APBD Dokumen Rahasia?
Monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan otonomi daerah 2006 -untuk Otonomi Award 2007- dilaksanakan serentak di 38 kabupaten/kota pada 12 Februari 2007 hingga April 2007. Selain tim peneliti utama dari Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), monev melibatkan tenaga survei publik dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS).
Apa saja kecenderungan yang berhasil ditemukan tim monev JPIP selama dua bulan di 38 kabupaten-kota di Jawa Timur? Pertama, pada tahun keenam monev ini, daerah-daerah di Jawa Timur semakin menyadari arti kompetisi yang sehat demi kemajuan daerah. Semangat tiada kemajuan tanpa kompetisi semakin dipahami para bupati dan wali kota di Jatim.
Indikasinya, banyak pemerintah daerah yang sangat siap dengan monev JPIP. Misalnya, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dalam menjelaskan program, bupati-wali kota, sekretaris kabupaten atau kota, kepala badan perencanaan pembangunan kabupaten-kota (Bappekab-Bappekot), serta para kepala dinas telah sangat sistematis mempresentasikan program inovatif yang dijadikan unggulan daerahnya.
Bahkan, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dalam presentasi program di hadapan tim JPIP, mereka mampu menyertakan data-data pendukung yang memadai untuk memperlihatkan best practices program-nya.
Kedua, pada saat yang sama -hingga sekarang-, semangat daerah untuk berkompetisi memajukan daerah itu dihadapkan pada kebijakan pusat yang mengarah ke sentralisasi. Sampai saat ini, pusat belum sepenuh hati mendukung otonomi daerah, bahkan terkesan makin meragukan pelaksanaan otonomi daerah.
Sejak 2001 -tahun awal pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diamandemen menjadi UU No 32/2004-, secara prosedural kita sudah melakukan desentralisasi.
Tapi, harus jujur diakui, hingga kini, substansi desentralisasi tersebut belum sepenuhnya diwujudkan. Bahkan, sekarang secara prosedural dan substansi, desentralisasi mengalami kemunduran.
Banyak keluhan yang dikemukakan para bupati dan wali kota di Jatim tentang kian banyaknya intervensi pusat melalui kebijakan-kebijakan yang kontraproduktif dengan desentralisasi.
Ketiga, ada dua tipe daerah di Jatim dalam menyikapi atau menerima kehadiran tim monev JPIP. Tipe pertama, daerah terbuka. Yakni, daerah yang memberikan akses mudah kepada tim monev untuk meneliti dan mengevaluasi di daerahnya. Keterbukaan daerah tersebut disertai kemudahan tim JPIP dalam mendapatkan data-data sekunder (APBD, kabupaten/kota dalam angka, profil kesehatan, profil pendidikan, dan sebagainya) serta data-data program. Sebagian besar daerah di Jawa Timur sudah memberikan kemudahan akses serta data-data kepada tim JPIP.
Tipe kedua, daerah tertutup. Masih ada daerah -pada era serba terbuka sekarang dan saat monev JPIP sudah memasuki tahun keenam- yang tidak mau memberikan data sekunder yang dibutuhkan tim JPIP.
Misalnya, APBD yang seharusnya menjadi dokumen publik malah dianggap sebagai dokumen rahasia oleh pejabat daerah. Tapi, jumlah daerah yang seperti itu tidak banyak. Hanya ada tiga daerah.
Oleh Maksum, Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi
Tulisan ini disalin dari jawa pos, 19 April 2007