Anggota DPRD Enggan Laporkan Kekayaan [04/08/04]
Sebagian besar anggota DPRD Jawa Timur enggan mengisi Lembaran Daftar Kekayaan Pejabat Negara (LPKN) yang diminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Dari 100 anggota Dewan, sampai akhir pekan lalu hanya 21 orang yang telah mengisi daftar kekayaannya. Sebelum jabatannya berakhir, mereka harus menyerahkan daftar kekayaan mereka, kata Ery Riyana, Wakil Ketua KPK, kepada Tempo News Room di Surabaya kemarin.
Ke-21 anggota DPRD Jawa Timur yang telah mengisi lembar kekayaannya, masing-masing 16 orang dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, tiga orang dari Fraksi Gabungan, dan satu orang dari Fraksi PDIP. Mereka sebagian besar hanya anggota biasa dan hanya dua orang yang mempunyai jabatan di Dewan, yaitu Tamat Ansori (Wakil Ketua Komisi D) dan Soetomo (Wakil Ketua DPRD). Adapun pimpinan lain seperti Bisri Abdul Jalil (Ketua DPRD) dan Y.A. Widodo (Wakil Ketua DPRD) belum menyerahkan daftar kekayaannya. Anggota Dewan lain yang selama ini dikenal vokal, seperti Haruna Sumitro, Achmad Rubai, Farid al-Fauzi, dan Saleh Mukadar juga belum mengisi daftar kekayaan mereka.
Sejumlah anggota Dewan memberi alasan berbeda mengapa mereka enggan mengisi daftar kekayaan mereka. Haruna Sumitro, anggota Fraksi Gabungan, mengaku belum menerima formulir yang dikirimkan oleh KPK. Saya tidak pernah menerima formulirnya, kata Haruna. Sementara itu, Edy Wahyudi, anggota Fraksi Golkar, tidak bersedia mengisi daftar kekayaannya karena sebelum menjadi anggota Dewan dirinya pernah mengirimkan daftar kekayaannya ke KPU. Ketika KPK meminta lagi, saya merasa tidak perlu mengisinya, kata Edy kepada Tempo News Room kemarin.
Sikap yang sama juga dikatakan Budi Harjono dan Saleh Mukadar dari Fraksi PDIP. Menurut Budi, dirinya belum mengembalikan formulir yang diminta KPK karena perbedaan penafsiran pengertian pejabat negara. Pejabat negara itu, ya pejabat pemerintahan, kata Budi. Penolakan yang lebih keras disampaikan oleh Saleh Mukadar. Menurut dia, dirinya pernah mengisi formulir daftar kekayaan yang diminta KPKPN, dan hal itu sudah cukup. Bagi Saleh, yang wajib mengisi daftar kekayaan itu adalah calon anggota Dewan yang baru. Sementara itu, anggota lama yang terpilih kembali seperti dirinya, tidak perlu lagi mengisi. Jadi, permintaan itu tidak ada gunanya, ujar Saleh.
Ery Riyana menolak pendapat para anggota DPRD Jawa Timur dengan berbagai alasan tersebut. Semua pejabat negara harus mengisi formulir kekayaannya, kata Ery. Menurut dia, anggota DPRD adalah pejabat negara dan berkewajiban mengisi daftar kekayaannya seperti diatur UU No. 28/l999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Menurut dia, semua formulir sudah dikirimkan KPK dan mereka cukup waktu untuk mengisinya. Dikatakan Ery, pengisian daftar kekayaan juga tidak sulit karena hanya mengisi kekayaan tambahan selama menjelang akhir jabatannya sebagai anggota Dewan. Hanya untuk updating, misalnya apakah ada pembelian motor atau mobil. Kalau rumah, kan mereka sudah punya, kata Ery.
Menurut Makruf Syah, koordinator Masyarakat Antikorupsi Surabaya (Maraks), keengganan anggota DPRD Jawa Timur untuk mengisi daftar kekayaannya adalah indikasi mereka tidak serius mendukung pemberantasan KKN. Menurut dia, penolakan pengisian daftar kekayaan tersebut juga bisa diindikasikan mereka mempunyai peningkatan kekayaan pada akhir masa jabatannya. Kalau kekayaan mereka diperoleh secara halal, mengapa takut diketahui? tanya Makruf.
Agar anggota Dewan menjadi contoh masyarakat, Makruf menyarankan agar KPK menggunakan upaya paksa untuk memeriksa kekayaan anggota Dewan Menurut dia, KPK mempunyai kekuatan hukum untuk memaksa karena lembaga tersebut dibuat akibat lembaga kejaksaan dan kepolisian mandul dalam memberantas KKN. Jika tidak bisa memaksa, ya sama saja, ucap Makruf. Sayangnya, upaya paksa dari KPK itu yang tidak ada. Menurut Ery, KPK hanya mempunyai sanksi administratif bagi anggota Dewan yang tidak mengisi daftar kekayaannya. Tapi penolakan mereka akan dicatat oleh masyarakat, kata Ery. agus raharjo/rochman taufik/adi mawardi/zed abidien
Sumber: Koran Tempo, 4 Agustus 2004