Aulia Pohan Jadi Tersangka; Burhanuddin Abdullah Divonis 5 Tahun Penjara
Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, Rabu (29/10), divonis lima tahun penjara terkait kasus penarikan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. Pada hari yang sama Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Turut juga ditetapkan sebagai tersangka adalah tiga mantan deputi gubernur Bank Indonesia lainnya, yaitu Bunbunan EJ Hutapea, Maman H Soemantri, dan Aslim Tadjuddin.
Burhanuddin dinilai telah bekerja sama erat dengan anggota Dewan Gubernur BI lainnya, yaitu Aulia Pohan, Bunbunan EJ Hutapea, Maman H Soemantri, Aslim Tadjuddin, Oey Hoey Tiong, Anwar Nasution, dan Rusli Simanjuntak dalam penarikan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Hal itu diungkapkan Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Sidang yang dipimpin Gusrizal ini tidak bersuara bulat.
Seorang anggota majelis hakim, Moerdiono, menilai Burhanuddin telah melakukan penyuapan dengan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hakim I Made Hendra Kusumah mengatakan, tanpa adanya rapat Dewan Gubernur BI, penarikan uang Rp 100 miliar dari YPPI tidak akan terjadi. Keputusan tersebut merupakan bentuk kerja sama dengan peran dan derajat masing-masing.
”Tanpa adanya rapat dengar pendapat 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003, Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak tidak dapat melakukan penarikan dan penggunaan dana dari YPPI,” katanya.
Selanjutnya, majelis hakim menilai alasan Burhanuddin dan tim kuasa hukumnya, yang menyebutkan bahwa situasi batin Burhanuddin waktu itu bergantung pada anggota dewan gubernur yang lain karena dirinya masih menjabat, tidak diterima. Sebab, Burhanuddin selaku Gubernur BI bisa menunda pencairan uang hingga ia memahami persoalan tersebut.
Seusai sidang, Burhanuddin mengatakan sangat kecewa dan akan mencari keadilan hingga tingkat tertinggi. Ia juga menyesalkan putusan pengadilan yang mendefinisikan dirinya selaku koruptor, padahal selama persidangan ia tidak menerima satu sen pun dana dari YPPI. Pada tataran kebijakan pun, lanjutnya, tidak ada satu niat atau motivasi untuk menggunakan dana itu untuk memperkaya orang lain, korporasi, apalagi diri sendiri.
”Saya menilai perlakuan hukum yang sedang saya hadapi adalah menambah daftar panjang segala bentuk ketidakadilan di negeri ini. Banyak yang menilai kasus ini berdiri di atas sebuah kepentingan, di satu sisi mengorbankan integritas dan martabat saya, tetapi di sisi lain memahlawankan orang lain,” ujar Burhanuddin.
Hasil penyidikan
Ketua KPK Antasari Azhar dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, penetapan empat orang menjadi tersangka berdasarkan hasil penyidikan, fakta di persidangan, serta putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor terhadap mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.
”Sikap KPK ini diambil secara profesional. Bukan karena tekanan atau keinginan pihak mana pun. Saya perlu jelaskan ini agar persoalan (tentang kasus ini) yang ada di masyarakat menjadi jernih,” katanya.
Saat ditanya tentang pihak lain, seperti Ketua BPK Anwar Nasution, yang dalam putusan untuk Burhanuddin disebut perlu turut bertanggung jawab, Antasari menjawab, hal itu akan menjadi bagian dari analisis KPK selanjutnya atas kasus ini.
Antasari juga mengatakan, KPK akan meminta keterangan dari keempat tersangka dan saksi lain dalam kasus ini mulai Senin pekan depan.
Yudhoyono sedih
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kapasitasnya sebagai pribadi mengaku sedih mendengar besannya, Aulia Pohan, ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. ”Sebagai Susilo Bambang Yudhoyono, terus terang dan jujur, bersedih. Saya harus menenangkan keluarga besar besan saya agar tetap tawakal dan tabah sambil memohon ke hadirat Allah SWT agar yang datang adalah keadilan yang sejati,” ujar Yudhoyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
”Ini tugas saya sebagai pribadi. Sebagai bagian dari keluarga yang tentunya harus saya jalankan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Yudhoyono menegaskan, hukum harus ditegakkan. ”Kalau Pak Aulia Pohan bersama-sama yang lain dianggap melakukan kesalahan di dalam konteks ini, tentu proses penegakan hukum ditegakkan. Saya tidak boleh mengintervensi, saya tidak boleh mencampuri semangat kita semua,” ujarnya.
Presiden juga meminta agar semuanya diserahkan kepada proses hukum. ”Menjadi dambaan kita, hukum dan keadilan ditegakkan. Saya sebagai pemimpin tentu harus memelihara keadilan dalam diri saya dan ini berlaku bagi semua. Mudah-mudahan ini menjadi pemicu semangat kita semua untuk melakukan sesuatu yang terbaik bagi negeri dan rakyat kita,” ujarnya.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, keputusan KPK patut diapresiasi. Namun, mengapa penetapan status itu terlalu lama, termasuk harus menunggu jatuhnya vonis untuk Burhanuddin. Padahal, pada dakwaan Burhanuddin, nama Aulia disebut sampai 114 kali. (VIN/NWO/INU)
Sumber: Kompas, 30 Oktober 2008
------------
Besan Tersangka Kasus Dana BI, SBY Sedih
KPK: Aulia Pohan Ikut Terseret Kasus Dana BI
Proses hukum kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan mantan anggota Dewan Gubernur BI Aulia Tantowi Pohan sebagai tersangka baru dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 100 miliar tersebut.
Aulia yang juga besan Presiden SBY itu menjadi tersangka bersama dua mantan anggota Dewan Gubernur BI lainnya, yakni Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin. KPK juga mengumumkan status tersangka terhadap Maman H. Soemantri, anggota Dewan Pengawas Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Ketua KPK Antasari Azhar memublikasikan langsung penetapan status baru Aulia cs tersebut. ''Yang bersangkutan (Aulia cs) mulai diperiksa 3 November mendatang,'' kata Antasari di gedung KPK kemarin (29/10). Tim penyidik rencananya hari ini juga memeriksa sejumlah saksi terkait penetapan Aulia cs sebagai tersangka.
Menurut Antasari, status tersangka Aulia cs berdasarkan hasil penyidikan, fakta sidang, dan isi putusan terhadap mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. ''Sikap ini diambil dengan profesional, bukan keinginan dari pihak mana pun,'' tambah mantan jaksa berkumis tebal itu. Dalam sidang kemarin, Burhanuddin dijatuhi hukuman lima tahun dalam kasus yang sama.
Antasari juga mengungkapkan akan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang dianggap bersalah. ''Siapa pun yang bersalah akan kami mintai pertanggungjawaban,'' jawabnya saat ditanya wartawan soal kemungkinan KPK ikut mengusut keterlibatan mantan Deputi Gubernur BI Anwar Nasution dalam kasus BI.
Dalam berbagai sidang, Aulia cs disebut ikut berperan dalam proses persetujuan pencairan dana BI melalui kas YPPI. Dalam surat tuntutan terdakwa Burhanuddin, perbuatan mereka bahkan dianggap melawan hukum dengan memperkaya orang lain, yakni mantan pejabat BI dan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.
Kesalahan itu berawal ketika mereka mengikuti Rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003 yang memutuskan pencairan dana Rp 100 miliar.
SBY menanggapi serius penetapan ayah presenter Annisa Larasati Pohan sebagai tersangka. Setelah memimpin pertemuan dengan para ekonom di gedung utama Setneg, SBY sudah ditunggu puluhan wartawan yang ingin meminta komentar langsung. Presiden pun luluh dan menghampiri wartawan yang sudah menunggunya berjam-jam.
SBY menyampaikan pernyataan dalam dua versi, yakni selaku pribadi alias besan Aulia dan kepala pemerintahan. ''Saya secara pribadi, terus terang dan jujur, bersedih. Saya harus menenangkan keluarga besar besan saya, Bapak Aulia Pohan, anak menantu saya, dan anak saya, untuk menghadapi semuanya ini agar tetap tawakal dan tabah, sambil memohon ke hadirat Allah SWT agar yang datang adalah keadilan yang sejati,'' kata SBY.
Berikutnya SBY memberikan penjelasan selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Menurut SBY, berkali-kali dirinya selaku presiden telah menegaskan bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan. ''Kalau Pak Aulia Pohan bersama-sama yang lain dianggap melakukan kesalahan di dalam konteks ini, tentu proses penegakan hukum ditegakkan. Saya tidak boleh mengintervensi, saya tidak boleh mencampuri," tegas SBY.
Dia mengajak masyarakat menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Menurut SBY, sebagai pemimpin dirinya harus memelihara keadilan.
Penetapan Aulia cs sebagai tersangka juga menjadi isu politis. Partai Demokrat mendukung langkah KPK tersebut. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, keputusan itu bukti penegakan hukum berjalan makin baik.
Kelompok oposisi, PDIP, juga memuji langkah berani KPK. Menurut Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo, KPK terbukti mampu menjaga konsistensi dan objektivitas dalam menjalankan fungsinya. ''KPK masih baik,'' kata Tjahjo yang juga ketua Fraksi PDIP di DPR.
Apakah PDIP menilai KPK mengambil keputusan itu setelah mendapat tekanan publik? ''Saya tidak melihat seperti itu. KPK kan juga harus mendengar laporan dari saksi-saksi yang lain dulu,'' ujarnya.
Putusan Burhanuddin
Dari Pengadilan Tipikor, majelis hakim menghukum mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah lima tahun penjara. Majelis hakim menganggap Burhanuddin terbukti secara sah dan meyakinkan bertindak pidana korupsi dalam kasus aliran dana BI Rp 100 miliar.
Selain itu, pria kelahiran Garut tersebut dibebani denda'Rp 250 juta. Bila tidak mampu membayar, bisa digantikan enam bulan penjara. Bobot hukuman itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim memenjarakan Burhanuddin selama delapan tahun.
Dalam puncak sidang itu, Burhanuddin dianggap melanggar pasal 2 (1) UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Majelis yang diketuai Gusrizal berpendapat, Burhanuddin secara bersama-sama anggota dewan gubernur lainnya, yakni Aslim Tajuddin, Bun Bunan Hutapea, dan Aulia Pohan, melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Namun, tidak semua anggota majelis hakim kompak pada putusan tersebut. Sebelum putusan dijatuhkan, hakim anggota I Moerdiono mengungkapkan pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan itu. Dia menganggap perbuatan Burhanuddin bersama-sama anggota dewan gubernur lainnya bukanlah merugikan negara.
Pendapat berbeda itu tidak mengubah vonis yang dijatuhkan terhadap mantan orang nomor satu di bank sentral tersebut.
Menurut majelis, Burhanuddin terbukti telah memimpin rapat dewan gubernur (RDG) pada 3 Juni 2003. Rapat itu membahas evaluasi perekonomian. Setelah rapat, kata anggota majelis I Made Hendra, ada tambahan agenda. Salah satunya adalah menindaklanjuti komitmen memberikan bantuan kepada para mantan pejabat BI yang tersangkut perkara hukum.
Hendra menjelaskan, RDG juga mengikutsertakan Deputi Direktorat Hukum Oey Hoey Tiong. Menurut dia, Oey memaparkan tentang kebutuhan dana kepada para mantan pejabat hukum, yakni mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Paul Soetopo, Hendro Budianto, dan Iwan R. Prawiranata, yang menjadi tersangka kasus BLBI.
Bun Bunan Hutapea, salah seorang anggota RDG, mengungkapkan bahwa anggaran BI ketika itu sedang defisit, sehingga tidak bisa mengalokasikan dana kepada para pejabat BI tersebut. Namun, keputusan itu harus diambil karena sudah merupakan komitmen dari RDG sebelumnya. ''Bun Bunan lantas memberikan alternatif dana di YPPI,'' ungkapnya. Oey dalam rapat menerangkan, dari aspek yuridis, uang YPPI tersebut merupakan dana milik Bank Indonesia.
Dalam rapat itu, Aulia Pohan juga mengungkapkan, untuk proses amandemen UU BI dan penyelesaian BLBI, anggota DPR membutuhkan dana. Rapat tersebut kemudian memutuskan penyisihan dana Rp 100 miliar.
Sejak rapat itu, sudah ditarik dana Rp 28,5 miliar dari YPPI. Rinciannya, dana untuk bantuan hukum Iwan R. Prawiranata dan dana untuk anggota Komisi IX DPR Antony Zeidra Abidin.
Menurut Hendra, Burhanuddin juga mengeluarkan empat disposisi terkait dengan pencairan dana tersebut. ''Padahal, kalau keuangan BI tengah defisit, tidak perlu memberikan bantuan. Sebagai gubernur BI, terdakwa seharusnya menundanya,'' ujarnya.
Majelis menambahkan, Burhanuddin sebagai gubernur BI seharusnya bisa menolak keputusan RDG.
Burhanuddin juga dinilai tidak patut memberikan dana kepada DPR, apalagi dalam jumlah besar. Sementara itu, menurut keterangan saksi, tidak pernah ada diseminasi yang dilakukan.
Menanggapi putusan itu, Burhanuddin menyatakan kecewa. ''Saya tidak puas dan saya menyatakan banding,'' ujarnya kepada majelis hakim.
Demikian halnya dengan JPU yang juga menyatakan banding atas putusan tersebut. Burhanuddin menambahkan, perlakuan hukum yang dialami selama ini merupakan daftar panjang dari ketidakadilan yang terjadi di tanah air. Dia menuturkan, bila sampai akhir proses ternyata tetap dianggap bersalah, dirinya menganggap hal tersebut bagian dari takdir dan pengorbanan bagi BI serta perekonomian negara.
Kuasa hukum Burhanuddin, M. Assegaf, mengatakan, KPK seharusnya juga meminta pertanggungjawaban mantan Deputi Gubernur BI Anwar Nasution sebagai tersangka. Sebab, dalam amar putusan, majelis juga menyebutkan peran Anwar yang kini ketua BPK tersebut. (git/tom/yun/pri/agm)
Sumber: Jawa Pos, 30 Oktober 2008
-------------------
Aulia Pohan Tersangka
Presiden berjanji tak mengintervensi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan tak akan mengintervensi kasus dugaan korupsi dana Bank Indonesia yang menjerat besannya, Aulia Pohan, sebagai tersangka. Dalam kapasitasnya sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, Presiden meminta agar hukum dan keadilan ditegakkan.
"Kalau Aulia Pohan bersama-sama yang lain dianggap melakukan kesalahan, dalam konteks ini tentu proses penegakan hukum ditegakkan," kata Presiden kemarin. "Saya tidak boleh mengintervensi. Saya tidak boleh mencampuri, karena ini semangat kita semua."
Presiden memberikan pernyataan itu setelah mengadakan rapat bersama pengusaha dan para pengamat ekonomi di kantor Sekretariat Negara. Rapat itu berlangsung selama kurang-lebih tiga jam.
Yudhoyono mengakui, secara pribadi ia sedih mendengar keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemarin siang menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu sebagai tersangka dalam kasus senilai Rp 100 miliar itu. "Dalam kapasitas saya sebagai pribadi, Susilo Bambang Yudhoyono, mendengar semuanya ini, tentu saya, secara terus terang dan jujur, sedih."
Sebagai besan, katanya, ia juga harus menenangkan keluarga besar Aulia Pohan, anak, dan menantunya. "Untuk menghadapi semua ini, tetap tawakal dan tabah. Sambil memohon kepada Allah SWT agar yang datang adalah keadilan sejati," ia menjelaskan. "Itu tugas saya sebagai pribadi, sebagai bagian dari keluarga, yang harus saya jalankan sebaik-baiknya."
Meski begitu, Yudhoyono menegaskan keputusan akhir diserahkan sepenuhnya kepada proses penegakan hukum. "Salah atau tidak, seberapa besar kesalahan Aulia Pohan nanti, kesalahan pribadi atau kesalahan kolektif," katanya. "Saya sebagai pemimpin tentu harus memelihara keadilan dalam diri saya, dan ini berlaku bagi semua."
Selain terhadap Aulia, penetapan status tersangka oleh KPK juga dikenakan terhadap para mantan Deputi Gubernur BI, seperti Maman H. Soemantri, Aslim Tajuddin, dan Bun Bunan Hutapea. Nama Anwar Nasution, yang ketika kasus ini terjadi menjabat Deputi Gubernur Senior BI, sama sekali tak disebut.
"Mulai besok (hari ini) akan ada pemeriksaan beberapa saksi," kata Ketua KPK Antasari Azhar, yang menyampaikan siaran pers di kantornya kemarin siang. Komisi juga telah melayangkan panggilan kepada beberapa saksi dan tersangka untuk hadir pada Senin pekan depan.
Antasari menegaskan, penetapan status tersangka bagi Aulia Pohan tak dilakukan atas tekanan atau permintaan pihak mana pun, melainkan dari hasil kajian fakta penyidikan dan fakta pada persidangan. "Dan menyikapi putusan BA (mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah)," katanya.
Dalam sidang kemarin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Burhanuddin dinyatakan bersalah dan dikenai vonis hukuman penjara lima tahun, plus denda Rp 250 juta. Hakim menyatakan Burhanuddin tak sendirian melakukan tindak pidana. "Ada kerja sama yang erat dan diinsafi dengan peranan yang sama antara terdakwa dan anggota Dewan Gubernur lainnya," kata hakim Gusrizal. TOMI ARYANTO | NININ DAMAYANTI | CHETA NILAWATY | FAMEGA SYAVIRA
Akhirnya Terjerat Juga
Peran mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Tantowi Pohan dalam skandal aliran dana BI sebesar Rp 100 miliar telah berkali-kali terungkap di persidangan. Aulia disebut-sebut sebagai pengusul pengucuran dana tersebut dari kas Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. Sebagai Ketua Dewan Pengawas Yayasan, Aulia juga yang menyetujui pencairan dana untuk para mantan pejabat BI dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu. Akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi pun menetapkan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu sebagai tersangka.
Kesaksian yang Menyudutkan
"Inisiatif ini muncul dari Aulia Pohan, yang mengaku mendapat masukan dari Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong."
--Burhanuddin Abdullah (mantan Gubernur BI)
"Saya dipanggil (Aulia), dan dijelaskan mengenai hasil keputusan rapat Dewan Gubernur. Maka saya patuhi."
--Maman H. Soemantri (mantan Deputi Gubernur BI)
"Saya hanya menjalankan perintah. Aulia memanggil saya untuk dibuatkan catatan mengenai prosedur penarikan dana yayasan."
--Oey Hoey Tiong (mantan Direktur Hukum BI)
"Kami selalu melaporkan penggunaan uang kepada Aulia Pohan, juga kepada Dewan Gubernur secara lisan."
--Rusli Simanjuntak (mantan Kepala Biro Gubernur BI)
"Dengan persetujuan pengawas (Aulia), barulah uang tersebut keluar dari yayasan."
--Ratnawati Priyono (mantan Bendahara YLPPI)
BANTAHAN AULIA
"Penyisihan sejumlah dana YPPI atas hasil rapat Dewan Gubernur (yang dipimpin Burhanuddin)."
Aliran Dana BI
1. Mantan Pejabat BI
- Sudradjad Djiwandono -- Rp 25 miliar
- Heru Supraptomo Rp 10 miliar
- Hendro Budiyanto -- Rp 10 miliar
- Paul Soetopo -- Rp 10 miliar
- Iwan Prawiranata -- Rp 13,5 miliar
2. Anggota Komisi IX DPR (199-2004)
Melalui Hamka Yandhu dan Antony Z. Abidin -- Rp 28,5 miliar
3. Perantara dari Pejabat BI
Rusli Simanjuntak -- Rp 3 miliar diterima
Yang Telah Dijerat
Burhanuddin Abdullah -- Divonis 5 tahun penjara
Oey Hoey Tiong -- Dituntut 6 tahun penjara
Rusli Simanjuntak -- Dituntut 6 tahun penjara
Antony Z. Abidin -- Terdakwa, ditahan
Hamka Yandhu -- Terdakwa, ditahan
Naskah: Jajang | Cheta Nilawaty | Famega Syavira | PDAT
Sumber: Koran Tempo, 30 Oktober 2008