Bank Indonesia Cabut Permohonan Sengketa Antarlembaga
Jimly meminta agar kuasa hukum tidak ceroboh mengajukan perkara di Mahkamah Konstitusi.
Kuasa hukum Bank Indonesia mencabut permohonan tentang sengketa kewenangan antarlembaga negara di Mahkamah Konstitusi. Sebagai gantinya, mereka akan mengajukan permohonan hak uji materi Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penarikan permohonan sengketa kewenangan tersebut disampaikan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Jimly Asshiddiqie pada Kamis lalu.
Pencabutan permohonan itu biasa dalam hukum acara, kami akan mengganti permohonan sengketa kewenangan antarlembaga negara menjadi permohonan hak uji materi, kata Dani Saliswijaya, salah satu kuasa hukum Bank Indonesia.
Menurut Dani, Bank Indonesia juga telah mengirim surat pencabutan permohonan sengketa kewenangan antarlembaga negara di Mahkamah Konstitusi. Pencabutan permohonan tersebut setelah Bank Indonesia mendengar pandangan-pandangan dari pakar hukum.
Sebelumnya, kuasa hukum Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengajukan permohonan sengketa kewenangan antarlembaga negara. Dia menilai terjadi pertentangan antara kewenangan Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang KPK dalam pemeriksaan gubernur bank sentral.
Undang-Undang Bank Indonesia mengatur pemeriksaan anggota Dewan Gubernur BI atas izin tertulis presiden. Dalam ketentuan KPK, pemeriksaan pejabat tanpa persetujuan presiden terlebih dulu.
Majelis hakim konstitusi Abdul Mukhtie Fadjar dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pekan lalu menyatakan tidak melihat adanya sengketa kewenangan dalam perkara tersebut. Dia mengatakan perkara tersebut lebih cocok diajukan sebagai permohonan hak uji materi.
Dani mengatakan akan mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang KPK pada Senin nanti. Dia menilai kliennya, Burhanuddin, dirugikan dengan ketentuan mengenai izin pemeriksaan dari presiden tersebut. Mereka akan meminta ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Bank Indonesia dan Pasal 46 Undang-Undang KPK tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Jimly meminta kuasa hukum BI tidak ceroboh dalam mengajukan perkara di Mahkamah Konstitusi. Dia mengatakan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi berbeda dengan di pengadilan. Kasihan pemohon aslinya, akan merusak citra Bank Indonesia, ujar Jimly. SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 9 Maret 2008