Biaya Haji Rentan Korupsi; Ada Perbedaan Cara Pandang
Indonesia Corruption Watch menilai, penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010 rentan korupsi. Oleh karena itu, mereka meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memantau secara serius masalah itu.
”Kami temukan potensi indikasi korupsi dalam biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun ini, terutama di pelayanan jemaah,” kata Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas seusai melapor kepada Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin di Jakarta, Rabu (23/6).
Menurut Firdaus, pada penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya, potensi korupsi hanya pada Dana Abadi Umat dan BPIH, terutama dalam pengadaan transportasi, pemondokan, dan katering. ”Kini, lapangan baru korupsi berpotensi dari bunga setoran calon jemaah haji yang jumlahnya triliunan rupiah,” katanya.
Menurut Firdaus, dalam usulan BPIH oleh Kementerian Agama kepada DPR, biaya tidak langsung yang akan digunakan untuk kepentingan petugas haji senilai Rp 859,4 miliar. Hal itu terdiri dari biaya penerbangan petugas Rp 16,6 miliar, pelayanan petugas Rp 5,1 miliar, biaya operasional petugas di Arab Saudi Rp 355,8 miliar, biaya operasional dalam negeri Rp 4775,5 miliar, serta petugas keamanan Rp 4,2 miliar. Semua biaya tidak langsung ini ditanggung oleh semua calon jemaah haji melalui bunga dari setoran awal.
Manajer Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan menambahkan, dalam komponen biaya tak langsung sejumlah kegiatan tidak jelas, antara lain untuk pembentukan citra sebesar Rp 12,5 miliar, honor petugas haji Rp 43,7 miliar, media centre Rp 2,3 miliar, jasa konsultan dan pengacara Rp 11,5 miliar, pelatihan pelatih (TOT) untuk petugas Kantor Urusan Agama Rp 2,5 miliar, serta seragam petugas Rp 600 juta.
Ade menilai, selama ini proses haji di Indonesia memang penuh misteri karena publik tak pernah mengetahui tender haji. ”Sampai sekarang belum ada perbaikan, jadi tidak heran banyak mantan menteri yang kena,” ujar Ade.
Ade menambahkan, penggunaan uang calon jemaah untuk kepentingan pegawai Kementerian Agama dan anggota DPR bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pasal 11 Ayat 4 menyebutkan, biaya operasional panitia penyelenggara ibadah haji dan petugas operasional pusat serta daerah dibebankan pada APBN dan APBD.
ICW mendorong KPK untuk mendukung reformasi penyelenggaraan ibadah haji dengan memperbaiki kelembagaan dan pengelolaan keuangan haji.
Sebelumnya, KPK telah menyampaikan temuan mengenai 48 titik rentan korupsi dalam sistem penyelenggaraan haji. Titik rentan itu berada pada aspek regulasi, kelembagaan, tata laksana, dan manajemen sumber daya penyelenggara haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama yang lemah (Kompas, 7/5).
Cara pandang
Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah A Ghofur Jawahir, saat dikonfirmasi, mengatakan, laporan inefisiensi biaya perjalanan haji itu terjadi lantaran adanya perbedaan cara pandang. ”Sebenarnya, Kementerian Agama-lah yang meminta agar KPK melakukan bimbingan pengelolaan dana haji,” katanya.
KPK, kata Ghofur, pun sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk memperbaiki pengelolaan dana haji. Saat ini, Kementerian Agama pun sudah mulai melaksanakan rekomendasi KPK tersebut. (nta/aik)
Sumber: Kompas, 24 Juni 2010
-----
Laporkan Dugaan Korupsi Haji ke KPK
Penggunaan Uang CJH Bertentangan dengan UU
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti korupsi penyelenggaraan haji. Kali ini LSM antikorupsi itu merilis data secara detail tentang dugaan korupsi haji pada 2009 dan 2010. ICW juga melaporkan temuannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti.
ICW menuding terjadi praktik korupsi Rp 428 miliar dalam penyelenggaraan ibadah haji periode 2009-2010. "Korupsi itu terkait dengan pembebanan kegiatan operasional petugas haji dari setoran bunga jamaah haji," ujar Kepala Divisi Monitoring dan Analisis Data ICW Firdaus Ilyas setelah melapor ke Kantor KPK kemarin (23/6).
Firdaus juga mengatakan, potensi korupsi dalam pengelolaan ibadah haji makin luas jika dibandingkan dengan sebelumnya. Korupsi itu tak hanya terjadi pada dana abadi umat (DAU) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), melainkan juga di setoran bunga jamaah haji.
"Penggunaan uang calon jamaah untuk kepentingan pegawai Kemenag bertentangan dengan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji. Apalagi, banyak sekali komponen biaya tidak langsung yang tidak jelas, tapi ditanggung setoran bunga itu," terang dia.
Dia mengungkapkan, dalam komponen biaya tidak langsung pelaksanaan ibadah haji tahun ini terdapat banyak kegiatan yang tidak jelas. Namun, kegiatan tersebut dibiayai setoran bunga haji. Berdasar catatan ICW, beberapa hal yang menggunakan setoran itu adalah pencitraan (Rp 12,5 miliar), honor petugas haji (Rp 43,7 miliar), biaya media centre haji (Rp 2,3 miliar), jasa konsultan dan advokat (Rp 11,5 miliar), training for trainer petugas KUA (Rp 2,5 miliar), serta seragam petugas (Rp 600 juta).
Hal tersebut, papar dia, mengakibatkan BPIH yang harus dibayar calon jamaah haji (CJH) tahun ini lebih mahal daripada sebelumnya, yakni dari rata-rata USD 3.844 menjadi USD 4.043.
Dia menegaskan, komponen yang tidak jelas menjadikan BPIH lebih mahal dan tidak masuk akal. "Kemenag dan DPR membuat tafsir sendiri atas UU Penyelenggaraan Ibadah Haji untuk kepentingan sendiri. KPK sebelumnya juga mengingatkan biaya tidak langsung itu, tapi tetap diabaikan," terangnya.
ICW mendesak KPK menindaklanjuti indikasi korupsi dalam pengelolaan ibadah haji dari dana CJH. Selain itu, sambung dia, KPK diminta menelusuri pengelolaan ibadah haji periode 2005-2008.
Menurut dia, tetap digunakannya uang CJH untuk kepentingan Kemenag itu memperlihatkan bahwa pemerintah dan DPR tidak berkomitmen melawan korupsi. "Itu menunjukkan tidak adanya keinginan memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji," ucapnya. (zul/c11/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 24 Juni 2010