Aturan Dana Politik Harus Segera Dibenahi
Selama ini partai lama cenderung mendominasi pengaruh di dalam pemilu di Indonesia. Hal ini karena mereka memiliki pundi uang yang lebih gemuk dibanding partai baru. Hal ini sesuai dengan perolehan suara pada pemilu 2004, dimana enam partai lama yakni Golkar, PDIP, PKB, PPP, PAN, dan PKS memperoleh 72,6% dari total perolehan suara pemilu legislatif.
Sementara itu pemilu dalam konteks Indonesia juga memiliki perspektif yang unik, dimana broker kekuasaan memperkuat posisi kekuasaan dengan cara-cara yang tidak konstitusional, dan menjadi faktor penentu kebijakan di luar parlemen dan meja politisi.
Kondisi tersebut tentu sangat merugikan bagi proses konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu reformasi politik perlu dilakukan. Dana politik; yang terdiri atas dana kampanye dan dana partai merupakan aspek yang sering menjadi tempat terjadinya manipulasi dan penyalahgunaan (korupsi pemilu). Oleh karena itu, perubahan aturan dana politik (political finance) menjadi sedemikian penting agar terjadi reformasi politik, yang pada akhirnya akan memperbaiki proses konsolidasi demokrasi.
Berpijak pada perlunya merubah aturan dana politik itulah maka ICW menyelenggarakan diskusi pakar tentang Usulan Perubahan Aturan Keuangan Politik. Hadir di acara yang terselenggara di sekretariat ICW, Kalibata pada Kamis 28 September 2006 itu 6 orang nara sumber. Mereka adalah Topo Santoso (Perludem), Anung Karyadi (TI-Indonesia), Diman K Simanjuntak (Cetro), Ahmad Yani (IAI-KASP), Didik Supriyanto (Perludem), dan Ibrahim Z Fahmy Badoh dari ICW.
Dalam draft kertas posisi tersebut misalnya terungkap bahwa aturan mengenai dana politik masih lemah. Seperti kita ketahui bahwa pengaturan mengenai pendanaan politik terdapat di dalam Undang-undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur soal Pemilihan Kepala Daerah langsung (Pilkada). Selain itu, rencana pembuatan Rancangan Undang-undang Penyelenggara Pemilu juga akan banyak berkaitan dengan pengaturan dana politik, terutama menyangkut peran KPU sebagai pengawas pelaporan keuangan partai politik.
Pada kenyataannya pelaksanaan dari aturan-aturan yang mengatur tentang dana politik di atas masih belum efektif. Pemilu 2004, meskipun berhasil berjalan dengan relatif damai ternyata masih marak dihiasi dengan permainan uang. Permainan uang tidak hanya terjadi pada saat kampanye dalam bentuk politik uang (money politics) akan tetapi sudah terjadi sejak penentuan kandidat legislatif dalam bentuk beli nominasi (candidacy buying). Hal yang sama juga terjadi pada momen Pilkada yang dimulai sejak Juni 2005. Besarnya pengaruh uang di dalam Pelaksanaan Pemilu 2004 dan Pilkada di banyak daerah telah mengancam demokrasi dan sistem keterwakilan.
Audit dan pelaporan dana partai dan dana kampanye juga masih bermasalah. Selama ini Tidak ada sanksi yang jelas bagi partai yang tidak melaporkan laporan keuangannya kepada KPU. Akibatnya akuntabilitas dana partai hingga kini masih buruk.
Kertas posisi yang dibuat ini diharapkan akan menjadi bahan masukan bagi perumusan draft perubahan Undang-undang Politik bagi di tingkatan pemerintahan maupun DPR RI yang sebentar lagi akan dimulai. Sosialisasi awal terhadap hasil Position Paper akan dilakukan di sebuah forum diskusi dengan melibatkan unsur DPR RI, Akademisi, Aktifis NGO dan Tim Pemerintah yang direncanakan pada Bulan November 2006. Kertas posisi kemudian akan di bawa ke forum konsultasi publik dan workshop di 5 daerah dan kemudian memasuki proses Lobby di DPR RI dan Pemerintah pada awal 2007. (Lais Abid)