Ayam untuk Hakim; Sidang Kasus Suap MA Ditunda Tanpa Batas Waktu
Persidangan kasus suap di lingkungan Mahkamah Agung dengan terdakwa Harini Wijoso (pengacara Probosutedjo) makin tidak jelas penyelesaiannya. Ketua majelis hakim Kresna Menon menunda sidang tanpa batas waktu.
Sidang ini buntu menyusul terjadinya perpecahan di dalam majelis hakim mengenai pemanggilan Bagir Manan. Tiga hakim ad hoc menghendaki Bagir dipanggil, namun dua hakim karier menolak. Musyawarah yang telah berlangsung enam kali gagal mencapai kesepakatan.
Kegagalan majelis mencapai kata sepakat itu membuat gerah sejumlah aktivis LSM antikorupsi. Kemarin mereka datang ke pengadilan untuk memberi ayam kepada majelis hakim.
Kresna tidak menjelaskan alasan penundaan tanpa batas waktu. Seusai mengucapkan itu, Kresna cepat-cepat menutup sidang yang digelar di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (7/6). Seusai sidang, Kresna yang diwawancarai wartawan membantah kalau penundaan sidang tanpa batas waktu itu menunggu sikap Mahkamah Agung. Oh tidak ada, tidak, kata Kresna.
Saat ditanyakan apakah penundaan persidangan tanpa batas waktu itu karena menunggu pelantikan hakim ad hoc tipikor yang baru, Kresna kembali membantah, Oh, bukan, bukan karena itu. Aduh sudah ya, maaf ya, saya mumet.
Kuasa hukum Harini Wijoso, Effendi Lod Simanjuntak, menyayangkan penundaan sidang tanpa batas waktu yang jelas. Ia mengatakan tim kuasa hukum Harini tidak akan menghadiri persidangan jika majelis hakim belum bisa mengambil putusan.
Soerjadi, kuasa hukum Harini, mencatat masa persidangan sudah memasuki 99 hari. Kresna menjawab, Menurut undang- undang memang masa 90 hari persidangan sudah harus diputus.
Sebelum Kresna selesai menjawab, Effendi melanjutkan, Kami tidak mau ikut-ikutan melanggar undang-undang. Untuk itu jika majelis tidak bisa bersikap, kami memutuskan untuk tidak akan hadir dalam persidangan berikutnya.
Kresna meminta kuasa hukum tidak meninggalkan persidangan. Ia mengatakan, Soal lewatnya masa persidangan 90 hari, kami sudah melaporkan ke Ketua Pengadilan Tipikor dan ditembuskan ke lembaga yang lebih tinggi.
Kemarin sejumlah aktivis antikorupsi mendatangi Gedung Pengadilan Tipikor. Mereka berencana memberikan ayam kampung kepada Ketua Majelis Hakim Kresna Menon dan anggota majelis hakim Sutiyono. Menurut mereka, pemberian ayam ini sebagai perlambang kedua hakim karier ini sebagai hakim yang pengecut dan tidak independen.
Aktivis ini berasal dari ICW, KRHN, MaPPI FH UI, LBH Jakarta, dan TII. Kresna maupun Sutiyono menolak bertemu mereka. Selanjutnya, para aktivis antikorupsi ini bertemu tiga hakim ad hoc, I Made Hendra Kusumah, Dudu Duswara, dan Achmad Linoh. Kepada ketiga hakim ad hoc tipikor ini, mereka memberikan Hemaviton Plus sebagai perlambang agar hakim ad hoc tidak patah semangat dalam menegakkan hukum.
Achmad Linoh mengatakan, Kami ini sekarang bukan lagi besi, kami sudah menjadi baja. Kami sudah tidak mempan lagi ditekan-tekan. Para aktivis menemui jaksa penuntut umum Khaidir Ramly. Firmansyah dari KRHN mengusulkan agar Khaidir proaktif memanggil Bagir. Ini untuk memecah kebekuan akibat buntunya musyawarah hakim.
Khaidir menjelaskan, bagi penuntut umum yang terpenting bukan pemanggilan, melainkan keterangan Bagir di persidangan. Kami bisa saja memanggil Bagir, tetapi kalau majelis tidak mau mendengar keterangan bagaimana. Bagi kami yang terpenting adalah keterangan Bagir didengar di persidangan untuk membuktikan dakwaan, kata Khaidir.
Kemarin Komisi Yudisial mengingatkan MA terkait rekomendasi pemberian sanksi kepada dua hakim tindak pidana korupsi yang dikeluarkan komisi itu beberapa waktu lalu. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi Yudisial Thahir Saimima didampingi anggota Komisi Yudisial Mustofa Abdullah kepada wartawan. Sebelumnya, Komisi Yudisial telah mengeluarkan rekomendasi untuk Kresna dan Sutiyono. Kresna diusulkan untuk memperoleh pemberhentian sementara satu tahun, sedangkan Sutiyono diusulkan mendapatkan teguran tertulis. (vin/ana)
Sumber: Kompas, 8 Juni 2006