Babak Awal "Pembubaran" Pengadilan Tipikor
PENGHAPUSAN HAKIM AD HOC DI MAHKAMAH AGUNG DALAM RUU MA
BABAK AWAL “PEMBUBARAN” PENGADILAN TIPIKOR
Pembahasan RUU MA sejak awal sudah bermasalah baik secara proses maupun subtansi. Dalam prosesnya, pembahasan RUU MA dilakukan tertutup, tidak melibatkan partisipasi publik, dilakukan tergesa-gesa dan sarat nuansa politis. Secara subtansi, banyak perdebatan menyangkut kewenangan pengawasan KY, usia pensiun hakim agung, kebutuhan hakim non karir, maupun seleksi hakim agung yang diusulkan IKAHI tidak melalui KY lagi.
Namun tanpa banyak diketahui dan disadari, draft RUU Mahkamah Agung versi Baleg (Badan Legislatif) dan draf usulan IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) secara tegas menghilangkan ketentuan mengenai keberadaan Hakim Ad Hoc di MA. Sebelumnya pengaturan Hakim Ad Hoc tercantum dalam pasal 7 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2004 yang berbunyi: Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam undang-undang
[1]
.
Berdasarkan UU MA tersebut maka terdapat 3 (tiga) jenis hakim di Mahkamah Agung yaitu Hakim Agung dari karir, Hakim Agung dari non karir, dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung (yang bukan Hakim Agung). Antara Hakim Agung (karir dan non karir) dengan Hakim Ad Hoc ditingkat kasasi memiliki perbedaan baik dari proses seleksi maupun tugas yang diembannya. Hakim Agung mekanisme seleksinya melalui Komisi Yudisial dan DPR. Sedangkan Hakim Ad Hoc proses seleksinya dilakukan oleh panitia seleksi dan DPR. Hakim Agung dapat memeriksa dan memutus semua perkara yang masuk ke MA. Sedangkan hakim ad hoc di Mahkamah Agung hanya memeriksa kasus tertentu sesuai yang diamanatkan oleh UU. Dengan demikian merupakan suatu kekeliruan yang mempersamakan hakim agung non karir dengan hakim adhoc di Mahkamah Agung.
Adanya pasal 7 ayat (3) UU MA tersebut secara eksplisit memberikan pengakuan serta landasan atas keberadaan hakim Ad Hoc tingkat kasasi seperti yang dikehendaki undang-undang lain di luar UU MA. Hingga saat ini, beberapa undang-undang yang mengatur mengenai Hakim Ad Hoc tingkat kasasi misalnya UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan UU Hak Asasi Manusia.
Pada dasarnya, UU MA dibuat untuk mengatur hal-hal menyangkut lembaga tersebut seperti kewenangan MA termasuk siapa yang ada didalamnya. Dalam draft RUU MA, secara jelas diatur mengenai Hakim Agung baik dari unsur karir maupun non karir yang menjadi bagian dari MA. Apabila Hakim Ad Hoc tidak diatur dalam UUU MA, maka dapat menimbulkan intepretasi bahwa mereka bukan bagian dari MA. dan tentu hal ini berpotensi menimbulkan banyak masalah misalnya masalah administratif. Selain itu, penghapusan pasal mengenai Hakim Ad Hoc jelas menimbulkan deligitimasi kedudukan mereka di MA. Cukupkah keberadaan mereka hanya diatur di luar UU MA, sedangkan mereka akan bekerja memutus perkara kasasi bersama Hakim Agung di MA?
Salah satu Hakim Ad Hoc yang terancam kedudukannya adalah Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di Mahkamah Agung. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap upaya pemberantasan korupsi. Sebagai perbandingan, sejak 2004-2008 kasus-kasus yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hingga tingkat Kasasi yang ditangani hakim karir dan Hakim Ad Hoc, tidak ada satupun yang divonis bebas.
Sedangkan, kasus-kasus korupsi dari pengadilan umum yang sampai ke MA banyak yang divonis rendah sekali, bahkan divonis bebas. Menurut pemantauan ICW, dalam kurun waktu antara tahun 2004-2008 sedikitnya terdapat 107 terdakwa yang divonis bebas oleh MA. Di luar itu, tidak terhitung berapa putusan ringan kasus korupsi yang dijatuhkan MA. Melihat fakta putusan-putusan yang seluruhnya ditangani oleh Hakim Agung di MA yang masih banyak yang jauh dari rasa keadilan masyrakat, penghapusan Hakim Ad Hoc jelas merupakan langkah mundur dalam pemberantasan korupsi.
Penghapusan pasal menyangkut Hakim A Hoc juga harus diwaspadai sebagai skenario meniadakan sama sekali Hakim Ad Hoc di MA. Hal ini tidak lepas dari kemungkinan adanya kepentingan MA maupun DPR untuk menghapus eksistensi Hakim Ad Hoc.
Pada MA, terlihat kemungkinan adanya motif ‘dendam’ terhadap Hakim Ad Hoc. Berdasarkan catatan, beberapa kali terlontar pernyataan dari pimpinan MA yang meremehkan kualitas Hakim Ad Hoc tindak pidana korupsi. Pernyataan ini dilontarkan khususnya setelah terjadi pemanggilan Bagir Manan oleh 3 Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor dalam sidang kasus korupsi pengacara Probosutedjo Harini Wijoso dengan 5 staf MA. Sedangkan pada DPR, ada kekhawatiran untuk mendeligitimasi keberadaan pengadilan Tipikor dengan Hakim Ad Hoc didalamnya karena banyaknya kasus-kasus korupsi yang menyeret anggota dewan maupun kader-kader partai politik. Upaya penghapusan eksistensi hakim ad hoc kasasi dapat diartikan sebagai babak awal “pembubaran” pengadilan tipikor.
Berdasarkan kondisi tersebut, Aliansi menyatakan:
1.
Menolak segala upaya “pembubaran atau pengkerdilan” pengadilan tipikor.
2.
Mendesak DPR RI untuk tidak menghapus pasal mengenai keberadaan hakim ad hoc dalam RUU MA yang saat ini sedang dibahas.
3.
(Tetap) menolak perpanjangan usia pensiun hakim agung hingga 70 tahun.
Jakarta, 16 Oktober 2008
Aliansi Penyelamat Mahkamah Agung
TABEL PERBANDINGAN UU MA LAMA DENGAN RUU VERSI BALEG DAN PANJA KOMISI III
Pasal 7 UU Nomor 5 Tahun 2004 Tentang MA |
Pasal 7 Draft RUU tentang MA (versi Baleg DPR) |
Pasal 7 Draft RUU tentang MA (Hasil Panja DPR) |
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi.
(2) Apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier dengan syarat:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e;
b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(3) Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam undang-undang.
|
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Paasl 6B harus memenuhi syarat:
a. system karir
1) warga Negara Indonesia
2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3) berijazah magister di bidang hokum dengan dasar sarjana hokum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hokum
4) berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun
5) mampu secara rohani dan jasmani utnuk menjalankan tugas dan kewajiban
6) berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi dan
7) tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/ atau pedoman perilaku hakim
b. system non karir:
1) memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka !), angka 2) angka 4) dan angka 5).
2) Berpengalaman dalam profesi hokum dan/atau akademisi hokum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun
3) Berijazah doctor dan magister dibidang hukum, dengan dasar sarjana hokum atau sarjana lian yang mempunyai keahlian di bidang hokum.
4) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (2) Dihapus
(3) Dihapus
Catatan Dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU MA pada 26 Juni 2008, pemerintah memohon penjelasan degan dihapuskannya ayat ini, bagaimana keberdaan hakim ad hoc pada MA yang ada sekarang |
Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Paasl 6B harus memenuhi syarat: a. system karir
1). warga Negara Indonesia
2). bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3). berijazah magister di bidang hokum dengan dasar sarjana hokum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hokum
4). berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun
5). mampu secara rohani dan jasmani utnuk menjalankan tugas dan kewajiban
6). berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi dan
7). tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/ atau pedoman perilaku hakim b. system non karir:
1). memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka !), angka 2) angka 4) dan angka 5).
2). Berpengalaman dalam profesi hokum dan/atau akademisi hokum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun
3). Berijazah doctor dan magister dibidang hokum, dengan dasar sarjana hokum atau sarjana lian yang mempunyai keahlian di bidang hokum.
4). Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Catatan Ketentuan mengenai hakimad hoc ditiadakan oleh DPR
|
UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR MENGENAI HAKIM AD HOC DI TINGKAT KASASI ATAU DI MAHKAMAH AGUNG ADALAH:
· UU No 30 Th 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
|
Pasal 60 ayat (2): Pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Majelis Hakim berjumlah 5 (lima) orang yang teridir atas 2 (dua) orang Hakim Agung dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.
Pasal 60 ayat (3): Untuk dapat diangkat menjadi hakim ad hoc pada Mahkamah Agung harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: …….. (dst)
|
· UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
|
Pasal 113 Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
· UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia |
Pasal 33 angka 2 Pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh majelis hakim yang berjumlah 5 (lima) orang teridiri atas 2 (dua) orang Hakim Agung dan 3 (tiga orang hakim ad hoc.
Pasal 33 angka 3 Jumlah hakim ad hoc di Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangkan 3 (tiga) orang.
|
BEBERAPA PUTUSAN BEBAS/ LEPAS/ NO OLEH MA
NO |
NAMA HAKIM |
PERKARA |
TERDAKWA |
TUNTUTAN JPU |
TANGGAL VONIS |
1.
|
Bagir Manan Parman Soeparman Djoko Sarwoko |
Korupsi Suap untuk pelolosan LPJ Bupati Mandailing Natal tahun 2001 |
Amru Helmi Daulay, Bupati Tk II Kab. Madina Sumatera Utara |
1 tahun penjara |
14 Juni 2005 |
2.
|
Iskandar Kamil Arbidjoto Sunardi Padang |
Korupsi dana Yanatera Bulog sebesar Rp 35 miliar |
Wakil Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) M. Sapuan |
- |
29 Oktober 2004 |
3.
|
Parman Suparman Arbijoto (alm) Sunardi Padang |
korupsi BLBI Bank Umum Nasional (BUN) senilai Rp 6,738 triliun |
Kaharuddin Ongko (mantan wakil komisaris utama BUN) Leonard Tanubrata (mantan Dirut BUN). |
Ongko 19 tahun penjara dan Tanubrata selama 14 tahun penjara |
1 September 2004 |
4.
|
Paulus Effendi Lotulung Parman Soeparman Arbijoto Muchsin |
Korupsi dana non budgeter bulog senilai Rp 40 miliar |
Akbar Tanjung |
4 tahun penjara |
12 Februari 2004 |
5.
|
German Hoediarto |
Korupsi skandal cessie Bank Bali (BB) dan PT Era Giat Prima (EGP) senilai Rp 904,6 miliar |
Mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin |
4 tahun penjara |
21 September 2004 |
6.
|
Hakim Sunu Wahadi M. Said Harahap |
Korupsi Skandal Bank Bali yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp. 546 miliar |
Joko S Tjandra |
18 Bulan Penjara |
26 Juni 2001 |
7.
|
Taufik German Hoediarto Soeharto |
Korupsi Ruislag Goro Batara Sakti dengan Bulog |
Hotumo Mandala Putra |
1 tahun penjara |
14 September 2001 |
8.
|
Muhammad Taufik, Atja Sondjaja, dan I Made Tara, SH. |
Pembuatan Negotiable Certificate Deposito (NCD) PT. Bank Swansarindo Internasional . kerugian Negara Rp 51, 95 miliar |
Mohammad Romli Dalim, Kepala KPO PT. Bank Swansarindo Internasional |
|
21 Februari 2007 |
9.
|
Nyak Pha,I Made Tarra, dan Muchsin
|
Dana APBD Depok 2002, Rp 7,35 miliar |
Tiga mantan pimpinan DPRD Depok- Sutadi (mantan ketua DPRD), Naming D Bothin (kini ketua DPRD Depok), dan Hasbullah Rahmad (kini ketua Badan Kehormatan DPRD Depok |
|
28 Maret 2007 |
10.
|
Atja Sondjadja, S.H. dan anggota Muhammad Taufik, S.H., serta I Made Tara, S.H |
Dana Usaha Tani (KUT) pada KUD Sugema, Ciamis Rp 979 juta |
Henny Syahlan, Sekretaris KUD Sugema |
|
4 April 2007 |
11.
|
Iskandar Kamil SH, Kaimuddin Saleh SH, serta Mugihardjo |
proyek pengadaan tanah untuk perkantoran Pemkot Prabumulih di Desa Sindur, Kecamatan Cambai, dan RSUD di Kelurahan Gunung Ibul, Kecamatan Prabumulih Timur, kerugian Rp 3,005 miliar |
Rachman Djalili, wali kota Prabumulih nonaktif SH
|
|
25 April 2007 |
12.
|
Parman Soeparman,Soedarno , Imam Haryadi |
Impor beras ilegal 60.000 ton dari Vietnam. Kerugian negara Rp 25,413 miliar |
Yamiral Azis Santoso dan Wahjono (Mantan Pejabat Bea Cukai) |
10 Tahun |
16 Mei 2007 |
13.
|
Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., M.H., I Made Tara, S.H., dan Prof. Dr. H. Muchsin, S.H. |
APBD Kabupaten Ciamis tahun 2001-2002, Kerugian Negara Rp 5,2 miliar |
Akhmad Dimyati, Wakil Wali Kota Banjar non-aktif dan Taufik anggota DPRD Kabupaten Ciamis |
|
13 Juni 2007 |
14.
|
Iskandar Kamil |
Proyek pembangunan balai kota dan gedung C Pemkot Bengkulu |
Mantan Kabag Penyusunan Program (Sunram), Pemkot Bengkulu, Ir. H. Ahmad Azhary AR, MM |
|
Juli 2007 |
15.
|
Bagir Manan, Iskandar Kamil, Djoko Sarwoko |
APBD Provinsi Sumbar tahun 2002, Rp 5,9 miliar |
10 anggota DPRD Provinsi Sumbar periode 1999-2004 (yaitu Mafendi, Hilmi Hamid, Sueb Karyono, Hendra Irwan Rahim, Jufri Hadi, Lief Wanda, Alvian, Mahardi Effendi, Sahril BB, M Yunus Said) |
|
10 Oktober 2007 |
16.
|
Abbas Said, Imam Haryadi, dan Imam Soebechi |
APBD Kabupaten Buol Tolitoli, Kerugian Rp 2,9 miliar |
18 mantan anggota DPRD Kabupaten Buol Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah |
|
10 Oktober 207 |
17.
|
- |
Pengadaan pupuk organik program Gerakan Nasional Reboisasi Hutan dan Lahan (GNRHL) Kabupaten Purworejo tahun 2005, Rp 1,6 miliar |
Edy Wijayanti ,Wakil Direktur CV Guna Reksa Utama |
|
26 Oktober 2007 |
18.
|
Valerine JL Kriekhoff SH, Andar Purba SH, dan Rehngena Purba SH |
APBD Donggala tahun 200 |
Ridwan Yalidjama, Allobua Rangan, Ventje PJ Sumakul, Moh Anwar Mutaher dan Awaludin Husen Asep (orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Donggala periode 1999 – 2004 |
|
21 Februari 2007 |
19.
|
Iskandar Kamil S.H.majelis, M. Bahaudin Qaudry S.H., dan Joko Sarwoko S.H. M.H |
APBD NTB 2001 |
H.Abukabar Mucchdi, BSc, H.lalu Koeshardi Anggrat, S.H dan I Gusti Komang Padang |
|
Februari 2008 |
20.
|
Iskandar Kamil |
APBD Kudus, Rp 18,5 miliar |
Edy Yusuf dan A Zaini, mantan anggota DPRD |
|
14 Februari 2008 |
21.
|
Susanti Adinugroho, Mieke Komar dan Abdurrahman |
Dana APBD Sumbar tahun 2002, Rp 5,9 miliar |
Ketua DPRD Sumatera Barat periode 1999-2004 Arwan Kasri, Wakil Ketua DPRD Masfar Rasyid dan Titi Nazif Lubuk |
|
25 Februari 2008 |
22.
|
|
Dana APBD Sumbar tahun 2002, Rp 5,9 miliar |
10 Anggota DPRD Sumatera Barat periode 1999-2004 (Akmal Zein CS) |
|
Februari 2008 |
23.
|
|
Dana APBD Sumbar tahun 2002, Rp 5,9 miliar |
10 Anggota DPRD Sumatera Barat periode 1999-2004 (Abdul Manaf Thaher CS) |
|
Februari 2008 |
24 |
|
Dana APBD Sumbar tahun 2002, Rp 5,9 miliar |
10 Anggota DPRD Sumatera Barat periode 1999-2004 (Arius Sampeno CS) |
|
Februari 2008 |
25 |
|
Proyek pembangunan pasar Sudu Kab Enrekang, Rp 520 juta |
Dulman, pimpinan proyek |
|
4 April 2008 |
26 |
Abbas Said |
dana tak tersangka APBD Kampar tahun 2004, Rp 14 miliar |
Sekdakab Kampar, Zulher |
|
Mei 2008 |
27 |
Harifin A Tumpa, Bagir Manan |
Kasus perpanjangan HGB Hotel Hilton, di Kawasan Senayan, Rp 1,9 triliun |
Presdir PT Indobuildco Pontjo Sutowo dan kuasa hukumnya Ali Mazi |
7 tahun |
September 2008 |