Bekas Pejabat Bea-Cukai Dituntut Enam Tahun Penjara
Bekas Direktur Jenderal Bea dan Cukai Soehardjo dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 30 juta dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara Rp 50,9 miliar. Tuntutan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum Ali Mukartono, SH, dalam sidang perkara tersebut, yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kemarin.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Karel Tuppu itu, jaksa penuntut menyatakan fakta-fakta hukum yang ada di persidangan menunjukkan bukti-bukti kuat atas korupsi yang dilakukan Soehardjo. Ali menjelaskan pokok perbuatan korupsi terdakwa, yaitu menerbitkan surat keputusan yang mengatasnamakan Menteri Keuangan, adalah tindakan melawan hukum. Karena itu, kata Ali, sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Menurut Ali, hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah dalam membuat surat keputusan tersebut, Menteri Keuangan tidak pernah memberikan pendelegasian wewenang kepada Soehardjo. Padahal menteri adalah pejabat yang paling berwenang dan bertanggung jawab dalam penerbitan surat keputusan. Selain itu, penerbitan surat keputusan mengenai restitusi bea masuk impor kepada 17 perusahaan pada periode 1996-1998 tidak memiliki dasar hukum. Unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dibuktikan dengan diterimanya pengembalian dana restitusi oleh 17 perusahaan yang merugikan negara hingga Rp 50,9 miliar, katanya.
Perbuatan terdakwa tersebut, kata Ali, jelas membuat kerugian pada perekonomian negara. Sebab, dengan surat keputusan yang diterbitkannya, negara telah kehilangan hak atas dana bea masuk impor. Atas semuanya, terdakwa terbukti dalam dakwaan primer, ujarnya.
Saat dibacakan tuntutan, terdakwa Soehardjo, yang hadir menggunakan kemeja batik dan celana berwarna cokelat, hanya terduduk lesu. Seusai sidang, dia enggan berkomentar. Semuanya diserahkan kepada kuasa hukum saya, katanya. Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, O.C. Kaligis, mengatakan nota pembelaan (pleidoi) akan disampaikan pada agenda persidangan Rabu mendatang. Sandy Indra Pratama
Sumber: Koran Tempo, 11 Oktober 2006