Banyak Penyumbang Fiktif
Hari ini Amien Rais akan membeberkan semuanya.
Identitas pemberi sumbangan dana kepada calon presiden dalam kampanye Pemilu 2004 banyak yang tidak jelas dan diduga fiktif.
Selain yang telah ditemukan oleh Indonesia Corruption Watch (lihat infografik), hasil penelusuran Tempo menemukan sejumlah alamat penyumbang tidak jelas, bahkan tak ada orang yang dimaksudkan di alamat yang tertulis pada daftar penyumbang.
Salah satunya adalah Abdul Hafidz, penyumbang dana kampanye pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dalam perincian daftar penyumbang dana kampanye milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertulis Hafidz beralamat di Jalan Kamboja Gang Dasa III Nomor 1.
Namun, pemilik rumah dengan alamat itu, Nuris, 55 tahun, mengatakan tidak ada nama Abdul Hafidz di keluarganya. Tidak ada nama itu, katanya pekan lalu.
Tak hanya di Jakarta. Dari catatan KPU juga ditemukan nama Kustiono yang beralamat di Jalan Pupuk Timur II. Namun, rumah itu ternyata sudah lama kosong dan nama Kustiono tak dikenal di lingkungan itu. Saya baru kali ini dengar ada nama Kustiono. Kalau rumah di Jalan Pupuk Timur II Nomor 10 sudah lama tidak ada penghuninya, kata Marsono, ketua RT setempat.
Dugaan adanya penyumbang fiktif ternyata juga ada di daftar penyumbang dana kampanye pasangan Amien Rais-Siswono Yudhohusodo. Misalnya, ada dua penyumbang yang memiliki alamat sama persis, yakni Irfan F. dan H. Azwir, beralamat di Jalan Cemara Nomor 98, Medan, yang masing-masing menyumbang Rp 75 juta dan Rp 25 juta.
Namun, menurut Sri, yang mengaku sebagai pemilik rumah itu sejak 1980, kedua nama itu tidak ada. Tidak ada nama itu di sini.
Maraknya isu penyumbang fiktif dana kampanye dimulai dari sidang dugaan korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Dari catatan pengeluaran dana yang dibuat Bendahara Departemen Kelautan Didi Sadili, diketahui sejumlah tim sukses calon presiden menerima dana itu.
Amien mengakuinya dan mengatakan banyak calon presiden lain yang juga menerima dana fiktif, bahkan dari luar negeri. Apa yang diungkap Amien ini membuat gerah Istana. Presiden Yudhoyono bahkan menuduh Amien menyebarkan fitnah.
Menanggapi tuduhan itu, Amien hari ini akan memberikan tanggapan. Ia juga tidak menggubris permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar tidak memperpanjang ketegangan dengan Presiden.
Amien menegaskan akan tetap membeberkan aliran dana itu. Biarlah (Jusuf Kalla mengatakan demikian). Tunggu saja besok (hari ini), Insya Allah pukul 13.00 di rumah saya, ujarnya di Solo kemarin. Ada tujuh sampai sepuluh poin yang akan diberikan Amien, tapi ia enggan memerincinya.
Ketua Kelompok Kerja Dana Kampanye Pemilihan Presiden 2004 KPU Mulyana W. Kusumah mengakui adanya keterbatasan akuntan publik dalam mengaudit dana tim kampanye. KPU juga kesulitan mendapatkan akses meneliti aliran dana kampanye.
Menurut Mulyana, pengakuan Amien membuktikan laporan dana tim kampanye pemilihan presiden 2004 tidak lengkap. Ketidaklengkapan laporan tersebut melanggar Pasal 89 ayat 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden. Kalau diketahui pada saat itu, sanksinya pembatalan pasangan calon karena menerima dana ilegal, sesuai dengan pasal 45 ayat 4. Eko Ari Wibowo | Erwin Dariyanto | Riki Ferdianto | Desy Pakpahan| SG Wibisono | Kurniasih Budi | Imron Rosyid | Syaiful Amin
-----------------
5 Jurus Mengakali Peraturan
Penelisikan Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah penyumbang Pemilu 2004, yang sekarang diributkan itu, ternyata bermasalah karena menggunakan nama atau alamat palsu. Selain itu, ditemukan sumbangan atas nama belasan anak perusahaan sehingga bisa melewati batas maksimal yang disebutkan undang-undang, Rp 100 juta untuk perorangan dan Rp 750 juta untuk badan usaha.
Motif menyumbang dengan memalsukan nama sangat aneh. Tapi miliaran rupiah dana pemilu lewat cara seperti ini masuk ke kantong pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ataupun lawannya di putaran kedua, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi. Padahal ICW, pada 2004 itu, hanya mengecek di lima kota, bukan di seluruh Indonesia.
1. Alamat Tak Jelas
Sebanyak 5 penyumbang perorangan Mega-Hasyim dan 2 penyumbang SBY-JK tidak memiliki alamat jelas.
Rustam Effendi
Rp 100 juta untuk SBY-JK
Alamat di daerah Pondok Betung ternyata milik orang dengan nama mirip, yaitu Husni Effendi.
Tab Jauw Tjoy
Rp 100 juta untuk Mega-Hasyim
Alamat disebut di Jalan Gg Langgar RT 14 RW 7, Taman Sari, Jakarta Barat. Tapi RW 7 di sana hanya memiliki 13 RT.
2. Tidak Layak
Kondisi ekonomi 7 nama penyumbang Mega-Hasyim tidak tampak mampu memberikan sumbangan sampai puluhan juta.
Rukiah
Rp 100 juta untuk Mega-Hasyim
Bekas guru sekolah dasar ini tinggal di sebuah gang kecil daerah Menteng Wadas, Jakarta Selatan.
3. Nama Dipinjam
Sebanyak 5 penyumbang Mega-Hasyim ternyata hanya dipinjam namanya.
Gatot Sanyoto
Rp 100 juta untuk Mega-Hasyim
Karyawan swasta warga Meruya Utara, Jakarta Barat, itu mengaku hanya memberikan tanda tangan.
4. Perusahaan Fiktif
Sebanyak 13 perusahaan penyumbang SBY-JK dan 2 penyumbang Mega-Hasyim ternyata memiliki alamat tidak jelas, fiktif, atau tidak layak kemampuannya.
PT Balimulia Saiber Grafikatama
Rp 750 juta untuk SBY-JK
Alamat yang dipakai, daerah Mampang Prapatan, Jakarta, milik sebuah kantor akuntan publik, bukan milik Balimulia.
PT Mega Mulia Keramik Semarang
Rp 750 juta untuk Mega-Hasyim
Jalan Kawasan Industri Candi Blok 3-11, Purwoyoso, Ngalian, Semarang
Tidak ada perusahaan ini di alamat yang disebut. Tidak ada namanya di Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Badan Koordinasi Penanaman Modal Semarang.
5. Memecah Dana
Sebanyak 8 perusahaan raksasa memberikan dana kepada Mega-Hasyim dengan memecah dana menjadi kecil-kecil sehingga tidak melanggar undang-undang.
Grup Mulia
Rp 12,725 miliar untuk Mega-Hasyim
Sebanyak 17 perusahaan terkait dengan Grup Mulia--milik Joko S. Tjandra yang terkena kasus cessie PT Bank Bali--masing-masing mengirim Rp 750 juta.
Sumber: Hasil investigasi Indonesia Corruption Watch di Jakarta, Semarang, Samarinda, Lampung, dan Makassar pada 2004.
Sumber: Koran Tempo, 28 Mei 2007