Biaya Perkara Diduga Terkait; Rekening Liar di MA Mulai Diselidiki KPK

Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan dugaan keberadaan rekening liar di Mahkamah Agung menyangkut pula pengelolaan biaya perkara di lembaga tersebut. Sebab, dua hal itu diduga berkaitan.

”Penyelidikan tetap dalam payung rekening liar yang menurut laporan Departemen Keuangan ke KPK bahwa di MA ada 102 rekening. Namun, sejumlah hal yang diduga terkait dengan rekening liar itu juga akan diselidiki,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Selasa (20/1) di Jakarta.

Terkait penyelidikan kasus ini, Selasa, KPK meminta klarifikasi Sekretaris MA Rum Nessa dan Kepala Biro Keuangan MA Darmawan S Jamian. Pada Senin lalu Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi juga datang ke KPK untuk memberikan klarifikasi.

Ketika akan meninggalkan Gedung KPK, Darmawan mengaku tidak tahu persis yang dimaksudkan dengan rekening liar. Rekening di lingkungan peradilan lebih dari 102 buah dan tersebar di 54 pengadilan di Indonesia. Rekening itu dibuat sesuai prosedur dan ada sejak pengadilan tersebut berdiri. Berbagai rekening itu umumnya dipakai untuk menampung biaya perkara.

Rum Nessa mengatakan, MA hanya memiliki dua rekening.

Penyelidikan KPK terhadap pengelolaan biaya perkara di MA sebenarnya dimulai sejak pertengahan 2008. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, ada biaya perkara sebesar Rp 31,1 miliar tahun 2005-2007 yang tak jelas pengelolaannya. Angka sebesar itu diperoleh ICW dari penghitungan terhadap jumlah perkara yang masuk ke MA. Data diperoleh dari Laporan Tahunan MA Tahun 2005-2007.

Masalah pengelolaan biaya perkara itu juga sempat membuat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution melaporkan Ketua MA (saat itu) Bagir Manan ke polisi. Bagir menolak adanya audit terhadap biaya perkara. Keduanya didamaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka sepakat menunggu terbitnya peraturan pemerintah terkait dengan penerimaan negara bukan pajak di pengadilan.

Tak sesuai undangan
Secara terpisah di MA, Nurhadi menjelaskan, dirinya dimintai keterangan KPK terkait biaya perkara. Hal itu tidak sesuai surat undangan yang dikirimkan KPK yang mencantumkan, dirinya akan dimintai keterangan terkait rekening liar di tubuh MA.

”Saya sudah menyiapkan datanya, tetapi di sana malah ditanyai biaya perkara,” ujar Nurhadi. Ia menambahkan, ”Saya tidak mengerti apa kaitannya rekening liar itu dengan biaya perkara. Saya kan jauh dari itu semua.”

Nurhadi yang diperiksa selama tiga jam, Senin lalu, mengaku ditanyai sekitar tugas pokoknya sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas serta proses terbitnya surat keputusan Ketua MA (SK KMA) terkait biaya perkara. Ia mengaku ditunjukkan dua SK KMA yang ditandatangani Ketua MA Sarwata dan Ali Said.

”Saya mengatakan, hal itu tergantung kebiasaan. Ada yang melalui rapat pleno, yaitu rapat yang dihadiri seluruh pimpinan, hakim agung, serta pejabat eselon I dan II. Ada pula yang hanya melalui rapat pimpinan (rapim). Tetapi, setidak-tidaknya yang harus dilalui adalah rapat pimpinan karena itu policy (kebijakan) pimpinan,” ujar dia lagi.

Selain Nurhadi, sejumlah pejabat MA pernah diperiksa KPK. Bahkan, Darmawan sudah tiga kali dipanggil oleh KPK.

KPK juga pernah memeriksa Kantor MA untuk mengambil data terkait biaya perkara pada pertengahan Juni 2008. Tim KPK memeriksa ruang Panitera MA, Panitera Muda Perdata, Perdata Niaga, dan Tata Usaha Negara di lantai empat dan lima Gedung MA. KPK juga minta keterangan dari Panitera MA Sareh Wiyono dan panitera lain. (nwo/ana)

Sumber: Kompas, 21 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan