Atang Latif Juga Konfirmasi Utang
Setelah James Januardy dan Adi Saputra Januardy dari Bank Namura mengonfirmasi utang, kemarin giliran pihak Atang Latief yang datang ke Departemen Keuangan untuk bertemu Tim Pelaksana PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham). Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan Hadiyanto mengatakan, Atang diwakili adiknya, Khaeruddin Latief.
Kami mendengar dari yang bersangkutan mengenai kewajibannya kepada negara. Lalu, kami meminta dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk menjadi bahan penelitian dan pertimbangan tim, ujar Hadiyanto di Kantor Departemen Keuangan semalam.
Berapa yang diajukan pihak Atang dan pemerintah? Hadiyanto belum mau menyebutkan angkanya. Saya tidak bisa sebutkan. Tetapi, ada angka yang mereka ajukan. Saya belum bisa menyampaikan angka-angka itu karena harus dilaporkan dulu kepada tim pengarah, terangnya.
Hadiyanto mengaku, terjadi perbedaan perhitungan antara pihak Atang dan pemerintah. Tentunya ada perbedaan. Tapi, angkanya tidak bisa saya disclose kepada wartawan, tukasnya. Intinya, kata dia, akan dikembalikan pada kontrak yang sudah disepakati.
Atang Latief adalah pemilik Bank Indonesia Raya. Berdasar catatan Jawa Pos, kewajiban Atang yang harus dibayar pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN sebelum dibubarkan, Red) adalah Rp 325,46 miliar. Namun, jumlah tersebut belum termasuk bunga dan denda utang akibat dia tak melunasi utang kepada tim pemberesan (pengganti BBPN, Red) dengan tepat waktu.
Untuk mencocokkan perhitungan pemerintah dengan obligor, kata Hadiyanto, Tim Pelaksana PKPS akan meminta obligor untuk menyerahkan dokumen-dokumen pendukung. Misalnya, korenspondensi dengan BPPN, tim pemberesan, atau tindakan lain yang menunjukkan bahwa pihaknya beriktikad baik untuk menyelesaikan kewajiban.
Sama halnya dengan James dan Adi Saputra, basis perhitungan kewajiban yang disodorkan Atang kepada tim adalah APU (akta pengakuan utang) reformulasi. Term and condition (persyaratan) APU reformulasi kan 30 persen cash plus aset. Skema yang sekarang adalah cash atau near cash (dengan surat utang, Red), terangnya.
Apakah pemerintah akan memaksakan perhitungan utang yang telah dibuat? Itu wewenang tim pengarah untuk menentukan angka mana yang akan dipakai. Tetapi, basis dasarnya adalah ke perjanjian, ujarnya diplomatis.
Hadiyanto menolak anggapan adanya negosiasi antara pemerintah dan obligor BLBI. Kami tidak menyebutnya negosiasi. Tetapi, kami lebih melihat titik-titik kesamaan pandangan mengenai masalah yang sama ini, tuturnya.
Dia menambahkan, di antara tiga obligor yang melapor ke Departemen Keuangan, belum ada yang secara tegas menyatakan sanggup membayar. Tetapi, mereka sangat memahami posisi pemeritah. Dan, yang bersangkutan memiliki hitung-hitungan sendiri, jelasnya. Hari ini, dijadwalkan pihak Ulung Bursa dari Bank Lautan berlian yang akan membahas utangnya dengan Tim Pelaksana PKPS.
Seperti diketahui, pemerintah telah memberikan fasilitas deponering (pengabaian perkara hukum) terhadap delapan obligor. Mereka adalah Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Atang Latif (Bank Indonesia Raya), James Januardy (Bank Namura Internusa), Adi Saputra Januardy (Bank Namura Internusa), dan Omar Putirai (Bank Tamara). Berikutnya, Lidya Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multi Karsa), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istimarat). (sof)
Sumber: Jawa Pos, 3 Mei 2006