Bendahara Fakultas Hukum Dituntut 7 Tahun
Menggangsir uang negara dengan menambah angka cek.
Bendahara Fakultas Hukum Indonesia Eka Widiastuti dituntut 7 tahun penjara di Pengadilan Negeri Depok kemarin. Menurut jaksa, Eka terlibat kasus dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 2,8 miliar.
Jaksa penuntut umum Muhamad Novel mengatakan terdakwa dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa harus mengembalikan uang negara Rp 2,8 miliar. Jika tidak, hukumannya ditambah 2 tahun penjara. Selain itu, terdakwa harus membayar denda Rp 400 juta atau dihukum tambahan 6 bulan penjara.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan Eka, 42 tahun, terbukti melakukan pidana korupsi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Modusnya, terdakwa menambahkan satu angka di depan angka pada setiap cek yang akan ia cairkan.
Manipulasi terjadi saat Eka mengajukan cek untuk biaya 11 kegiatan dari 14 Oktober 2005 sampai 14 Februari 2006. Saat mengajukan cek untuk pembayaran kursi kuliah, misalnya, terdakwa menambah angka 3 di depan angka Rp 88 juta. Dengan cara itu, uang yang ia cairkan menjadi Rp 388 juta.
Menurut Novel, ada sejumlah hal yang memberatkan terdakwa, antara lain terdakwa menyelewengkan posisinya sebagai bendahara, melakukan kejahatan secara berulang-ulang, berbelit-belit dalam persidangan, dan tidak mengembalikan uang. Terdakwa pun telah menikmati uang hasil korupsi itu, ujar Novel.
Adapun hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Mengenakan kerudung hitam, Eka hanya tertunduk saat jaksa membacakan tuntutannya. Waktu ketua majelis hakim Zainudin bertanya apakah terdakwa akan membela diri secara pribadi atau melalui penasihat hukum, Eka menjawab, Kedua-duanya.
Darmadianto, kuasa hukum Eka dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Iblam, mengatakan tindakan Eka tidak tergolong korupsi, tapi penggelapan uang. Karena itu, menurut dia, jaksa tak bisa menjerat kliennya dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seharusnya pakai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ujar Darmadianto.
Sidang akan berlanjut pada 19 April dengan agenda penyampaian pleidoi dari terdakwa.
Darmadianto mengaku belum memikirkan materi pembelaan karena belum mempelajari berkas tuntutan jaksa. ENDANG PURWANTI
Sumber: Koran Tempo, 13 April 2007