APPSI Minta Kasus Tidak Langsung Diekspose ke Publik
Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia atau APPSI meminta agar kepala daerah yang diduga melakukan kesalahan kebijakan tidak serta-merta diduga korupsi. Rapat Kerja Nasional APPSI juga meminta Presiden agar kasus yang melibatkan kepala daerah tidak diizinkan diekspos ke publik sebelum memenuhi syarat untuk diajukan ke pengadilan dan pelakunya ditetapkan sebagai terdakwa.
Kalau belum jelas, jangan kita (kepala daerah) disidik. Semua kepala daerah jika ada indikasi korupsi silakan saja (disidik). Tetapi kalau itu masalah kebijakan, belum tentu itu korupsi, kata Ketua Umum APPSI Sutiyoso seusai penutupan Rakernas APPSI di Pontianak, Selasa (10/7).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Rakernas APPSI mengajak semua pihak untuk memegang asas praduga tak bersalah. Seluruh warga bangsa juga diminta memiliki etika dalam menyampaikan segala sesuatu.
Kasihan gubernur, bupati, wali kota yang sudah bekerja keras mengatasi masalahnya, hanya karena pemberitaan seketika namanya hancur, tutur Presiden.
Dalam rekomendasinya, APPSI juga meminta agar pemerintah pusat menyerahkan kewenangan-kewenangan yang semestinya bisa diberikan kepada daerah. Kewenangan tersebut antara lain di bidang pelayanan administrasi pertanahan, perizinan inves- tasi, kehutanan, perhubungan, pengangkatan sekretaris daerah, perekrutan pegawai, serta perizinan frekuensi radio dan televisi.
Saat ini yang terjadi, pemerintah pusat sebagai regulator sekaligus operator. Yang kami minta, pemerintah pusat sebagai regulator saja, sedangkan operator- nya pemerintah daerah. Dengan begitu, diharapkan akan ada pembangunan yang lebih intens di daerah, kata Sutiyoso, yang sebentar lagi mengakhiri masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Wakil Ketua APPSI Fadel Muhammad, yang juga Gubernur Gorontalo, menyatakan, hambatan terbesar pemerintah daerah adalah hambatan komunikasi dengan pusat dan prosedur yang bertele-tele. Apa yang cukup dikerjakan pemerintah daerah seharusnya tidak perlu lagi membutuhkan campur tangan pemerintah pusat. (WHY)
Sumber: Kompas, 11 Juli 2007