Aulia Merasa Jadi Korban Konspirasi
"Seandainya saya bukan besan Presiden, saya tidak akan berada di sini."
Terdakwa kasus aliran dana Bank Indonesia, Aulia Tantowi Pohan, menyatakan dirinya adalah korban konspirasi politik dan ambisi kekuasaan dengan Bank Indonesia sebagai alatnya. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia ini juga merasa menjadi korban opini publik sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
"Saya tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi saya berada dalam cengkeraman opini publik yang dibentuk bahwa saya melakukan tindak pidana korupsi," kata Aulia dalam pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta kemarin.
Menurut Aulia, tuduhan korupsi dengan tujuan memperkaya diri sendiri dan memperkaya orang lain sangat besar muatan politisnya. "Seandainya saya bukan besan Presiden, saya tidak akan berada di sini," ujarnya. Aulia bahkan percaya bahwa dirinya dihukum oleh opini publik.
Aulia juga membeberkan fakta bahwa akar penyebab ia ditetapkan sebagai tersangka diawali peristiwa pengunduran diri Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17 November 2000. Dalam skenario itu, Aulia menyebutkan, ada kesepakatan bahwa Dewan Gubernur BI harus diganti, kemudian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dianggap selesai, dan beban negara Rp 24,5 triliun dibebankan kepada Bank Indonesia.
Kemudian, menurut Aulia, pada 20 November 2000, disepakati diadakan fit and proper test, yang kemudian salah satu anggota Dewan, Anwar Nasution, juga ikut dalam proses tersebut. "Maka sudah jelaslah bahwa tuduhan kepada saya bukanlah suatu semangat pemberantasan korupsi," ujar Aulia.
Aulia juga membantah apabila dikatakan bahwa pencairan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) merugikan negara. Menurut Aulia, dana YPPI bukanlah dana milik negara, melainkan dana Yayasan. Ia menambahkan, yang dilakukannya dalam rapat Dewan Gubernur pada 23 Juni dan 3 Juli 2003 serta penandatanganan pencairan dana YPPI demi tugas negara dan kepentingan Bank Indonesia. "Pro patria nostra, tidak ada satu pun kepentingan lain, selain demi kepentingan negara," ujar Aulia.
Besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dituntut empat tahun penjara karena penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar, yang digunakan untuk menyelesaikan perkara BLBI secara politis. Selain Pohan, tiga Deputi Gubernur BI, yaitu Maman H. Soemantri, Bun Bunan E.J. Hutapea, dan Aslim Tadjuddin, dituntut dengan kasus yang sama.
Dalam sidang tuntutan pada 5 Juni lalu, jaksa juga menyebut bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan mantan Deputi Gubernur Anwar Nasution dan R. Maulana Ibrahim karena keduanya turut menyetujui penggunaan dana pada rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni dan 22 Juli 2003 (Koran Tempo, 6 Juni).
Jaksa menjelaskan, dana tersebut kemudian diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat senilai Rp 31,5 miliar dengan alasan untuk diseminasi dan sosialisasi. Sisanya sebesar Rp 68,5 miliar digunakan untuk bantuan hukum bagi para mantan petinggi bank sentral tersebut. Cheta Nilawaty
Sumber: Koran Tempo, 13 Juni 2009