Benny Datang, Anas Mangkir
Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin memanggil fungsionaris Partai Demokrat (PD) Benny Kabur Harman dan Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum terkait tudingan Muhammad Nazaruddin. Benny datang, namun Anas mangkir.
Nazaruddin, tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet, pernah menuding pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja bertemu Anas pada akhir Juni lalu.
Mereka diduga telah membuat deal agar kasus dugaan korupsi Wisma Atlet hanya sampai pada Nazaruddin semata. Benny disebut oleh Nazaruddin sebagai saksi dalam pertemuan tersebut.
Menurut Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua, hanya Benny yang memenuhi panggilan. Terkait ketidakhadiran Anas, Abdullah hanya mengatakan, ”Yang jelas surat untuk Anas sudah dikirimkan pada Jumat lalu.”
Usai menjalani pemeriksaan Komite Etik, Benny mengakui pernah bertemu dengan Ade Rahardja. Dalam pertemuan tersebut, Benny meminta Ade tidak menghiraukan Nazaruddin.
”Saya menyampaikan supaya Bapak Ade Rahadrja menerima masukan dari Bapak Nazaruddin sebagai informasi yang tidak perlu diikuti,” kata Benny.
Dia menjelaskan, pertemuan tersebut dilakukan di kawasan Casablanca. Pertemuan dihadiri Nazaruddin, Saan Mustofa, dan Ade yang ditemani penyidik KPK Roni Samtana.
”Saya diundang oleh Bapak Saan Mustofa. Ketika saya datang ke restoran Jepang di Casablanca itu, sudah ada Bapak Nazaruddin, Bapak Ade Rahardja, ditemani oleh Bapak Roni dan juga Bapak Saan Mustofa,” ujar Benny.
Ketua Komisi III DPR itu menegaskan, Partai Demokrat tidak ingin melakukan intervensi terhadap proses penegakan hukum. Oleh sebab itu, kalau ada laporan dari Nazaruddin, anggap saja itu sebagai informasi.
Seperti diketahui, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengaku pernah dua kali bertemu dengan Muhammad Nazaruddin. Menurut Ade, dalam pertemuan itu, Nazaruddin meminta agar sejumlah kasus yang ditangani KPK dihentikan.
Ade menjelaskan, pertemuan pertama pada Januari 2010. Undangan pertemuan diterima Ade melalui pesan pendek dari Nazaruddin. Ade mengajak Kepala Biro Humas KPK Johan Budi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di KPK, yaitu staf yang bertemu dengan pihak lain di luar urusan pribadi, maka disarankan untuk mengajak staf yang lain.
Pertemuan tersebut dilangsungkan di Restoran Jepang di daerah Casablanca. Menurut Ade, Nazaruddin membicarakan kasus alat kesehatan di Depertemen Kesehatan.
Pertemuan kedua dilakukan September 2010. Kali ini, Ade ditemani oleh penyidik KPK Roni Samtana. Nazaruddin menyinggung kasus Solar Home System di Depnakertrans. Ade mengaku tidak mengetahui kaitan kasus ini dengan Nazaruddin. Belakangan baru diketahui bahwa kasus itu ternyata melibatkan istri Nazar, Neneng Sri Wahyuni.
Benny mengakui ada pertemuan antara Nazar dengan Chandra M Hamzah. Pertemuan dilakukan di rumah Nazaruddin. ”Betul pertemuan itu memang ada,” kata Benny.
Dia mengaku hanya diundang oleh Nazar untuk menghadiri pertemuan tersebut. Ketika dirinya tiba di rumah Nazaruddin, telah ada tuan rumah dan Chandra. Benny menegaskan, dalam pertemuan tersebut tidak ada pembicaraan soal kasus, apalagi deal dan transaksi.
”Tidak ada penyerahan uang seperti yang dituding oleh saudara Nazaruddin,” ujar Benny.
Ditanya konteks pertemuan, Benny mengaku tidak mengetahui. Pasalnya, menurut Benny, dirinya hanya diundang melalui telepon. Soal Kode Etik KPK yang menyatakan larangan bertemu pihak yang berperkara, Benny mengatakan, saat itu Nazaruddin belum menjadi pihak berperkara di KPK.
”Yang tidak boleh itu kan bertemu dengan orang yang berperkara, kami bukan orang yang berperkara,íí ujar Benny.
Nazaruddin sebelumnya menuding Chandra menerima dana dari seorang pengusaha. Dana itu diterima pada November 2010, ada rekaman CCTV-nya. Chandra menerima uang dari proyek pengadaan baju hansip. (J13-43)
Sumber: Suara Merdeka, 16 Agustus 2011