Apa yang Kau Cari Pansus?
Panitia Khusus Bank Century akan segera berakhir. Pansus ini pasti akan dicatat dalam sejarah perpolitikan di Indonesia sebagai upaya DPR untuk menunjukkan gaungnya.
Sejumlah (tidak semua) anggota Pansus menyediakan waktu hingga larut malam untuk mendengarkan keterangan dari pihak-pihak yang diundang. Proses tanya jawab ditayangkan penuh melalui layar kaca dan dapat diikuti masyarakat walau semakin jauh dari Jakarta ternyata minat untuk itu semakin tipis. Pada waktu lalu, pihak eksekutif sangat mungkin tak akan membiarkan Pansus serupa ini digelar. Ini perkembangan yang positif dalam pembelajaran politik dan pemantapan demokrasi.
Pansus bukan sembarang perangkat DPR. Dengan otoritas yang dimiliki DPR, Pansus punya kemampuan mengumpulkan data dan keterangan seluas mungkin dan dari semua perspektif yang relevan. Pansus tak diperlukan jika permasalahan yang ditangani bukan masalah politik tinggi. Maka, tidak mengherankan jika muatan politik dalam proses ini juga tinggi, dan karena itu telah menciptakan suasana hiruk pikuk. Namun, dalam hiruk pikuk ini selalu harus dijaga kejelasan mengenai apa yang sebenarnya dicari Pansus. Ini mutlak guna menjaga kredibilitas Pansus dan DPR.
Ada kesan bahwa dalam prosesnya, permasalahan yang ditangani menjadi kabur dan menjurus ke mana-mana, seakan terbawa arus. Kini, tiba saatnya untuk membedakan dan memilah antara ”permasalahan” politik dan ”permainan” politik. Saya menafsirkan bahwa walaupun mungkin tidak pernah dinyatakan secara eksplisit, Pansus Bank Century sebenarnya digelar untuk menjawab suatu kecurigaan bahwa penyelamatan bank itu melalui pemberian talangan (bail out) dimaksudkan untuk menyelamatkan dana-dana pihak tertentu dan memobilisasi dana bagi pembiayaan kampanye politik Partai Demokrat dan calon presiden Susilo Bambang yudhoyono. Ini permasalahan politik serius. Dan permasalahan inilah yang harus dijawab oleh Pansus.
Jika sejak awal upaya dipusatkan pada kemungkinan dan cara penelusuran aliran dana, permasalahan ini sebenarnya dapat ditangani secara sistematis. Sayangnya, penelusuran aliran dana dilakukan menjelang akhir masa Pansus. Jika memang ada mobilisasi dana politik, barangkali dari penelusuran hingga lapisan kedua saja sudah akan diperoleh indikasi yang jelas. Maka, penyerangan (assault) terhadap otoritas moneter, khususnya pimpinan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)—Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia—yang memutuskan pemberian talangan itu sebenarnya tidak perlu dilaku- kan sebab keputusan memberikan talangan hanya dilihat dari perspektif atau skenario kecurigaan itu, yaitu bahwa pimpinan KSSK telah ditekan dari ”atas” untuk menyelamatan Bank Century.
Itulah sebabnya segala keterangan yang diberikan pihak otoritas moneter mengenai kemungkinan dampak sistemik kegagalan Bank Century tidak pernah ditanggapi secara penuh oleh Pansus, dan hanya dijadikan obyek sirkus politik belaka. Buktinya, Pansus tidak pernah mengundang pelaku di pasar, terutama pasar keuangan, untuk memperoleh keterangan autentik dan mencoba mengerti apa yang dirasakan oleh pasar pada hari-hari genting di bulan November 2008. Jangan-jangan memang ada agenda politik lain.
Dari percakapan dengan beberapa sejawat dari dunia usaha, saya tersentak ketika mendengar pernilaian mereka: ”Senayan tahu apa bila tidak bertanya kepada Glodok?” Saya tahu bahwa Glodok memang tidak pernah dijadikan tempat bertanya, tetapi keadaan pasar juga diikuti secara saksama dan dirasakan langsung oleh dunia keuangan dan perbankan. Pansus seharusnya mengundang pimpinan bank BUMN, swasta nasional, dan swasta asing untuk mendapatkan penjelasan. Kegagalan melakukan ini merupakan cacat besar dalam proses Pansus ini.
Bukan karena kegagalan ini, tetapi dari duduk persoalannya, Pansus memang tidak dapat memberikan vonis terhadap kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century, terlepas dari kenyataan bahwa Bank itu ternyata penuh dengan boroknya. Bahwa kegagalan bank itu disebabkan oleh boroknya sendiri adalah urusan tersendiri, dan tidak mengurangi perlunya penanganan serius kemungkinan dampak kegagalan Bank itu secara nasional.
Pansus tidak bisa menilai apakah kebijakan penyelamatan itu ”salah” atau ”benar”. Pertama, kebijakan penyelamatan dimaksudkan untuk menghindarkan gejolak moneter yang sangat mungkin bisa terjadi. Otoritas moneter tidak bisa mempertaruhkannya. Itulah sikap dan kebijakan yang telah diambil oleh pengambil keputusan.
Pernilaian (judgement) yang melandasi pengambilan keputusan adalah hakiki dari pengambilan keputusan. Untuk itulah, ada pihak yang diberi otoritas. Yang bisa disimpulkan oleh DPR adalah ”setuju” atau ”tidak setuju” dengan keputusan tersebut. Dan kesimpulan ini harus bisa dijelaskan kepada masyarakat. Aturan dan proses demokrasilah yang akan menindaklanjutinya. Kedua, Pansus tidak mampu memberikan ketegasan ”kontra-faktual” yang menunjukkan bahwa jika kebijakan penyelamatan itu tidak dilakukan, tidak akan terjadi gejolak moneter. Jika kebijakan penyelamatan diambil tetapi ternyata tetap saja terjadi gejolak, duduk persoalannya berbeda, tetapi ini pun bukan persoalan untuk dipansuskan.
Antiklimaks
Membuktikan bahwa penyelamatan Bank Century telah dilakukan dalam rangka mobilisasi dana politik hanya dapat dilakukan melalui penelusuran aliran dananya. Sejauh ini tampaknya kecurigaan yang ada tidak dapat dibenarkan. Ini memang suatu antiklimaks bagi Pansus, tetapi bukan berarti upaya Pansus sudah sia-sia. Telah terjadi pembelajaran politik yang sangat berharga bagi masyarakat. Dalam hubungan ini, Pansus dengan besar hati harus menerima kesimpulan logis dari upayanya sendiri. Dengan demikian, kredibilitas Pansus akan terjaga. Sekali lagi, Pansus bukan sembarang perangkat DPR. Ia tidak diciptakan untuk mencari-cari kesalahan.
Apabila dalam prosesnya Pansus ini telah menemukan kesalahan prosedur, indikasi korupsi, atau beberapa kejanggalan lainnya, penemuan itu seyogianya memang harus diteruskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Masalah-masalah ini harus mereka tangani dengan serius dan tanpa hiruk pikuk politik. Persoalan Bank Century mungkin masih akan berlanjut, dan lemahnya sistem pengawasan perbankan membutuhkan waktu untuk dibenahi. Akan tetapi, permasalahan kebijakan pemberian talangan Bank Century sudah bisa berakhir.
Hadi Soesastro Peneliti pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta
Tulisan ini disalin dari Kompas, 23 Februari 2010