Bagir Kecewa dengan Proses Seleksi
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengaku prihatin dan kecewa dengan proses seleksi calon hakim agung yang diselenggarakan Komisi Yudisial. Ia meragukan obyektivitas seleksi itu. Ia juga berharap DPR dapat melakukan seleksi dengan lebih baik sehingga menghasilkan enam calon hakim agung yang terbaik.
Kami sangat prihatin, bahkan kecewa, kalau betul apa yang disampaikan, bahkan sudah ditegaskan seorang anggota KY itu. Kalau itu benar, MA mempertanyakan obyektivitas KY, ujar Bagir saat ditemui di Gedung MA, Jakarta, Senin (25/6).
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota KY, Irawady Joenoes, mengaku ditinggalkan enam anggota KY lainnya dalam memutuskan nama calon hakim agung yang lolos dan diserahkan kepada DPR. Rapat pleno pengambilan keputusan calon hakim agung diselenggarakan saat dirinya tengah memimpin rapat Tim Meruya (Kompas, 25/6).
Tidak profesional
Mantan anggota Panitia Seleksi Anggota KY, Indriyanto Seno Adji, menilai perpecahan internal tujuh anggota KY yang tersebar hingga keluar (media massa) itu menunjukkan ada ketidakprofesionalan kerja KY. Sebagai lembaga negara yang independen, yang bertugas sebagai pengawas peradilan, hal semacam ini hendaknya dihindari, katanya.
Terhadap aktivitas KY, Indriyanto merasa bertanggung jawab secara moral. Sebab itu, ia mengimbau anggota KY tak membiarkan pertentangan yang terbuka itu tidak terulang kembali.
Sementara Bagir Manan menegaskan akan meneruskan rasa kecewanya itu dengan mengirimkan surat kepada Komisi III DPR. Ia juga meminta masyarakat menarik pelajaran dari kejadian semacam ini. Selama ini masyarakat menganggap KY begitu obyektif, bermutu, dan lurus, ujarnya lagi.
Selasa ini, Komisi III DPR akan rapat kerja dengan KY. KY akan memaparkan proses seleksi calon hakim agung hingga menghasilkan 12 nama. Uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung dimulai pada 2 Juli 2007.
Trimedya Panjaitan, Ketua Komisi III DPR, menegaskan, pertentangan di KY tak akan mengubah agenda seleksi hakim agung. DPR tetap akan menerima calon yang disampaikan KY sebab konflik yang terjadi di KY tak menjadi kewenangan Komisi III untuk menanganinya.
Namun, dengan kejadian ini KY seharusnya memperkuat kelembagaannya. Kejadian ini bisa kian mendegradasi kepercayaan publik pada KY, kata Trimedya.
Ia mengatakan, Komisi III DPR sudah mengingatkan KY agar membuat kode etik dan tata tertib sehingga ada acuan dalam membuat keputusan. Namun, ini belum diwujudkan. (ana/tra)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2007