Belum Ada Indikasi Pencucian Uang Capres [30/07/04]
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang pada aliran dana kampanye capres. Sedangkan, untuk transaksi yang sebelum ini dicurigai terkait pencucian uang dalam pendanaan kampanye parpol, PPATK menyatakan transaksi tersebut legal.
Demikian dikemukakan Kepala PPATK Yunus Husein, kepada wartawan usai acara pengambilan sumpah Wakil-Wakil Kepala PPATK, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, kemarin.
Menurut Yunus, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan mengenai aliran dana kampanye capres yang terindikasi pencucian uang. Baik dari penyedia jasa keuangan (PJK) maupun Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas Pemilu.
''Kalau untuk capres tidak ada laporan. Kalau dana parpol ada dulu saya sebutkan, sekitar enam,'' ujarnya.
Yunus mengatakan, setelah PPATK melakukan konfirmasi kepada pihak bank sebagai salah satu PJK, ternyata sumbangan tersebut tidak ada yang terkait pencucian uang. Sehingga, PPATK tidak melakukan penelitian lebih lanjut.
''Tidak ada pencucian di sana. Pencucian uang kan harusnya ada uang haram dulu, baru disembunyikan disamarkan dengan cara menyumbang dan lain-lain,'' katanya.
Bahkan, lanjut Yunus, dari sudut Undang-Undang (UU) Pemilu, sumbangan-sumbangan itu tidak melanggar ketentuan. Dalam ketentuan UU Pemilu, simpatisan perorangan diperbolehkan menyumbang dana kampanye maksimal Rp100 juta. Sedangkan untuk badan ditetapkan jumlah maksimal sebesar Rp750 juta.
''Tetapi, kita tidak mengecek laporan seperti ICW (Indonesia Corruption Watch). Apakah si A atau si B benar-benar menerima atau tidak. Cuma, kita tahu dari bank bahwa si A, si B itu menyumbang. Dan, benar menyumbang di bawah maksimum undang-undang pemilu,'' jelasnya.
Yunus mengatakan, dalam dugaan adanya tindak pidana pencucian uang pada aliran dana kampanye, PPATK menunggu permintaan dari KPU atau Panwaslu. Sebab, sampai kini belum satu pun penyedia jasa keuangan yang melaporkan transaksi mencurigakan yang terkait pendanaan pemilu.
''Kita kan hanya tahu dari PJK-nya saja, kalau ada di sana kita bisa minta juga kalau ada informasi. Tetapi, kalau benar orang menyumbang atau tidak, fiktif atau tidak, kita belum ke lapangan. Minimal belum ke sana arahnya,'' katanya.
Yunus menjelaskan, PPATK tidak bisa bersikap proaktif dalam menganalisis transaksi keuangan terkait dana pemilu, selama tidak ada kerja sama dengan KPU ataupun Panwaslu. Lain halnya dengan transaksi yang berhubungan dengan kasus korupsi.
''Kita dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kan ada kerja sama. Itu kebanyakan kalau dengan KPK kita proaktif, bukan dari bank atau PJK lainnya yang melapor. Tetapi, kita dapat informasi dari sana-sini, terus kita minta bank agar melapor,'' paparnya.
Namun, Yunus mengatakan pihaknya sudah mulai melakukan pembicaraan dengan KPU dan Panwaslu untuk mengatur kerja sama. (Ndy/P-3)
Sumber: Media Indonesia, 30 Juli 2004