Anwar Nasution dalam Pusaran Century
Anwarlah yang memperkenalkan Rafat Ali Rizvi dalam rapat Dewan Gubernur BI.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution terancam ikut terseret arus kasus Bank Century. Bank eks milik Robert Tantular, yang kini dikuasai pemerintah, itu ternyata kelahirannya lima tahun lalu dibidani oleh Anwar ketika menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Dalam hasil audit sementara oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pekan lalu, auditor negara itu mencatat sejumlah skandal di bank itu selama bertahun-tahun (lihat "Audit Sementara BPK").
Anwar pun pada pertengahan bulan lalu menyatakan bank swasta ini "cacat" sejak lahir hingga akhirnya diselamatkan oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan pada 20 November 2008.
Atas dasar itu, sejumlah anggota DPR mempertanyakan penggabungan Bank CIC, Danpac, dan Pikko pada 22 Oktober 2004, yang melahirkan Century, dan eksistensi bank ini bertahun-tahun. "Bank ini seharusnya sudah ditutup sejak enam tahun lalu," kata Dradjad Wibowo, anggota Dewan dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
Juru bicara BPK, Dwita Pradana, mengatakan salah satu dari lima fokus audit investigasi oleh auditor negara ini adalah proses merger dan pemberian izin operasi Bank Century sebagai bank devisa.
Empat fokus lainnya soal pelanggaran aturan asas kehati-hatian perbankan, dasar pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek oleh Bank Indonesia, penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang melandasi penyelamatan bank itu oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan, serta peningkatan kebutuhan dana penyelamatan Century dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun.
Ini berarti ada tiga fase yang akan diteropong BPK, yaitu fase sebelum penyelamatan, fase saat keputusan penyelamatan dibuat (20 November 2008), dan fase setelah penyelamatan. Di fase pertama inilah peran Anwar tampaknya bakal ikut diteropong.
Sumber Tempo mengungkapkan, peran Anwar sangat sentral dalam proses merger Bank CIC, Danpac, dan Pikko menjadi Bank Century. "Lebih dari sekadar mengetahui prosesnya," ujarnya.
Dalam sejumlah rapat, Anwar, yang kala itu menjabat Deputi Gubernur Senior BI, bahkan cukup aktif mendorong masuknya sejumlah investor. Salah satunya adalah Rafat Ali Rizvi, pemilik Chinkara Capital Ltd, kelahiran Pakistan, yang kini menjadi buron.
Anwar membawa nama Rafat pertama kali dalam rapat Dewan Gubernur BI pada 27 November 2001. "Kalau ada investor yang prospektif, kenapa harus dipersulit?" kata Anwar seperti ditirukan sumber itu. Tapi jalan masuk si investor rupanya tak mulus.
Setelah mandek cukup lama, pembahasan merger tiga bank itu baru digelar kembali pada rapat Dewan Gubernur BI tiga tahun kemudian, tepatnya 11 April 2004. Topik utama rapat adalah menindaklanjuti kesepakatan rapat pada 27 November 2001.
Rapat itu memutuskan rencana penggabungan terus berjalan. Pemegang saham pengendali tiga bank yang akan dimerger pun akhirnya diundang pada rapat pada 16 April 2004, yang berlangsung di ruang rapat Deputi Gubernur Senior.
"Yang mimpin rapat Pak Anwar langsung," kata sumber tersebut. Rafat ikut dipanggil. Ia diminta menyetorkan modal ke Bank CIC lebih dulu sebelum membahas proposal merger dengan Bank Pikko dan Bank Danpac.
Dua hari kemudian, tepatnya 22 April 2004, Anwar Nasution menyampaikan kepastian merger tiga bank tersebut. Rafat melalui Chinkara Capital Ltd menjadi pemilik saham terbesar ketiga bank tersebut.
Saat itu Anwar menyatakan langkah merger layak dicontoh oleh bank-bank lainnya. Century pun memfokuskan bisnis utamanya pada jual-beli valuta asing dan surat berharga, yang memang lama digeluti CIC.
Saat Century lahir dari hasil merger tiga bank ini pada 22 Oktober 2004, Anwar memang sudah tidak menjabat lagi di BI. Ia pensiun sebagai Deputi Gubernur Senior BI pada Mei 2004 atau sebulan setelah Rafat masuk. "Dari rapat-rapat yang dia ikuti, terlihat peran Anwar cukup besar dalam kelahiran Bank Century," kata si sumber.
Hingga berita ini diturunkan, Anwar belum bisa dihubungi karena sedang berada di Peru. Namun, Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi, ketika dimintai konfirmasi pada Kamis siang lalu, tidak membantah peran Anwar dalam membidani kelahiran Century.
"Pak Anwar saat merger dilakukan memang menjabat Deputi Gubernur Senior BI," katanya. Dalam kapasitasnya itu, Anwar membawahkan urusan pengawasan bank.
Namun, ia enggan memerinci peran Anwar. Penjelasan resmi hanya akan diberikan kepada auditor BPK. "Tapi, yang pasti, Pak Anwar mengetahui seluruh proses penggabungan itu."
Untuk memperjelas duduk perkara semua persoalan ini, Budi mendukung rencana audit tuntas oleh BPK, hingga menelusuri aliran dana Century. "Dari situ akan ketahuan di mana salahnya dan siapa yang harus bertanggung jawab."Metta Dharmasaputra | Arif Firmansyah
AUDIT SEMENTARA BPK
1. Dana LPS Rp 2,38 triliun (dari total Rp 6,76 triliun) dikucurkan setelah 18 Desember 2008 (penolakan resmi DPR atas Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Status hukum masih dikaji BPK.
2. Setelah Century ditetapkan dalam pengawasan khusus BI pada 6 November 2008, ada penarikan dana oleh pihak terkait sebesar Rp 454,898 miliar, US$ 2,22 juta, Aus$ 164.810, Sin$ 41.180. Padahal BI melarangnya.
3. Dalam masa itu, Century juga menerima Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan PMS dari BI.
4. Pada 14 November 2008, Robert Tantular memindahkan deposito seorang nasabah (Boedi Sampoerna) US$ 96 juta dari Surabaya ke Jakarta. Esoknya, Dewi Tantular mencairkan US$ 18 juta dana itu untuk menutup kekurangan bank notes yang digunakan untuk kepentingan pribadinya. Deposito nasabah itu kemudian diganti Century dari dana FPJP.
5. Ada sejumlah pelanggaran perbankan oleh Century:
- Penggelapan hasil penjualan surat berharga Century oleh pihak terkait sebesar US$ 7 juta.
- Hasil penjualan surat berharga US$ 30,28 miliar, dijadikan jaminan pengambilan kredit oleh pihak terkait. Karena kredit macet, dana surat berharga itu di-set-off oleh bank.
- Kredit fiktif ke pihak terkait Rp 397,97 miliar dan LC fiktif US$ 75,5 juta.
- Surat berharga milik Century US$ 45 juta yang telah jatuh tempo tidak diterima hasilnya oleh Century karena surat berharga itu masih dikuasai pemegang saham.
- Biaya fiktif manajemen Century Rp 209,8 miliar dan US$ 4,72 juta sejak 2004 sampai Oktober 2008.
Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2009