Biaya Studi Banding ke Luar Negeri Rp 1,7 miliar
Sering dilakukan menjelang tutup anggaran.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan menyatakan setiap pembentukan rancangan undang-undang mendapat jatah biaya kunjungan ke luar negeri Rp 1,7 miliar. Anggaran sebesar itu terdiri atas tiket, uang representasi, serta uang harian anggota dan staf Dewan Perwakilan Rakyat. "Namun dalam realisasinya bisa lebih," katanya kemarin.
Setiap kali kunjungan ke luar negeri, tiap anggota Dewan mendapat uang saku sebesar Rp 20-28 juta dan uang representasi US$ 2.000.
Menurut Yuna, karena jatah Rp 1,7 miliar ada pada setiap pembentukan rancangan undang-undang, komisi, dan alat kelengkapan, ada anggota Dewan yang bisa berkali-kali ke luar negeri. Namun seringnya perjalanan ke luar negeri tak diimbangi dengan kehadiran dalam rapat-rapat yang dibahas. "Mereka kuorum kalau mau kunjungan ke luar negeri," katanya.
Perilaku anggota Dewan inilah yang memperlambat dihasilkannya undang-undang. Menurut Yuna, setiap kali anggota Dewan absen dalam pembahasan undang-undang, negara telah dirugikan Rp 5 juta.
Dia menduga, menjelang tutup buku anggaran tahun ini, akan ada banyak kunjungan ke luar negeri. "Daripada uangnya hangus, ya, dipakai ke luar negeri."
Pernyataan senada diungkapkan Ketua Forum Pemantau Parlemen Indonesia Sebastian Salang. Studi banding ke luar negeri rutin dilakukan setiap akhir tahun. "Mereka tidak rela jatahnya tak dipakai," katanya.
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nusron Wahid membenarkan bahwa biaya perjalanan studi banding ke Inggris, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan menelan Rp 1,7 miliar. Dana tersebut untuk membiayai perjalanan 30 anggota mengunjungi empat negara itu. "Jadi hitung saja Rp 1,7 miliar untuk 34 orang," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Anggota Panitia Khusus akan bertemu dengan gubernur bank sentral di masing-masing negara, lembaga pengawasan jasa keuangan atau semacam Otoritas Jasa Keuangan, menteri keuangan, dan pelaku industri keuangan.
Menurut Nusron, Panitia Khusus ingin mengetahui konteks dari isu lembaga Otoritas Jasa Keuangan. "Kami kan tidak mungkin mendatangkan gubernur bank sentral atau menteri keuangan negara lain ke Indonesia." Sedangkan untuk mendatangkan ahli keuangan dari Eropa, "Butuh honor US$ 250 ribu."
Anggota Panitia Khusus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Andi Rahmat, mendukung studi banding ke empat negara tersebut. Alasannya, kunjungan sangat penting untuk mendapatkan esensi dan emosi pembentukan lembaga pengawasan industri jasa keuangan dari negara lain. "Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sangat fundamental dalam menentukan masa depan bangsa ini," kata politikus yang kebagian mengunjungi Jerman dan Inggris itu.
Sedangkan anggota dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Budimanta, mengaku belum tahu akan kebagian mengunjungi negara mana. "Saya masih menunggu penugasan dari fraksi," katanya. Namun dia mendukung studi banding yang dilakukan karena akan memberikan manfaat atas rancangan undang-undang yang dibahas. IQBAL MUHTAROM | FEBRIANA FIRDAUS
Sumber: Koran Tempo, 25 Oktober 2010