Artalyta Seharusnya Dihukum Minimal 20 Tahun
"Tidak ada hal yang meringankan terdakwa."
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana berpendapat Artalyta Suryani, terdakwa pemberi suap senilai US$ 660 ribu kepada jaksa Urip Tri Gunawan, seharusnya dihukum minimal 20 tahun. Hukuman lima tahun penjara atas Artalyta alias Ayin, perempuan yang dikenal dekat dengan pengusaha Sjamsul Nursalim, dinilai terlalu ringan.
"Sayang, putusan itu tersandera oleh (pasal suap) dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi," kata Denny saat dihubungi Tempo kemarin. Menurut dia, undang-undang ini didesain sejak awal untuk tidak memberi efek jera.
Selasa lalu, majelis hakim Pengadilan Pidana Korupsi, Jakarta, menghukum Ayin lima tahun penjara potong masa tahanan dan denda Rp 250 juta. Menurut hakim, Ayin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dan menyuap jaksa Urip.
Ayin divonis sesuai dengan tuntutan jaksa. Terdakwa dijerat dengan Pasal 5 ayat 1-b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Pasal ini mengatur larangan memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Sesuai dengan pasal suap ini, hukuman maksimal bagi penyuap memang lima tahun.
Dalam Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001 sebenarnya diatur hukuman yang lebih berat, bahkan sampai 20 tahun penjara. Sayang, aturan ini hanya berlaku bagi aparat pemerintah yang disuap.
"Tidak ada hal yang meringankan terdakwa," ujar hakim ketua Mansyurdin Chaniago. Sebaliknya, Ayin dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui kesalahannya.
Hakim tak percaya uang senilai US$ 660 ribu yang diberikan Ayin kepada Urip merupakan pinjaman. "Duit itu merupakan imbalan atas penyelidikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia di mana Urip adalah ketua tim penyelidik," ujar Mansyurdin. Setelah melakukan penyelidikan, kejaksaan menghentikan sejumlah kasus BLBI, salah satunya kasus Sjamsul Nursalim.
Denny berharap hukuman Ayin bisa diperberat dengan tuduhan baru, yakni pidana pemalsuan dokumen dan sumpah palsu di muka persidangan. "Semua yang terlibat harus ditindak," ujarnya.
Ia juga menyetujui hukuman mati bagi koruptor, tapi tidak menyarankan hukuman mati bagi Ayin. "Hukuman mati hanya pantas diberikan kepada orang yang meminta Ayin menyuap jaksa Urip," katanya.
Menurut Denny, keputusan hakim tersebut merupakan perintah secara tidak langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi agar mengambil alih penanganan kasus BLBI. "Kasus BLBI terbukti koruptif. KPK harus menindaklanjuti hal ini sesuai dengan undang-undang," ujarnya.DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 31 Juli 2008