Audit Dana Kampanye; ICW Minta Dua Lembaga Auditor Dilibatkan
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar peraturan pemerintah pengganti undang-undang soal audit dana kampanye, yang diminta Komisi Pemilihan Umum, mengatur jumlah tenaga pengaudit serta memungkinkan keterlibatan tenaga auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Masalah audit dana kampanye terletak pada jumlah tenaga yang terbatas dan laporan yang sangat banyak," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo saat dihubungi Tempo kemarin.
Keterlibatan Badan Pemeriksa dan Badan Pengawasan, kata Adnan, akan menambah jumlah auditor sekitar 2.000 orang. Sedangkan jumlah akuntan publik sekitar 800 orang yang tersebar di 400-an kantor akuntan publik. "Jumlah ini memungkinkan audit 20 ribu laporan dana kampanye," katanya. Apalagi, Adnan melanjutkan, dua lembaga negara itu memiliki perwakilan di daerah.
Sebelumnya, anggota Komisi Pemilihan yang menjadi Ketua Kelompok Kerja Audit Dana Kampanye, Abdul Aziz, mengatakan lembaganya akan meminta Presiden menerbitkan peraturan pengganti undang-undang soal audit dana kampanye. Peraturan ini akan memungkinkan laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/kota dibawa ke tingkat provinsi atau hanya menjadi lampiran.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyatakan laporan dana kampanye harus diadakan hingga tingkat kabupaten/kota. Dengan ketentuan ini, diperkirakan akan ada sekitar 20 ribu laporan yang harus diperiksa. Padahal jumlah kantor akuntan publik hanya sekitar 400.
Adnan menilai substansi peraturan yang diajukan Komisi Pemilihan ini tak tepat. Penyertaan laporan kabupaten/kota di laporan dana kampanye tingkat provinsi, kata dia, membuat akuntan sulit mendeteksi pelanggaran dana kampanye. "Audit hanya akan menjadi formalitas," katanya.
Selain itu, Adnan melanjutkan, besar kemungkinan pengurus partai tingkat kabupaten/kota tak akan serius menyusun laporan penggunaan dana kampanye. "Padahal, partai tingkat kabupaten/kota bisa jorjoran menggunakan dana kampanye karena mereka lebih dekat dengan pemilih," ujar dia.
Anggota Komisi Pemilihan, Syamsulbahri, mengatakan pengurangan jumlah laporan yang diaudit mempertimbangkan pengurangan biaya audit. Biaya audit satu laporan dana kampanye, kata dia, bisa mencapai Rp 50 juta. "Akan lebih efisien kalau audit dilaksanakan hanya sampai tingkat provinsi," katanya. PRAMONO
Sumber: Koran Tempo, 8 Januari 2009