Banyak Kasus Korupsi Menumpuk di Polisi
Kepolisian RI dinilai lamban dalam menyelesaikan kasus korupsi. Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, mengatakan masih ada sekitar 20 kasus korupsi yang belum tuntas ditangani oleh kepolisian dalam lima tahun terakhir.
Ia menjelaskan, prosedur penyelidikan di kepolisian memiliki tenggat paling lama 90 hari. Kelambanan itu tak hanya dipengaruhi oleh kecakapan penyidik, tapi juga, menurut Neta, lebih pada bobot perkara yang ditangani. Polri terkesan sangat ketakutan saat menangani kasus-kasus korupsi besar. Apalagi jika menyangkut pejabat tinggi atau pengusaha besar.
"Namun sangat cepat saat menangani kasus yang melibatkan orang kecil," katanya kemarin. Neta menyebutkan, penyelidikan kasus korupsi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional begitu lamban. Keduanya diduga melibatkan perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Pria ini juga tersangka kasus suap dalam proyek wisma atlet di Palembang.
Ia menuturkan, ketika bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisaris Jenderal Ito Sumardi, yang awal bulan ini tak lagi menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, mengatakan sudah menangani kasus di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Pertemuan itu terjadi tak lama setelah KPK menemukan data dugaan suap kepada sejumlah perwira tinggi Polri ketika menggeledah kantor Nazaruddin di bilangan Mampang, Jakarta Selatan. Ito pun menuturkan telah diterbitkan surat perintah dimulainya penyidikan sejak 2010.
Juru bicara Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, menyatakan belum mengetahui perkembangan penyelidikan kasus korupsi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. "Besok saja konferensi pers," ujarnya kemarin. RIKY FERDIANTO | Purwanto
Kasus Kakap di Polri
- Kasus PT Jamsostek (2002). Dugaan kerugian mencapai Rp 45 miliar.
- Proyek fiktif dan manipulasi data PT Darma Niaga (2003). Dugaan kerugian mencapai Rp 70 miliar.
- Penyalahgunaan rekening 502 (2003). Kerugian mencapai Rp 20,98 miliar.
- Karaha Bodas Company (2004). Kerugian mencapai Rp 50 miliar.
- Kepemilikan rumah mantan Jaksa Agung (2004).
- Pengadaan genset di Nanggroe Aceh Darussalam (2004). Kerugian mencapai Rp 40 miliar.
- Penyewaan crane atau alat bongkar-muat kontainer di PT JICT (2005). Kerugian mencapai Rp 83,7 miliar.
- Peningkatan akademik di Kementerian Pendidikan Nasional (2005). Kerugian mencapai Rp 6 miliar.
- Jaringan radio komunikasi dan alat komunikasi Mabes Polri (2005). Kerugian mencapai Rp 240 miliar.
- Penyaluran dana fiktif di Perum Peruri (2005). Kerugian mencapai Rp 2,3 miliar.
- Dana vaksinasi dan asuransi perjalanan jemaah haji periode 2002-2005. Kerugian mencapai Rp 12 miliar.
- Proyek renovasi Hotel Patra Jasa di Bali (2006). Kerugian mencapai Rp 69 miliar.
- Wesel ekspor berjangka Unibank 2006. Kerugian mencapai US$ 230 juta.
- Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 590 miliar pada 2006.
- BPR Tripanca Setiadana Lampung pada 2008.
- Dana tak tersangka di Provinsi Maluku Utara (2008) senilai Rp 6,9 miliar.
- Pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas (2009).
- Pengelolaan dana PNBP sebesar Rp 2,4 triliun.
- Makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom (PT Telkomsel) pada 2009.
- Pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT Infomedia pada 2009 senilai Rp 300 miliar.
Sumber: IPW | RIKY FERDIANTO
Sumber: Koran Tempo, 11 Juli 2011