Bekas Wakil Rakyat Didakwa Korupsi

Terdakwa Noor Adenan tidak mengajukan eksepsi.

Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Noor Adenan Razak, mulai diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi kemarin. Noor didakwa menerima suap dari dua pejabat Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Latihan pada 2004.

Menurut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Sarjono Turin, terdakwa Noor Adenan diduga menerima uang suap dari Kepala Biro Umum Bapeten Hieronimus Abdul Salam sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu untuk kelancaran proyek, ujar Sarjono saat membacakan dakwaan.

Jaksa Sarjono mengatakan kasus ini bermula saat pejabat Bapeten meminta Noor selaku anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat--membidangi masalah badan usaha milik negara--meluluskan usul dana proyek dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) 2004. Pada akhir 2004, pejabat Bapeten tersebut, yakni Hieronimus Abdul Salam bersama saksi Midi Wiyono, datang ke rumah Noor dan memberikan uang Rp 1,5 miliar.

Uang tersebut diberikan dalam bentuk tunai senilai Rp 250 juta dan Rp 1,27 miliar berbentuk giro bilyet. Uang diserahkan kepada istrinya, Sessie Marlimayani, ujar jaksa. Menurut jaksa Sarjono, uang itu diberikan karena terdakwa Noor dianggap telah melancarkan pengucuran dana dari ABT senilai Rp 35 miliar.

Karena itu, kata Sarjono, dia didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 11 UU Tipikor. Didakwa menerima suap, ujarnya.

Adapun pejabat Bapeten yang didakwa memberikan uang kepada terdakwa, yakni Hieronimus, telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Khusus Korupsi pada 22 Februari lalu. Hieronimus divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta. Sedangkan Sugiyo, pejabat Bapeten lainnya, divonis 3 tahun penjara dan denda 200 juta.

Masdari Tasmin, pengacara Noor Adenan, mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan jaksa. Kami akan menunggu bukti di persidangan, ujarnya. Sandy Indra Pratama

Sumber: Koran Tempo, 29 Februari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan