Audit Pengadaaan Barang; BPK Periksa Tiga Departemen
Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengaudit tiga departemen terkait pengadaan barang dan jasa. Ketiga departemen itu adalah Departemen Pekerjaan Umum, Kesehatan, dan Departemen Pendidikan Nasional.
Ketua BPK Anwar Nasution mengungkapkan hal tersebut usai membuka Workshop Audit Perhimpunan BPK se-Asia tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Jakarta, Senin (7/8).
Menurut Anwar, audit pengadaan barang di Departemen Pekerjaan Umum (PU) difokuskan pada penggunaan anggaran belanja pada proyek infrastruktur. Sementara di Departemen Kesehatan (Depkes) ditekankan pada proyek pengadaan obat dan alat kesehatan.
Khusus untuk audit di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), fokus audit diarahkan, antara lain, pada pengadaan buku sekolah. Jadi korupsi pada proyek itulah yang akan diaudit, katanya.
Anggaran Belanja untuk Departemen PU pada tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp 18,01 triliun kemudian ditingkatkan menjadi Rp 20,88 triliun pada tahun 2007. Sementara anggaran untuk Depkes meningkat dari Rp 13,52 triliun di tahun 2006 menjadi Rp 14,47 triliun di 2007. Begitu juga Depdiknas yang mendapat anggaran Rp 36,76 triliun di 2006 menjadi Rp 42,1 triliun di 2007.
Anwar mengatakan, audit dikhususkan pada pengadaan barang karena pengeluaran pemerintah untuk belanja barang tergolong yang terbesar dalam komposisi APBN. Oleh karena itu, pengadaan barang pemerintah ini menjadi prioritas utama bagi kami di masa yang akan datang, katanya.
Untuk memperkuat audit pengadaan barang tersebut, Anwar mengatakan, pihaknya mengundang auditor dari BPK negara-negara Asia untuk membagi pengalaman mereka. Auditor BPK se-Asia itu dipimpin Deputi Direktur Bidang Penelitian dan Internasional BPK Jepang Katsumi Yamada.
Yamada bertindak sebagai administrator pelatihan auditor. Selain itu diperkuat juga oleh auditor dari BPK India, Katania. Workshop ini kami lakukan karena Indonesia masih menjadi negara paling korup, terutama dalam pengadaan barang dan jasa. Antara lain pengadaan infrastruktur jalan raya. Itu terlihat dari kondisi jalan yang rusak berat di seluruh Indonesia, katanya.
Anwar mengatakan, salah satu upaya BPK memperkuat audit keuangan di dalam negeri adalah dengan merekomendasi pencabutan ijin operasional Kantor Akuntan Publik (KAP) dan akuntan yang disinyalir menyalahgunakan wewenangnya. Rekomendasi itu disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebulan yang lalu.
Kami melihat honor mereka. Ternyata, ahli hukum, kantor akuntan, dan perusahaan penilai itu memiliki uang yang sangat banyak. Dugaan kami, uang itu digunakan untuk menyogok, katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya selalu mengkaji ulang kinerja KAP dan akuntannya secara reguler. Departemen Keuangan mencoba mengakselerasi penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) untuk KAP dan akuntan publik yang diharapkan dapat memberi kepastian, terutama dalam aturan mainannya.
Pembahasan RUU ini sudah cukup lama terhenti. Namun kami berupaya agar KAP dan akuntan mampu memenuhi kualitas, kode etik, maupun komitmen terhadap auditnya, katanya.
Segera dilaporkan
Di tempat terpisah, Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto mengatakan, jika BPK memang mengetahui adanya penyimpangan yang dilakukan oleh akuntan publik, sebaiknya segera dilaporkan ke Depkeu atau IAI. Salurannya kan jelas dan prosesnya pasti jalan. Apabila BPK memang mengetahui ada tindakan yang menyimpang dari sebuah KAP, maka segera laporkan ke Depkeu sebagai pemberi izin atau IAI, kata Ahmadi.
Dia menambahkan, jangan sampai akuntan publik lain yang benar-benar bekerja keras dan menjaga keprofesiannya ikut tercemar namanya karena ada isu yang tidak baik mengenai akuntan publik. Saya tidak ingin jadi kontra produktif dengan tuduh menuduh. Tentunya BPK juga tindak ingin dituduh tidak benar kan. Jadi memang kalau ada pelanggaran segera dilapor. Selama ini setahu saya belum ada laporan dari BPK soal KAP yang menyimpang, baik ke Depkeu maupun ke IAI, kata Ahmadi.
Berdasarkan data IAI, sejak Juni 1999 sampai dengan Juli 2006 terdapat 49 pengaduan yang ditangani oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP). Dari jumlah tersebut sebanyak empat KAP dikenai sanksi peringatan tertulis dan empat KAP lainnya dikenai saksi peringatan tertulis ditambah kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan. Selain itu, 10 KAP dikenai sanksi peringatan tertulis, kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan, kewajiban penelaahan mutu atau pembatasan jasa audit. BPPAP juga memberikan sanksi pembekuan sebagai anggota pada 5 KAP.
Sanksi pembekuan keanggotaan ini selanjutnya kami teruskan ke Depkeu sebagai pihak yang berwenang untuk menghentikan kegiatan KAP. Namun berdasarakan Keputusan Menteri Keuangan, KAP hanya bisa beroperasi jika menjadi anggota aktif IAI, jelas Ahmadi. (oin/JAN/TAV)
Sumber: Kompas, 8 Agustus 2006