Banyak Aset Diduga Bodong
Aset yang disita pemerintah dalam kasus pembobolan Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menurut Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Teten Masduki, harus diwaspadai validitas nilainya. Sebab patut diduga mayoritas aset itu bodong, alias bernilai sangat rendah, atau bahkan fiktif.
Penilaian itu diungkapkan Teten terkait dengan perbedaan persepsi antara manajemen BNI dan Polri soal nilai aset yang telah ditarik kembali. BNI menganggap nilai riil aset yang kembali hanya Rp 4 miliar plus Rp 300.000. Sedangkan Polri yakin bahwa jumlahnya mencapai ratusan miliar, bahkan berkisar Rp 1 triliun.
Penyitaan oleh polisi lebih banyak dilakukan di atas kertas. Belum disertai survei di lapangan. Jangan dulu bicara soal taksiran nilai sesuai harga pasar. Tetapi, seharusnya dicek dulu apa betul aset itu ada, sesuai alamat yang dinyatakan tersangka atau terdakwa. Saya yakin itu tidak dilakukan, ujar Teten.
Teten lalu memberi contoh tentang aset yang nilainya tidak sesuai dengan buku. Berdasarkan pengecekan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas klaim PT Sagared Team -salah satu anak perusahaan kelompok Gramarindo- diketahui, klaim mereka tentang aset tujuh bukit marmer ternyata tidak benar.
Saya yakin hasil pengecekan itu benar karena lembaga pendamping warga di lokasi bukit marmer itu ada, menyatakan bahwa tanah itu masih milik masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah setempat juga menegaskan, di situ tidak ada penambangan marmer, jelas Teten.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Aryanto Boedihardjo menyatakan, aset yang disita dikabarkan sudah berkisar Rp 1 triliun. Aset-aset itu dirampas dan disita atas putusan Mahkamah Agung. Belum tentu aset- aset itu berasal dari hasil kejahatan pembobolan BNI itu. Tetapi bisa saja dari kekayaan pribadi tak terkait kejahatan, namun disita untuk menutupi kewajiban membayar uang pengganti. Aset sebesar Rp 1 triliun itu terbagi dalam tujuh kategori, yang dibagi lagi ke dalam 19 jenis. (ADP)
Sumber: Kompas, 28 Juli 2005