Bagir Tak Penuhi Panggilan KPK
Pono: Dua Hakim Sudah Terima Suap
JAKARTA- Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan yang semula diperiksa Kamis kemarin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga berita ini diturunkan tidak menampakkan tanda-tanda kehadiran di KPK.
Sejumlah wartawan yang menunggu sejak pagi pun akhirnya tidak mendapatkan berita tentang pemeriksaan orang pertama di MA itu, hingga pukul 18.00 WIB. Padahal, menurut sumber yang beredar di KPK, Bagir seharusnya datang pada Kamis kemarin.
Lebih lanjut menurut sumber di KPK, surat pemanggilan Bagir sudah dikirimkan sejak beberapa waktu yang lalu, dan hingga saat ini belum mendapatkan kepastian apakah akan memenuhi panggilan.
''Kemungkinan dia diperiksa minggu depan,'' kata sumber di KPK tersebut.
Keterangan Bagir, kata sumber itu, sebenarnya diperlukan untuk mencari alat bukti baru apakah di tubuh MA terjadi tindakan percaloan jual-beli perkara. ''Ini sekaligus sebagai cek silang keterangan yang kami peroleh dari pemeriksaan para tersangka sebelumnya,'' katanya.
Kendati tidak datang, sejumlah wartawan Kamis kemarin menyambangi kantor MA. Bagir pun tidak di tempat. Kantor dan lingkungan kerjanya dalam keadaan normal seperti layaknya aktivitas keseharian.
Selama 8 Jam
Seusai pemeriksaan di KPK selama 8 jam, staf bagian kendaraan MA Pono Waluyo mengakui bahwa pengacara Probosutedjo meminta untuk dibukakan jalan ke Bagir Manan selaku Ketua Majelis Hakim dalam kasus Probosutedjo. ''Harini meminta saya untuk membukakan jalan, karena dua hakim anggota lainnya, yakni Parman Suparman dan Usman Karim, sudah dibereskan,'' kata Pono.
Menurut Pono, Harini sudah memberikan uang suap kepada kedua hakim itu. Saat didesak apakah Harini memberikan Rp 750 juta, Pono mengelak dan mengatakan tidak tahu-menahu berapa yang diserahkan oleh Harini. ''Tanya Harini saja,'' katanya.
Di tempat terpisah, sahabat karib Probosutedjo, Sri Edi Swasono, mengatakan, pihaknya sudah memerinci dan melaporkan aliran dan penggunaan dana Rp 16 miliar berikut penerimanya ke KPK. '' Probosutedjo sudah menyampaikan semuanya, termasuk nama-nama orang terkait, nama pejabat-pejabat pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, juga bukti-bukti lainnya berupa surat-surat,'' kata Edi Swasono.
Laporan yang diberikan ke KPK tersebut sangat lengkap sehingga banyak yang belum diungkap di surat kabar. '' Saya waktu mendengarkan nama-nama di dalam laporan tersebut sangat mengerikan, ''
Sri Edi juga menegaskan, keinginannya mendampingi Probosutejo ketika melapor ke KPK, bukan dimaksudkan membuat opini hukum, namun masalah yang dihadapi temannya tersebut murni masalah perdata, masalah utang-piutang.
'' Tahu-tahu dijadikan tuduhan korupsi. Tuduhan itu memukul Probosutedjo,'' katanya.
Jika dilihat laporan lengkapnya, lanjut Edi, Probosutedjo juga diperas oleh orang-orang peradilan bukan hanya oleh calo, melainkan juga oleh pengacara, hakim, kantor peradilan, oknum peradilan, dan sebagainya. ''Ini membuat saya prihatin. Ini bukan negara hukum lagi, melainkan negara korup dan menyalahgunakan wewenang, dan lebih jahat lagi penyalahgunaan kekuasaan politik,'' kata Edi Swasono.
Komisi Yudisial (KY) juga berencana memanggil para hakim tingkat I sampai tingkat kasasi yang menangani kasus korupsi dana reboisasi senilai Rp 100,931 miliar, yang diduga dilakukan pengusaha Probosutedjo. '' Kita akan periksa Probosutedjo dan Sri-Edi Swasono tanggal 18 Oktober nanti,'' kata Ketua KY Busro Muqodas, Kamis (13/10).
KY, katanya, juga berkepentingan untuk mendengar keterangan dari Probosutedjo terkait dengan kejadian suap di MA. '' Kami akan bersinergi dengan KPK dan jika sudah cukup keterangan kita akan memanggil hakim-hakim itu, atau mungkin saja kita panggil langsung hakim agung,'' katanya.
Kendati demikian, pihaknya akan tetap berkoordinasi dengan KPK.
''Pemeriksaan hakim agung di MA tidak akan mengurangi sedikit pun komitmen KY untuk menegakkan peradilan yang bersih di Indonesia,'' katanya. (aih-29t)
Suara Merdeka, 14 Oktober 2005