesak. "Kalau alasannya sibuk, Partai Demokrat juga sibuk," sindirnya.
Didi menyatakan, kehadiran anggota tim lain sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan RUU yang dibahas sejak DPR periode sebelumnya itu. Masih adanya perdebatan terkait dengan tindak lanjut laporan PPATK dalam RUU TPPU ditengarai menjadi penyebab. Hal itu seharusnya tidak menjadi persoalan karena sudah merupakan kesepakatan panitia kerja (panja). "Tugas tim perumus hanya masalah redaksional, bukan substansial," jelasnya.
Dalam tingkat panja pada bulan Juli, semua fraksi telah sepakat bahwa laporan hasil analisis PPATK diserahkan ke seluruh aparat penegak hukum yang ada. Bukan hanya kepolisian dan kejaksaan, tapi juga KPK, Badan Narkotika Nasional, Ditjen Pajak, dan bea cukai.
Hasil panja itu seharusnya sudah final. Namun, sebagian tim perumus berupaya melarang menyerahkan data hasil PPATK ke KPK, bea cukai, Ditjen Pajak, dan BNN. Kelompok itu hanya ingin menyerahkan ke Polri dan kejaksaan sesuai dengan pola lama. Ditengarai, pendukung pola lama itulah yang tidak hadir dalam rapat kemarin.
Yunus Husein tak habis pikir kenapa begitu banyak anggota dewan yang tak hadir. Padahal, pembahasan RUU TPPU perlu disegerakan demi membuktikan adanya kepastian hukum. "Saya tidak tahu (alasannya). Mereka (DPR) yang punya hajat, kami yang diundang ke sini," ujarnya.
Menanggapi RUU TPPU yang sedang dibahas tersebut, pimpinan KPK Haryono Umar berharap KPK bisa menyidik tindak pidana pencucian uang. Alasannya, banyak kasus yang ditangani KPK berujung pada tindak pidana pencucian uang. "Kalau kami boleh menyidik, akan lebih lengkap ke mana larinya uang itu," katanya. (bay/kuh/c3/tof)
Sumber: Jawa Pos, 26 Agustus 2010