Audit BPK Buktikan Kecurigaan Orangtua Siswa
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diterima Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Antikorupsi Pendidikan menyebutkan, ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,5 miliar dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan block grant RSBI di SD 012 RSBI Rawamangun Jakarta. Hal ini membuktikan kecurigaan orangtua siswa yang merasa ada praktik korupsi di sekolah.
Heru Laksono, orangtua siswa SD 012 RSBI Rawamangun kepada ICW mengatakan, dugaan adanya penyelewengan dana bantuan pendidikan itu telah muncul sejak 2006 lalu. Menurut Heru, pada semester pertama tahun 2006, dalam rapat antara sekolah dan orangtua siswa, disepakati sekolah tidak akan menerima dana BOS dari pemerintah. Orangtua berpendapat, SPP dan dana sumbangan dari para orangtua siswa telah cukup membiayai seluruh kebutuhan sekolah. "Namun seecara diam-diam, pihak sekolah ternyata menerima dana BOS," ujar Heru, Kamis (26/11).
Mengetahui ada yang tidak beres, sejumlah perwakilan orangtua siswa meminta keterangan Kepala Sekolah. Pascaprotes, kepala sekolah kemudian dimutasi. "Namun hal itu tidak memberi perubahan berarti, sebab kepsek yang baru juga berperilaku sama," terang Heru.
Dugaan penyelewengan dana bantuan dari pemerintah juga disinyalir terjadi dalam pengadaan buku pelajaran bagi siswa pada tahun 2007. Menurut Heru, seharusnya siswa tidak perlu membeli buku yang diperoleh dari dana BOS. "Tapi siswa justru diwajibkan membeli buku di koperasi sekolah," ujar Heru.
Selama kurun waktu 2008 hingga 2009, kata Heru, pihak sekolah tidak lagi memungut biaya dari siswa untuk membayar buku. "Tapi, stok buku untuk siswa tidak pernah cukup," kata dia.
Melihat kejanggalan yang terjadi, sejumlah orangtua siswa melayangkan surat kepada Inspektorat Jenderal yang ditembuskan kepada Gubernur DKI Jakarta. Tidak ditanggapi serius, orangtua pun mengadu kepada Kejaksaan dan BPK. "Kami juga telah melapor kepada KPK pada November 2009 lalu. KPK berjanji akan melakukan audit investigasi yang diperkirakan selesai pada Mei tahun ini. Tapi, hingga awal November, belum juga ada kabar," keluh heru.
Heru baru merasa lega ketika menerima kabar hasil audit BPK yang disampaikan kepada ICW. Hasil audit itu membuktikan dugaan korupsi di sekolah anaknya itu bukan sekadar omong kosong. Heru berharap, pihak kepolisian segera bergerak untuk mengusut kasus korupsi dana pendidikan itu.
Pembuktian ini, kata Heru, semakin meneguhkan perlunya pengawasan masyarakat dalam pengelolaan anggaran pendidikan. "Ternyata garda depan pengawasan uang negara ada di masyarakat. Jangan terlalu berharap kepada pemerintah, Badan Pengawas, atau Inspektorat," kata dia.
Peran orangtua siswa juga penting untuk turut mengawasi dana pendidikan anak-anaknya. "Ini hanya sekadar contoh, bahwa memang terbukti, praktik korupsi benar-benar terjadi di sekolah. Para orangtua sebaiknya mengawasi sekolah anak mereka masing-masing," pungkas Heru.