Atut Diduga Terlibat Korupsi Dana Perumahan

Kejaksaan Tinggi Banten didesak memeriksa Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus pencairan dana perumahan dan penunjang kegiatan dewan perwakilan rakyat daerah setempat senilai Rp 14 miliar. Atut jelas terlibat. Dia ikut memberi paraf persetujuan. Tapi anehnya Atut tidak pernah diperiksa, kata Iwan Dharmawan dari Forum Masyarakat Pandeglang Peduli Keadilan (FMPPK) kemarin.

Bersama puluhan anggota FMPPK, Iwan mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi Banten dan melakukan unjuk rasa. Mereka menyerahkan sejumlah dokumen yang menunjukkan keterlibatan Ratu Atut. Dalam dokumen ini jelas ada paraf Ratu Atut Chosiyah, kata Hikayat dari FMPPK.

Selain mendesak pemeriksaan terhadap Gubernur Banten, FMPPK meminta kejaksaan mengusut kasus pengerjaan gedung DPRD Banten yang kini bermasalah. Kenapa kejaksaan tebang pilih dalam menegakkan hukum di Banten? Kenapa tidak semua orang yang menerima dana itu dihukum? kata Hikayat.

Dalam kasus korupsi ini, Pengadilan Negeri Serang telah menjatuhkan hukuman kepada mantan Gubernur Banten Djoko Munandar, Ketua DPRD Banten Dharmano K. Lawi, serta Wakil Ketua DPRD Muslim Djamaludin dan Mufrodi Muchsin. Mereka dinilai terbukti menyalahgunakan dana bantuan bencana alam sebesar Rp 14 miliar untuk kepentingan pribadi.

Menurut asisten tindak pidana khusus kejaksaan setempat, Babul Khoir, Kejaksaan Tinggi Banten sudah menjalankan proses hukum dengan sebaik-baiknya. Paraf Ratu Atut dalam surat keputusan pencairan dana perumahan itu tidak berdampak terhadap aspek hukum. Karena itu tanggung jawab gubernur, maka dialah orang yang harus bertanggung jawab, ujar Babul.

Ratu Atut membantah terlibat kasus korupsi yang merugikan negara Rp 14 miliar itu. Kebijakan mengeluarkan dana dari Pos Anggaran Tak Tersangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten 2003 itu adalah kewenangan Gubernur Djoko Munandar. Saat itu dia masih menduduki posisi Wakil Gubernur dan hanya mengikuti mekanisme kerja. Ini lembaga pemerintahan. Tentu saja yang bertanggung jawab adalah gubernur sebagai orang yang memiliki kewenangan mengambil keputusan untuk mengeluarkan dana itu, katanya.

Ratu Atut melihat ada tanda tangan Gubernur Banten Djoko Munandar dan Ketua DPRD Banten Dharmono K. Lawi dalam berkas pencairan dana itu. Karena itu, dia menilai tuntutan FMPPK itu sangat tidak berdasar. Mereka yang menginginkan saya diproses secara hukum, saya anggap itu adalah sikap politis. Mereka memiliki kepentingan, kata Ratu Atut.

Ratu Atut berharap kasus korupsi ini tidak dipolitisasi. Apalagi aparat penegak hukum sudah menanganinya dengan baik. Biarkan hukum berjalan sesuai dengan mekanismenya. Tidak perlu ada pressure, katanya. Faidil Akbar

Sumber: Koran Tempo, 9 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan