Artalyta-Urip Susun Skenario Bohong

Polisi membantah tahanan boleh memakai telepon seluler.

Artalyta Suryani, terdakwa pemberi suap US$ 660 ribu kepada jaksa Urip Tri Gunawan, mengatur skenario dengan Urip untuk menghadapi persidangan. Hal itu terungkap dalam rekaman pembicaraan antara keduanya yang diperdengarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Hubungan telepon terjadi pada 10 Juni lalu, pukul 21.00 WIB. Padahal saat itu keduanya sudah ditahan. "Besok kita konsisten pada jumlah itu. Pokoknya perbengkelan itu, kan?" ujar Artalyta dalam rekaman tersebut.

Urip ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada awal Maret 2008. Kala itu dia berada di rumah Sjamsul Nursalim di Jalan Terusan Hang Lekir II, WG 9, Simprug, Jakarta Selatan. Ia tertangkap tangan menerima uang senilai US$ 660 ribu atau sekitar Rp 6 miliar dari Artalyta. Beberapa jam kemudian Artalyta juga dibekuk.

Artalyta ditahan di ruang tahanan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta. Adapun Urip ditahan di Markas Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok. Kendati sama-sama ditahan, mereka ternyata bisa mengobrol lewat telepon seluler.

Di ruang sidang kemarin, Artalyta sempat ngotot tak pernah menelepon siapa pun selama di tahanan. “Trauma berbicara lewat telepon,” katanya.

Namun, dalih itu langsung luruh saat jaksa menyebut punya bukti rekaman. "Sudah, tidak perlu diperdengarkan," Artalyta menyahut, "Saya akui saja."

Hakim tetap meminta jaksa memutar hasil penyadapan. Saat itu Artalyta berbicara dengan ponsel yang menggunakan nomor operator Singapura.

Meski sudah ada rekaman, Artalyta berkeras bahwa uang yang diberikan kepada Urip adalah piutang untuk membuka usaha perbengkelan. Ia juga menyebut bahwa jaminan utang itu berupa tanah di Cikampek.

Namun, argumen Artalyta itu dipersoalkan hakim Andi Bachtiar, “Mengapa dalam 44 rekaman penyadapan tidak ditemukanadanya pembicaraan mengenai utang?” Pertanyaan itu membuat Artalyta diam seribu bahasa.

Di dalam tahanan Artalyta juga menghubungi seorang pria pada 5 Juni 2008. Wanita yang sudah lama dekat dengan Sjamsul Nursalim itu meminta pria tersebut membuat skenario untuk kesaksian Urip.

Kemarin, kepolisian langsung membantah anggapan bahwa Artalyta bisa menelepon dari ruang tahanan. “Tidak benar itu,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri. DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA

SANDIWARA DUA GURU

Sama-sama di sel tahanan, sama-sama pegang telepon seluler, jadilah skenario baru untuk disodorkan di persidangan. Itulah yang dilakukan Artalyta Suryani alias Ayin dengan jaksa Urip Tri Gunawan dalam percakapan pada 10 Juni 2008, pukul 21.00 WIB, yang disadap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Seperti diperdengarkan dalam persidangan Urip, terdakwa kasus penerima suap US$ 660 ribu dari Artalyta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin, keduanya mengatur skenario untuk menghadapi lima ”rektor”, sebutan keduanya untuk majelis hakim. Inilah petikannya:

Ayin: Halo, Pak Guru.
Urip: Iya, Ibu Guru.

Ayin: Jadi gini, ya. Prinsipnya besok itu sesuai keterangan beliau-beliau sama yang itu. Kemarin kan beliau sudah membantu Anda itu. Dia menyatakan, “Pokoknya dari awal nggak ada indikasi.”
Urip: Terus?

Ayin: Jadi besok seperti begitu saja. Seperti keterangan yang itu yang dibaca di BAP saya, itu bagus.
Urip: Ya.

Ayin: Intinya, besok tetep konsisten pada jumlah itu. Pokoknya perbengkelan itu, kan. Sudah ada kan ininya..., apa itu?
Urip: Apa itu?

Ayin: Ininya, proposal bengkelnya.
Urip: Ya..., ya….

Ayin: Jadi, itu bengkel kan sudah logis. Saya bilang itu ada tanah di situ.
Urip: Ya.

Ayin: Tapi kan nanti ditanyain, “Bagaimana Saudara terdakwa keterangannya?” Nanti saya bilang, “Udah cukup.” Ya, memang begitu ceritanya. Tapi, mesti yang diinget, besok yang satu itu, yang paling ujung.... Anda kan menghadap lima rektor majelis hakim—Red.), nah itu yang paling kiri (tempat duduk hakim Andi Bachtiar). Nanti, dia pasti ngulitin. Biasa, yang namanya ujian, dia pasti keras.

Pengakuan sebelumnya:

“Duit yang diterima dari Artalyta adalah hasil penjualan permata. Seratus persen tidak ada kaitan dengan jabatan saya.”
URIP, 3 MARET 2008

Pak Urip mau berdagang (permata). Itu dibiayai Artalyta.” —
JUNAIDI ALBAB SETIAWAN,KUASA HUKUM URIP, 11 MARET 2008

“Selain bisnis permata, Urip berencana membuka bengkel.” —
JUNAIDI ALBAB SETIAWAN,KUASA HUKUM URIP, 15 MARET 2008

Uang yang diberikan kepada Urip untuk membuka usaha di bidang perbengkelan.”
ARTALYTA, 30 JUNI 2008

NASKAH: DWI WIYANA I FAMEGA I SUTARTO I RINI I IQBAL ILUSTRASI: IMAM YUNNI (TEMPO)

Sumber: Koran Tempo, 18 Juli 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan