Ary Mulyadi, Penerima Uang Bos Masaro Ditangkap

Aparat bergerak cepat untuk mengungkap dugaan ''permainan'' di balik penyidikan kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mabes Polri menangkap tersangka Ary Mulyadi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Selasa lalu (18/8). Ary adalah sosok yang tengah dicari-cari setelah mengaku suruhan petinggi KPK dalam penerimaan uang dari Anggoro Widjojo, tersangka suap sekaligus bos PT Masaro Radiocom.

Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji membenarkan penangkapan Ary. ''(Saat ini) sedang diperiksa,'' kata jenderal bintang tiga itu di Mabes Polri kemarin.

Polisi, kata Susno, menangkap Ary untuk menindaklanjuti pengaduan KPK. Hingga tadi malam, tim penyidik belum merampungkan pemeriksaan terhadap Ary.

Sosok Ary mencuat setelah pengacara Anggoro, Bonaran Situmeang, melaporkan dia ke Mabes Polri. Ary bersama rekannya, Edi Soemarsono, dituding telah memeras Anggoro Rp 5,1 miliar. Anggoro merupakan tersangka suap pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) yang kasusnya ditangani KPK. Ary dan Edi mengaku sebagai utusan KPK saat meminta uang tersebut.

Sehari setelah laporan Bonaran, KPK giliran memolisikan keduanya. KPK menuding keduanya telah mencemarkan nama baik lembaga tersebut karena mengaku pihak KPK. Edi sebelumnya telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di hadapan tim penyidik.

Menurut Susno, semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut akan dimintai keterangan. ''Namun, semua bergantung kepada pemeriksaan,'' kata mantan Kapolda Jawa Barat itu.

Pengacara Ary, Sugeng Teguh Santoso, membenarkan status Ary sebagai tersangka. Namun, statusnya bukan tersangka pemerasan. ''Yang disangkakan terhadapnya (Ary, Red) adalah tuduhan penggelapan dan penipuan,'' ujar Sugeng saat dihubungi kemarin.

Status penahanan Ary sudah ditetapkan per 19 Agustus. Karena itu, ujar Sugeng, Ary akan ditahan untuk keperluan pemeriksaan. ''Dia ditahan 20 hari,'' katanya.

Pada bagian lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dugaan suap terkait penyidikan kasus korupsi PT Masaro. Jaksa Agung Hendarman Supandji membenarkan penerbitan SPDP itu. ''Mengenai kasus suap Masaro,'' jelas Hendarman kemarin.

Namun, Hendarman tidak menjelaskan lebih lanjut kasus posisinya. Dia hanya mengatakan bahwa SPDP itu menyangkut pemalsuan dokumen dan penipuan yang diduga dilakukan orang yang mengaku KPK.

Dalam penanganan kasus itu, Hendarman juga menugaskan jaksa peneliti. Itu bertujuan perkara yang ditangani polisi tersebut tak bolak-balik dari polisi ke kejaksaan.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengungkapkan, KPK segera membentuk komite etik untuk menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK (nonaktif) Antasari Azhar. ''Komite itu segera terbentuk. Kami terus mengumpulkan bahan sebanyak-banyaknya,'' jelasnya kemarin.

Dalam pemeriksaan Antasari, kata Chandra, tim KPK tinggal mengonfirmasikan semua temuannya. ''Ya, Anda tahu bagaimana penyidikan di KPK selama ini,'' ungkapnya.

Saat tim bergerak, KPK selalu disertai bukti-bukti lengkap soal dugaan pelanggaran kode etik. Antasari dianggap melanggar kode etik karena semasa menjadi ketua KPK pernah bertemu dengan Anggoro di Singapura. Sesuai kode etik KPK, pimpinan maupun staf dilarang bertemu dengan siapa pun yang punya kasus yang ditangani KPK, apalagi seorang tersangka. (rdl/fal/git/agm)

Sumber: Jawa Pos, 21 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan