Ayat Tembakau; Penghentian Penyidikan Dipertanyakan
Kepolisian menghentikan penyidikan atas kasus rencana penghilangan Ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan yang menetapkan tembakau sebagai zat adiktif. Penghentian penyidikan itu dianggap janggal. Sebelumnya, tiga anggota DPR, yakni Ribka Tjiptaning, Asiyah Salekan, dan dr Maryani A Baramuli, disebut-sebut terlibat dalam kasus itu.
Demikian terungkap dalam jumpa pers Koalisi Anti Korupsi Ayat Rokok (KAKAR), Selasa (19/10) di Jakarta. Koalisi itu beranggotakan sejumlah lembaga kemasyarakatan dan pemerhati kesehatan. Kasus percobaan penghilangan ayat itu dilaporkan akhir September 2009. Mantan anggota Komisi IX, anggota koalisi, sekaligus pelapor kasus itu, Hakim Sorimuda Pohan, mengatakan, dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan yang dikirimkan Badan Reserse Kriminal Polri dicantumkan bahwa penyidik telah melakukan langkah-langkah yang maksimal. Meski demikian, hasil penyidikan telah disimpulkan bahwa perkara tersebut bukan merupakan perbuatan pidana.
Hakim mengatakan, terdapat keganjilan seputar penghentian penyidikan terhadap kasus tersebut. Dalam surat Badan Reserse Kriminal Polri
bernomor B/319-DP/VIII/2010/Dit-I yang dikirimkan kepada Hakim disebutkan, dikarenakan jabatan para tersangka, yakni Ribka Tjiptaning, Asiyah Salekan, dan dr Maryani A Baramuli, penyidik akan mengajukan kepada kepala biro analisis untuk dapat dilaksanakan gelar perkara luar biasa terhadap perkara itu.
Tindakan penyelidikan dan penyidikan baru dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presiden atas permintaan penyidik.
”Namun, dalam waktu singkat, sekitar dua bulan, dan tidak ada kabar soal pemeriksaan terhadap tersangka, tiba-tiba kasus dihentikan.
Sejauh mana polisi telah memeriksa para anggota DPR?” ujar Hakim.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, hal ini menimbulkan dugaan adanya intervensi dari luar kepolisian sehingga muncul keputusan tersebut. ”Kembali profesionalitas kepolisian dipertanyakan dengan penghentian kasus yang janggal itu,” ujarnya.
Tulus mengatakan, KAKAR akan mempermasalahkan keputusan tersebut dengan menempuh jalur praperadilan agar kasus itu bisa dibuka kembali. Selain itu, penghentian kasus yang dianggap aneh tersebut juga akan diteruskan ke Komisi Kepolisian Nasional agar jelas duduk perkaranya. (INE)
Sumber: Kompas, 20 Oktober 2010